26 : Harus Ketemu Saka!

48 10 0
                                    

Susah sekali rasanya hanya untuk bertemu dengan Saka Banyu Sagara.

Entah karena Aira yang susah mengimbangi kecepatan Saka, tapi dua kali kesempatan istirahat dan Aira selalu saja kalah cepat dari Saka yang sudah lebih dulu pergi dari kelasnya-entah ke mana.

Saka tidak ada di kantin, tidak di ruang musik juga. Akan sangat menguntungkan kalau ada yang tahu di mana pemuda itu berada, tapi bahkan teman-teman dekat Saka saja tidak tahu ke mana Saka pergi. Sialnya, ponsel Saka tidak bisa dihubungi.

"Buset. Ini orang HP-nya dipendem apa gimana?" gerutu Aira yang kesal karena ponsel Saka tidak aktif.

Aira bermaksud untuk mengembalikan jaket Saka, sekalian memastikan dengan matanya sendiri kalau pemuda itu baik-baik saja. Jujur saja mendengar kabar Saka ikut tawuran membuat Aira kepikiran, mungkin dia merasa cemas-dengan tidak tahu malunya. Tapi dia pikir ini masih wajar, jadi Aira akan gunakan alibi mengembalikan jaket untuk menanyakan keadaan pemuda itu, ataupun sebaliknya.

Jangan lupa kalau Aira masih merasa malu tentang insiden bercak darah menstruasi kemarin.

Aira pikir dia harus membuat janji lebih dulu, sebab dia juga awalnya mengira Saka sudah membolos. Tapi sejak pagi tadi Saka tidak bisa dihubungi, semakin membuat Aira yakin kalau pemuda itu pasti sudah meninggalkan sekolah sekarang.

"Kecepatan yang hakiki, mengalahkan Sun Go Ku dan awan Kinton-nya," cibir Aira, sampai ia berhenti di depan pintu kelas Saka yang sudah sangat sepi.

Sayup-sayup ia mendengar suara Saka berbicara dengan seseorang.

"Masih marah soal kemaren?"

Aira melirik ke dalam, dan rupanya Saka sedang berbicara dengan Yunan.

"Gue rasa api amarah gue nggak bisa padam gitu aja sebelum gue bisa nonjok mukanya langsung."

"Hm ... tekad lo perlu diacungi jempol, tapi kadang lo bikin gue sama yang lain takut ...."

"Takut kenapa?"

"Bang, kita semua tau siapa yang lo lawan, dan dia bukan orang biasa. Dia punya kuasa yang jauh lebih tinggi dari lo, dan gue gak yakin lo bisa lawan dia. Tapi kalau lo minta bantuan bokap ...."

"Udahlah, jangan ngarep gue bakal ganggu kehidupan baru bokap ataupun nyokap gue dengan masalah gue. Masalah gue, ya masalah gue."

"Tapi elo masih anak-anak, Bang ...."

Aira mengernyitkan kening, sembari bersembunyi dan akhirnya memutuskan untuk menguping. Meski dia tidak mengerti apa yang sedang Saka dan Yunan bicarakan di dalam sana.

"Gue masih anak-anak ...," ujar Saka, menjeda sebelum ia menatap Yunan dengan sorot mata sendu dan senyum mirisnya, "dia juga masih anak-anak, dan nggak seharusnya dia jadi begini karena kelakuan 'anak-anak' lain."

Yunan diam saja, sekali lagi dia berusaha memahami perasaan Saka.

"Kalau memang nggak ada orang dewasa yang mau berdiri di samping gue, nggak masalah. Bahkan kalau gue sendirian aja, gue pastiin gue bakal nonjok mukanya dan bikin tuh bajingan berlutut."

Aira semakin penasaran akan siapa yang sedang Saka bicarakan, sebab ucapan pemuda itu terdengar seperti membicarakan orang yang dia benci. Aira memutuskan untuk kembali menguping, mendekatkan telinganya ke dinding seakan itu bisa mempertajam pendengarannya.

Sampai tiba-tiba Saka muncul di depan wajahnya, sangat dekat dengan senyum dan sapaan ramah yang akrab. "Ai ...!"

"AAAA!"

Aira tentu saja terkejut bukan main, sampai dia berteriak dan membuat Saka terkejut.

"SAKA! BIKIN KAGET AJA!" ujar Aira, menetralkan napas dan degup jantungnya, sembari berusaha bersikap biasa sebab dia pikir dirinya sedang tertangkap basah menguping saat ini. "Ja-jangan suka muncul tiba-tiba begitu, dong! Gue 'kan kaget banget!"

"Maaf ...," jawab Saka, bersandar di kusen pintu sembari memperhatikan Aira, menunggu gadis itu selesai berdamai dengan rasa kagetnya.

Aira melirik Saka dengan ragu dan curi-curi, tatapan canggungnya yang seakan ditertawakan oleh pemuda itu membuat Aira jadi merasa kesal.

"Elo belum pulang?" tanya Aira, mengalihkan topik.

"Ini mau pulang. Elo sendiri belum pulang?"

"G-gue nyariin elo dari tadi, tau!?"

"Aduh, ada apa, nih? Aku jadi deg-degan," ujar Saka dengan nada menggoda, yang membuat Aira semakin mengerutkan keningnya atas tingkah pemuda itu.

"Gue mau balikin jaket."

Akhirnya Aira menyodorkan jaket milik Saka, meski masih sambil mengalihkan muka karena menahan malu mengingat insiden kemarin.

Tapi seperti perkiraannya, Saka terlihat biasa saja. Bahkan senang karena jaketnya wangi bukan main. "Wangi banget, elo pake pewangi berapa liter?"

"Y-ya, nggak sebanyak itu juga, sih ...."

"Makasih, ya."

Aira memperhatikan Saka; entah mengapa respons Saka yang biasa saja itu membuat Aira kesal. Padahal Saka pasti tahu alasan kenapa jaket itu dia beri pada Aira, tapi tidak menyinggung sama sekali. Rasanya mengganjal, padahal seharusnya Aira merasa lega dan melupakannya. Ah, dasar perempuan.

"Saka, soal kemarin ...."

"Iya?"

"Elo tau, kan, kenapa elo kasih jaket itu buat gue?"

Saka sempat terdiam, sebelum akhirnya mengangguk. "Iya ... gue tau."

Semakin panas telinga Aira karena rasa malu, tapi dia tetap melanjutkan perkataannya.

"Makasih," ujar Aira.

"Buat apa?"

"Udah minjemin jaketnya buat nutup darhhhh," ujar Aira, dengan sedikit meredam suara di bagian sensitifnya. Demi Tuhan, dia malu sekali.

"Nutup apa?"

"Darh ... haihhh."

"Hah?"

"Ih, Saka gue malu!"

Saka tertegun dengan reaksi Aira, tapi kemudian dia tertawa kecil. Dia juga mengerti apa yang Aira maksud, memang sengaja saja menggoda gadis itu sebagai hiburannya.

"Haha, maaf, maaf," ujar Saka, "tapi elo baik-baik aja, kan?"

"Hah?"

"Maksud gue kayak nggak ada keluhan, biasanya cewe kalau hari pertama haid itu suka sakit perut, sakit pinggang, sakit apa gitu ... elo nggak? Butuh obat nyeri haid? Butuh kompres perut gitu? Atau butuh makan sesuatu untuk bisa ngeredam sak-"

"Aduh, Saka ...," Aira menghentikan ucapan Saka yang seakan tak bisa di-rem itu dengan nada mengeluh, dan saat Saka sadar-wajah Aira sudah merah redam menahan malu. "Elo jangan terlalu perhatian sama gue begitu, dong! Gue bisa-bisa baper beneran!"

Saka terlihat tak mengerti, padahal dia berusaha bersikap baik pada Aira tapi mungkin karena dia laki-laki dan Aira perempuan-lantas ada beberapa hal yang tidak bisa dipahami oleh akal sehatnya, apalagi soal memahami perasaan dan pola pikir kaum hawa.

"Ya udah, kalau butuh sesuatu, bilang sama gue, ya?" tanya Saka, masih berusaha bersikap baik.

Tapi Aira malah mengalihkan tatapan sembari menggerutu, "Lama-lama rasanya kayak punya pacar beneran gue."

"Pengen?"

"Hah?"

"Pengen pacaran beneran sama gue?"

THE VIVID LINE OF YOU : Park SeonghwaWhere stories live. Discover now