01 : Si Murid Baru, Ai.

241 17 15
                                    

Dua bulan lalu, ada seorang siswi datang ke SMA Nusa Dharma. Dia anak yang baru pindah dari Bandung, dan melanjutkan tahun ke-duanya sebagai murid SMA di Ibu Kota.

Sebenarnya tak ada yang salah dari cara kedatangannya, ataupun apa saja yang berhubungan dengan caranya bergaul di sekolah. Hanya saja yang namanya murid baru, pasti akan menjadi topik hangat sekolah untuk beberapa bulan, apalagi kalau dia punya poin tambahan ... yup! Sedap dipandang.

Aira Mandala Kein tak merasa dirinya secantik Luna Maya, ataupun Song Hye Kyo dari Korea. Selama di Bandung; dia biasa aja. Tapi begitu pindah ke Jakarta, kekacauan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya, terjadi pada dirinya. Aira pikir itu mungkin sebab dirinya yang masih berstatus murid baru, tapi ini bahkan sudah keenam kali dalam seminggu di bulan kedua kepindahannya dan dia kembali mendapat ajakan untuk kencan dari kakak kelas yang sama sekali tak dikenalnya.

"Wow ... lagi?" Aira bergumam dengan nada heran, rautnya kelihatan kesal tapi ingin tertawa juga. Ini konyol. Sebenarnya apa yang membuat dirinya begitu populer di sini? Aira bahkan sempat bertanya-tanya; apa hanya sebatas dirinya saja wanita paling cantik yang pernah orang-orang di sekolah ini lihat?

Aira menghela napas dan menutup pintu loker dengan raut masam. Akhirnya ia meremas kertas yang ia temukan tertempel di belakang tasnya; pasti ditempel tanpa Aira tahu. Oke, dia merasa cukup jenuh sekarang. Tapi sebenarnya keadaan di koridor adalah yang lebih membuat kesal.

"Ai-chan~"

Oh, itu dimulai sekarang.

"Aira ... sendirian aja, nih? Mau Kakak temenin, gak?"

"Aira, chat gue kok gak dibales?"

"Wih, cewe Bandung, euy! Miss Bandung!"

"Aira, keluarga kamu mengizinkan pernikahan dini, tidak?"

Aira menahan senyum mirisnya dan menjawab mulut salah satu kakak kelasnya, "Maaf, Kak, keluargaku strict. Aku nikah aja gak boleh kayaknya." Setelah itu ia berlalu dengan cepat menuju kelasnya yang sudah di depan mata.

Saat-saat begini, bisa gawat kalau Aira di luar lebih lama. Dia harus menemukan tempat yang aman untuk sembunyi, dan kelasnya-lah jawabannya.


Tapi sebenarnya Aira lupa satu hal ... kalau keadaan di dalam kelas juga tak jauh berbeda dari di luar sana.

"Oh! Sorry, Ai!"

Baru saja mau masuk kelas, dan Aira sudah disambut dengan tabrakan kecil antar dirinya dan teman sekelasnya; Alfian Sukma. Pemuda itu langsung mengambil buku Aira yang jatuh dan mengembalikannya sambil masih meminta maaf.

"Udah, gak apa-apa, Fin," kata Aira, sambil berjalan masuk.

"Tapi gue gak enak, nih!" katanya, mencari alasan supaya bisa berbincang dengan Aira.

Aira menahan tawa. "Kayak apa aja lo. Udah, gak apa-apa. Balik sono!" seru Aira, dan Alfin bersikap kekeuh, sampai-sampai dia memblokir jalan Aira.

"Izinkan gue buat minta maaf!" Aira menatap curiga. Kalau Alfian Sukma sudah bicara dengan bahasa baku begitu, bau-baunya ada hal aneh akan keluar dari mulutnya. "Sebagai permintaan maaf, izinkan gue buat nganter lo pulang hari ini, Ai!"

Nah, betul dugaan Aira ....

Untungnya, teman Aira langsung datang; dengan entengnya memukul kepala Alfin memakai buku catatan bendahara miliknya. "Modus mulu lo, dasar! Cepet selesaiin piketnya!" serunya galak, dan hanya Sephia Harundani-lah satu-satunya siswi tergalak di kelas IPS 2 yang tak akan ragu untuk memukul teman-temannya. Untuk bagian ini, tak boleh dicontoh!

"Ya Tuhan, Phia! Ini kepala, ya, bukan CPR komputer! Main geplak aja!" Alfin mengelus kepalanya.

"Kalau tau itu kepala, pake buat mikir! Cewe lo udah bejibun, masih mau nambah?!"

"Gue 'kan cuma mau mendekatkan diri sama Aira!"

"Mendekatkan diri ... mendekatkan diri mah sama Tuhan, noh! Tobat goblok!"

"Sephia gak asik!" Setelah itu, Alfin pergi dengan raut kesalnya. Sementara gadis bernama Sephia langsung menyuruh Aira untuk duduk di mejanya.

Aira duduk lemas. Kepalanya bersandar lesu ke atas meja. "Kenapa?" tanya Sephia, "belom sarapan lo?"

"Udah kok ...."

"Baru dua bulan di Jakarta udah bikin stres, ya?" Melihat Aira yang tak menjawab, sudah pasti benar tebakannya. Sephia tertawa kecil. "Udah berapa banyak cowo yang ngajak lo kencan?"

"Six ... this week."

Melihat wajah lesu Aira, Sephia simpan lagi tawa mengejeknya. Dia bilang, "Mereka cuma tertarik sesaat kok, karena lo cantik. Tapi entaran juga sadar; mana yang naksir sebentar mana yang tulus pengen kenalan. Dulu gue juga gitu."

Aira mengangkat kepala. "Serius?"

"Serius! Dan ... lo liat Gina? Dia yang kayak orang tolol begitu aja dulu banyak kakak kelas yang naksir!" tambah Sephia, sambil melirik teman sekelas mereka yang bernama Gina di depan meja guru.

Aira ikut melirik dan tampak tertarik. "Terus?" tanyanya.

"Ya ... tetep aja nggak ada yang berakhir pacarin Gina."

"Kenapa?"

"Karena Gina anaknya lola, bawaannya pengen ngebanting." Aira tertawa, padahal Sephia tidak sedang bercanda. Tapi tak lama, dia galau lagi.

"Gimana, ya caranya biar mereka berhenti ngejar gue?" tanya Aira, minta diberi solusi. Seperti sudah pasrah dirinya. "Gue juga capek nerima hate dari pacar cowo-cowo yang ngajak gue jalan, padahal 'kan gue ke sini buat sekolah, bukan buat melakor."

Sephia meriksa buku catatan bendaharanya, sambil mendengarkan cerita Aira. Dengan otak cemerlangnya, dia berkata santai, "Bilang aja sama mereka kalau lo udah punya pacar."

Mendengar itu, otak Aira jadi seperti ikut diterangi lampu bohlam 300 Watt yang ada di atas kepala Sephia. "Boleh?" tanyanya, wajahnya jadi cerah.

"Boleh lah! Bohong untuk kebaikan gak ada salahnya kali!"

"Terus, kalau mereka nanya siapa pacar gue?"

"Jawab siapa aja lah! V BTS, kek! Levi Ackerman, kek! Gak mungkin lah mereka mau nuntut buat liat cowo lo!" jawab Sephia, matanya masih fokus dengan data-data uang kas di bukunya.

Aira menimang-nimang, tak lama dia bersuara. "Bener juga." Akhirnya dia setuju akan saran Sephia, dan langsung yakin untuk mencobanya nanti kalau saja ada orang yang mengajak dia kencan lagi.

Topik habis, Aira membahas hal baru. "BTW, Phi ... Saka siapa sih?" tanyanya.

"Saka Sagara?" balas Sephia, balik bertanya.

"Gak tau deh gue! Rame bener kayaknya orang-orang ngomongin dia. Artis sekolah kah?"

"Artis ruang konseling lebih tepatnya," jawab Sephia, acuh tak acuh karena dia sedang fokus pada hal lain.

Aira sedikit heran dengan jawaban yang diberi. "Kok bisa begitu?" ujarnya bertanya.

"Ya ... entar lo tanya yang lain aja, pasti lo bakal ngerti kenapa dia disebut artis ruang konseling. Intinya mah dia kakak kelas kita. Sering diomongin cewe-cewe karena cakep, katanya; dan sering diomongin guru-guru karena absensinya berhasil memecahkan rekor." Sephia langsung menutup bukunya setelah melirik jam di tangannya. Dia meminta Aira untuk berhenti mengajak dia mengobrol, karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. "Hari ini tugas lo sama Gisel buat minjem buku. Buruan, bentar lagi masuk!" tambah Sephia.

THE VIVID LINE OF YOU : Park SeonghwaWhere stories live. Discover now