37 : Insiden Kantin

37 8 3
                                    

Melihat kakinya yang sakit, seharusnya itu cukup jadi alasan Aira untuk absen beberapa hari. Tapi besoknya, entah apa yang membuat Aira menolak saran Elina dan malah berjalan menuju kelas dengan kaki diperban seperti ini.

Aira bilang, "Selagi masih bisa berdiri, dibuat jalan seharusnya baik-baik aja." Itu juga alasan yang Aira beri untuk Sephia setelah para murid selesai upacara bendera di hari Senin. Tentu Aira tidak ikut.

Aira bisa melalui jam pelajaran sampai istirahat datang, meski kakinya yang sakit terasa sedikit nyut-nyutan. Tapi dia mengabaikannya sejak pergi ke sekolah adalah keputusannya.

"Kalau kakinya kesleo mah mending diem aja kali di rumah! Dipaksa jalan juga nanti bisa aja bengkak dan tambah parah."

"Bener, tuh, Ai!" Gina setuju dengan ucapan Sephia, tapi Aira sepertinya tidak mau memikirkan kakinya seserius itu.

"Anyway, Saka masuk gak hari ini?" tanya Aira.

Sephia merengut. "Hm ... sesi bulolnya dimulai. Kaki kesleo bodo amat, tapi pacar yang tukang bolos dipikirin. Emang boleh sebulol ini?"

"Elo cemburu apa gimana, sih? Perasaan sensi mulu setiap gue ngomongin Saka?"

"Lah iya juga. Elo suka sama kak Saka apa gimana, Phi?" Gina bertanya, Sephia malas menjawab. Dia tahu pertanyaan Aira hanya bercanda, tapi akan berbeda artinya jika sampai ke otak Gina.

Lebih baik diam saja.

"Gue sama Gina mau ke kantin, mau nitip sesuatu, gak?" Sephia beranjak, hendak pergi tapi Aira malah berusaha berdiri.

"Gue ikut."

"Ya ampun, segitunya pengen liat kak Saka sampe maksain kaki yang sakit? Nanti gue panggilin, deh, kalo dia masuk."

Aira sedikit risi dengan Sephia yang seakan sengaja berbicara sekencang itu untuk membuatnya malu di depan banyak siswa lain.

"Gue cuma mau makan di kantin langsung, Phi! Elo apaan, sih?"

"Tapi kaki lo sakit, Ai; kenapa gak duduk aja terus biar gue sama Gina yang bawain makanan ke depan lo?"

"Bener, tuh, Ai!"

Aira sedikit kesal, tapi perhatiannya teralihkan oleh Bintang, Harun, Alfin, Vinno dan Sandi yang datang berbondong dan terburu-buru.

"Butuh tebengan ke kantin, Ai? Punggung Aa' siap menjadi penopangmu," ucap Alfin dengan gombalan khasnya, special untuk Aira seorang.

"Aa' Aa'. Ee' elo mah! Minggir, badan gue lebih berotot buat gendong Aira turun tangga." Bintang menggeser Alfin dengan kekuatan mutlak.

Sementara Harun dengan santai berbicara, "Adanya Aira malu kalo tunggangannya makhluk purba kayak elo. Sama gue aja, Ai. Punggung gue lebar dan kokoh, jangankan buat gendong elo, buat menjadi tulang punggung keluarga cemara kita nantinya aja gue sanggup lahir batin."

"Aira bisa sakit batin kalo nikah sama lo," Vinno menutup mulut Harun. "Sama gue aja, Ai, gue gak bakal ngeroasting elo selama perjalanan, kok. Gak kayak Sephia."

"Nyari mati lo!" Sephia meneriaki Vinno yang spontan menciut nyalinya.

"Becanda, Phi."

Sementara itu, Sandi tampak paling tenang. Dia juga berbiara dengan Aira dengan suara yang lembut.

"Kalo kakinya sakit mah mending makannya di kelas aja, Ai," ucapnya, "atau mau gue gendong sampe kantin?" tapi ujungnya tetap saja.

"Jangankan sampe kantin, sampe kursi pelam—"

"Lo semua minggir. Gue juga bisa bawa Aira sendiri!" Sephia mendorong semua laki-laki itu untuk menjauh dari Aira. "Lagian elo pada sebagai laki-laki jangan gampang banget pengen megang perempuan. Keliatan gak benernya tau lo pada!"

THE VIVID LINE OF YOU : Park SeonghwaWhere stories live. Discover now