Kamu Cari Apa?

4 0 0
                                    

"Gila lo semua!" pekik Lucy yang baru saja keluar setelah sudah nyaris setengah jam di tunggu Luna dan Lingga di teras rumah.

Lucy datang dengan wajah ditekuk sebal saat melihat Luna dan Lingga yang sudah berpakaian rapih. Seharusnya hari ini dia memakai seragam sekolahnya dan belajar seperti biasanya. Tapi karena Luna dan Lingga, dia harus mengganti bajunya lagi saat Luna mengatakan jika dirinya sudah ajukan surat izin ke sekolah dengan alasan izin.

"Udah ketularan siapa lo jadi rajin belajar begini?"

"Kampret lo! Lo kira enak udah belajar tengah malem biar engga keliatan bego! Sengaja bangun pagi buta biar bisa ngilang lagi di sekolah, DAN LO! ARRGHH" teriak Lucy frustasi sambil mengacak-acak rambutnya.

Lingga yang melihat Lucy sudah marah pagi-pagi membuatnya tersenyum tipis. Sangat berbeda dari Lucy yang pernah menjadi anak magangnya yang tampak sekali tertekan karena harus terpaksa bersikap santun. Walau jelas sekali Lucy tertekan, baru hari ini Lingga melihat Lucy yang mengutarakan emosinya.

Sangat berbeda dari Luna yang selalu tenang, tapi jika sudah merasa pusing dia akan menangis walau tetap mengerjakan apa yang harus ia selesaikan. Tidak lupa dengan mulutnya yang terus mengoceh mengeluh walau akhirnya selesai juga.

Luna mendekati sang adik, merapikan rambut Lucy yang sudah acak-acakan sambil menahan tawa. Sejak semalam, tepatnya sejak kedatangan sang kakak Lucy selalu marah-marah. "Rambutnya engga boleh berantakan, dong. Kan, mau jadi anak magang. Keren juga lo mendadak jadi magang aja." Lucy langsung menyingkirkan tangan Luna dengan kasar.

Sontak, tawa Luna tidak bisa ia tahan lagi. "Bajingan lo," kata Lucy.

Gadis itu langsung beralih ke hadapan Lingga. "Mau aja ya, lo kak sama modelan hantu kayak dia. Udah, ah males gue. Ayo, jalan," ucap Lucy dan langsung keluar dari perkarangan rumah.

Luna menghampiri Lingga dengan tawa yang masih kentara. Lingga tersenyum melihat wajah Luna kembali terlihat cerah. Mendungnya telah usai. "Adek lo beda banget sama lo," ungkap Lingga.

"Maaf, ya Ga. Adek gue emang begitu. Tapi tetep aja, kan jalan dia."

"WOI PACARAN MULU LO! BALIK NIH, GUE!" pekik Lucy yang bisa melihat dua manusia itu masih saja berbincang setelah beberapa menit lalu memintanya untuk bergegas.

"Siap Ndoro!" teriak Luna dan langsung berlari ke arah Lucy yang wajahnya sudah benar-benar seperti terlipat dua.

"Bikin puyeng gue aja lo semua! Bangsat!" Tidak ada yang bisa Lucy lalukan selain memekik untuk mengutarakan isi kepalanya yang nyaris membuatnya gila.

***

"Sudah lama tidak bertemu, Ms. Madeline," ucap Edgar saat melihat kedua gadis yang memiliki nama belakang yang sama itu di hadapannya.

"Saya atau dia, Mr. Edgar?" tanya Lucy seraya menunjuk dirinya lalu kakaknya yang berada tepat di sampingnya.

"Both. Gimana tugas terakhir yang saya berikan, Ms. Lucy Madeline?" Kali ini Mr. Edgar langsung menyebutkan nama Lucy. Dan itu mengejutkan untuk Lucy karena Mr. Edgar terkenal begitu kaku, formal, dan tidak suka memanggil nama depan.

Lucy langsung membuka file laptop yang Mr.Edgar katakan tadi. Gurunya yang sedari tadi memerhatikan Lucy yang tampak tenang, membuat Mr.Edgar mersa berhasil telah membentuk kepribadian Lucy menjadi lebih baik. Dia sudah mendapatkan nilai plus walau belum mengatakan apa-apa.

Tidak ada lagi Lucy yang langsung mendadak gugup saat dirinya tiba-tiba ditunjuk untuk menjelaskan atau menjawab sesuatu. "Untuk nomimal, saat ini saya masih belum tahu celah untuk menyelidikinya. Tapi program beasiswa yang saat ini berjalan sebenarnya sudah disusun sejak dua tahun yang lalu. Akan tetapi ..." Lucy menatap sekeliling. Melihat wajah kakaknya yang mendadak tampak serius, Lingga yang mendadak kembali kaku, dan wajah yang selalu menghantuinya, wajah Mr.Edgar.

"Lanjutkan, Ms. Lucy Madeline," tutur Mr.Edgar yang masih fokus mendengarkan penjelasan Lucy.

Sebenarnya, Lucy berhenti bukan karena gugup. Akan tetapi, karena dia ingin memastikan sesuatu. Selama ini, dia selalu dipandang remeh. Itu membuatnya sedikit lelah karena sudah harus berpikir keras, menjelaskannya sebaik mungkinn agar orang lain mengerti, tapi yag ia dapatkan hanyalah tidak dihargai. Lucy ingin memastikan itu sebelum ia melanjutkan penjelasannya. Sejujurnya Lucy tidak sanggup lagi menahan lelah dan muak seorang diri.

Lucy menunduk sejenak. "Kenapa Lucy? Ada yang belum lo kuasi?" tanya Luna yang mendadak jadi panik saat melihat Lucy yang tampak tidak baik-baik saja.

Luna baru menyadari, banyak sekali hal yang dia lewatkan. Lucy yang dulunya hanya gadis yang apa adanya. Bahkan dia tidak peduli perihal nilai tertinggi atau terendah selagi yang ia dapatkan sudah dibilang cukup. Tapi hari ini, Lucy membuktikan jika dia sudah berubah dan banyak bekerja keras.

Keadaan, takdir, nasib. Semua itu yang membentuk diri untuk menemukan jalan dirinya sendiri.

Lucy menggeleng. Lalu dia menatap Mr. Edgar yang tampak kurus. Mengenakan baju seragam oren khasnya seorang tahanan, tapi itu sama sekali tidak merubah bagaimana Lucy memandang sang guru. Lucy sadar sejauh ini, Mr. Edgar membuatnya jauh lebih mengerti dan bijak dalam mempelajari apa pun. "Am I deserve to this, Mr.Edgar?" tanya Lucy.

Mr. Edgar mengangguk. "Anda paling pantas untuk berada di School of Ukiyo."

"Why?"

"Anda lulus dalam berpikir dalam sejatinya berpikir. Sekarang, lanjutkan," ucap Mr.Edgar yang masih menjadi tanda tanya di kepala Lucy. Gadis itu hanya mengangguk saat menyadari dia harus fokus karena waktunya tidak banyak.

"Penyusun rencana itu adalah Ranny Cooper, is it? Tapi yang membuat saya bingung, dari file penyuapan uang itu kenapa tidak ada nama Ranny di sana? Dan ... Luna Madeline yang namanya ada di daftar, mengatakan jika rencana bodohnya untuk menghilang karena Ranny Cooper." Lingga terkekeh pelan. Ya, jangan lupakan perihal Lucy yang masih kesal dengan sang kakak. Untuk yang satu itu, Lucy sulit memberi maaf.

"Dan Ranny Cooper adalah adik Ian Cooper yang sudah meninggal dua tahun silam. Diduga itu adalah sebuah kasus pembunuhan yang sengaja disembunyikan. Beberapa hari banyak yang Ian sampaikan pada saya. Tetapi, untuk saat ini hanya hanya memberitahu kepentingan perihal masalah dari tugas yang anda berikan saja." Lucy berbicara dengan serius. Ia hanya menampilkan sebuah poin-poin saja pada ketiga audiensnya saat ini.

"Dalam perbincangan kami, poin akhirnya adalah saya diberikan posisi pertama di peringkat umum Ukiyo yangb akan dijadikan wajah baik untuk School of Ukiyo untuk menjadi bahan mendukung naiknya Anggota Dewan Dewangsa ke meja pemilihan presiden. Sedangkan pada awalnya, Theo adalah peringkat pertama sebelumnya. Spekulasinya, Theo merasa tidak terima dan akhirnya membunuh Mr. Jacob," sambung Lucy.

"Jadi, Ian yang anda jadikan orang yang bekerja sama serta yang anda percaya dalam pekerjaan anda saat ini?" tanya Mr. Edgar yang membuat Lucy sedikit terlonjak kaget. Pertanyaan itu jauh dari perkiraannya.

"Maaf, Mr. Edgar?"

"Ini tujuan saya mengatakan jika tidak perlu percaya pada semua orang untuk tugas anda, Ms. Lucy Madeline. Bukan berarti bergerak sendiri, tapi memilih dengan bijak." Dan Lucy baru menyadari hal itu.

"Lalu apa alasan Ian?"

"The truth and justice for his sister," jawab Lucy yang sangat tahu jika pergerakan Ian sejauh ini hanya fokus pada kasus sang kakak. Hingga dia menjadikan kematian orang lain sebagai kesempatan untuknya.

"And you? Mempertahankan beasiswa? Bukannya anda sudah tahu itu berasal dari uang suap? And why do you still persist in cases that could destroy you? Apa yang kamu cari, Lucy Madeline?

Worst Class Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang