10 : Terkunci

39 10 1
                                    

Di sebuah sore yang damai, tampak seorang gadis tengah bersantai di teras rumahnya. Ia bersikap seperti sudah lama hari yang tenang seperti ini tidak datang ke hidupnya, jadi ia tidak ingin melakukan apa-apa selain menikmati senja.

Itu niatnya, sebelum tiba-tiba saja dirinya mendapat telpon dari seseorang yang sedang dalam keadaan genting.

Seketika keinginan Aira untuk bersantai di terasnya harus kandas, ada misi lain yang harus ia lakukan mengingat yang menelpon adalah Saka Sagara.

Aira berdecih sebal, tetapi ia tidak bisa mengabaikan Saka terlepas itu keinginannya atau bukan. Aira bergegas pergi tanpa mempersiapkan diri, hanya membalut tubuhnya dengan jaket bertudung dan celana training panjang; sore itu, Aira bergerak cepat ke sekolahan.

Sebelumnya ia merasa tak habis pikir akan apa yang Saka katakan padanya di telpon tadi. Pemuda itu bilang bahwa dirinya terkunci di ruang musik, dan tidak ada yang bisa dimintai tolong selain Aira saat ini.

Apa boleh buat ...? Toh, akan jadi lebih buruk kalau Aira menolak untuk menolong.

"Saka ngapain, sih di ruang musik? Latihan tinju!?" tanya Aira, setelah berlarian mencari penjaga sekolah untuk meminta kunci ruang musik.

Tapi entah sejak kapan, situasinya jadi tidak remeh. Aira panik sekarang. Gadis itu pun pergi lebih dulu ke ruang musik, persetan dirinya punya kunci atau tidak. Pikirnya ia perlu memastikan keadaan Saka lebih dulu.

"Saka! Saka ...! Lo di dalem!?" Aira menggedor-gedor pintunya, tapi tak ada sahutan dari dalam. Semakin paniklah dirinya.

"Saka! Saka jawab gue, dong!"

Teriakan Aira semakin keras, lalu tiba-tiba pintu dibuka dari dalam.

"Oh. Udah dateng?"

Aira menatap Saka dengan tak habis pikir. Pemuda itu tadi berkata dirinya sedang terkunci, tetapi sekarang dengan santainya membukakan pintu untuk Aira?

"Katanya kekunci?"

Saka tak langsung jawab, dia diam sesaat lalu tertawa kecil. "Oh ... hehe. Tadi aku kira kekunci."
Mata Aira sudah penuh akan emosi, tangannya juga mengepal dengan keinginan untuk memukul Saka yang sudah sampai level maksimal.

Tapi karena ingat jika dia memukul Saka maka itu akan jadi akhir dari riwayatnya, Aira mengurungkan niat. Dia memilih menghela napas, bersabar sekali lagi ....

"Kalau kekunci kenapa gak nelpon temen aja ...? Kan pastinya ada kenalan yang masih di sekolah meski udah sore ...." Aira bicara dengan suara lembut, tapi itu hanya kedok karena sebenarnya dia kesal sekali.

Saka hanya mengerutkan bibir, "Gimana ya ... aku tadi sedikit panik, dan entah kenapa yang aku inget cuma kamu," ujarnya tanpa melihat muka Aira.

Aira tersenyum masam, tampaknya Saka tahu dengan benar di mana titik lemahnya.

Gadis itu kemudian putar balik, berniat pergi. Tapi belum berjalan dirinya, badannya sudah ditarik masuk kembali ke ruang musik oleh Saka.

"Di sini aja," kata Saka, yang entah mengapa membuat Aira jadi deg-degan.

"Mau pulang aja." Aira mau keluar, tapi Saka menariknya lagi dan pintu ruang musik ia kunci dari dalam, membuat Aira jadi panik.

Belum lagi, Saka tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya ke Aira, membuat gadis itu makin panik dan mulai berpikir yang aneh.

"MAU NGAPAIN ...!?" tanyanya dengan nada memekik. Aira hendak berteriak, tetapi ....

"Susu stroberi?"

Gadis itu urung dan terdiam bingung. "Hah?"
"Susu stroberi ... kan janjinya setiap pagi? Kamu tadi pagi kecelakaan terus gak balik lagi buat setor susu."

THE VIVID LINE OF YOU : Park SeonghwaWhere stories live. Discover now