14 : Kakak Kelas Rese

31 9 0
                                    

Sore dimana seluruh kegiatan sekolah sudah berakhir, Aira berjalan sendiri menuju pintu gerbang sembari memandangi dua kotak susu stroberi yang dibelinya kemarin dan hari ini.

"Masuk karena mau liat muka gue? Cih!"

Hari ini Saka tak masuk sekolah, entah karena apa alasannya; Aira tidak ingin mencari tahu. Gadis itu tetap melakukan tugasnya untuk membelikan Saka susu stroberi setiap hari, tetapi pemuda itu bahkan tak datang hanya untuk mengambil susunya.

Aira menghela napas, tidak akan sangat kecewa dirinya melihat tingkah Saka. Toh, banyak yang sudah mengatakan padanya kalau hobi Saka selain tawuran itu apa. Ya, bolos sekolah.

Aira tak tahu apakah hari ini akan jadi hari terakhirnya bertemu Saka sebelum pemuda itu menghilang untuk berminggu-minggu lamanya, dia tidak ingin peduli. Tetapi tindakan Saka kemarin sore masih meninggalkan kesan hangat tersendiri dalam dirinya.

Ia masih belum mengucapkan terima kasih secara langsung, pesannya juga tidak dibaca oleh sang empu. Hal itu membuat Aira bertanya-tanya; apa itukah yang membuat seharian dirinya merasa kekurangan sesuatu?

Apakah ketidakhadiran Saka hari ini adalah alasan mengapa sejak tadi Aira merasa kesal?

Apa dia kesal karenta tidak bisa melihat wajah Saka yang sudah berlaku selembut itu padanya?

Aira buru-buru menggeleng, sadar kalau dirinya sudah berpikir terlalu jauh dan serius menanggapi hubungannya dan Saka yang hanyalah sebuah sandiwara.

"Gue baper mungkin karena Saka itu cowo ganteng," ucap Aira, memperkuat imannya agar tak goyah oleh wajah tampan Saka.

Meski tak begitu berpengalaman dalam menjalin hubungan, tapi Aira pastinya bisa membedakan yang mana suka dan perasaan baper sementara. Karena itu ia meyakinkan dirinya, sebab ia tak mau salah menaruh rasa yang akan berimbas buruk untuk dirinya sendiri.

Setelah memantapkan hati dan pikirannya, Aira melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda. Tapi baru beberapa langkah keluar area sekolah, beberapa siswi datang dan menghadang jalannya. Aira memperhatikan, dan berasumsi bahwa para siswi yang tak dikenalinya itu sudah pasti adalah kakak kelasnya. Itu terlihat jelas dari cara berpakaian mereka yang sedikit 'bebas'.

"Aira?" tanya salah satu dari mereka, yang berdiri paling depan dan berpenampilan paling mencolok dengan seragam dan rok pendek yang sengaja dibuat ketat. Apakah dia sang ketua?

"Iya. Kenapa?" jawab Aira dengan lembut.

Geng yang berisi empat gadis itu saling natap satu sama lain, seakan-akan berkomunikasi dengan tatapan mereka yang membuat Aira curiga.

Perasaan Aira jadi tak enak.

"Sendirian aja. Saka-nya ke mana?" tanya satu yang lain.

"Sa-kak Saka gak masuk sekolah, Kak."

"Oh ... tau ternyata."

Aira tak tahu maksud kalimat barusan itu apa.

Karena tak tahu harus merespons sepereti apa, Aira akhirnya hanya tersenyum canggung lalu lanjut melangkah setelah izin pamit.

Tapi empat kakak kelas dengan make up yang berlebihan untuk ukuran anak sekolah itu tetap mengikuti Aira, dan terus bertanya-nanya tentang Saka tentunya.

"Jadi, kemarin foto barengnya di mana, tuh?" tanya salah satunya, Aira tak tahu yang mana.

Aira hanya menjawab, "Di ruang musik, Kak."

"WOW ... kalian ngapain di sana sore-sore begitu?"

"Kemarin kak Saka kekunci di ruang musik, dan aku dateng buat bukain pintunya, terus kita sempet foto sebelum pulang." Aira berusaha menjawab dengan halus dan sopan, tapi lama-kelamaan yang ditanyakan padanya makin banyak dan aneh-aneh.

"Gue penasaran, kalian udah ngerayain jadinya hubungan kalian apa belum." Siswi dengan rambut pendek yang berjalan paling ujung, bertanya pada Aira. Dari situ, kening Aira mulai mengerut.

"Maksud Kakak apa, ya?"

Mereka berhenti berjalan, lalu perhatian berpusat pada gadis berambut pendek yang sekarang tersenyum mesum ke arah Aira. "Simpelnya, ya kencan, atau kiss ... atau mau langsung having sex juga wajar, loh."

Setelah mendengar itu, Aira yang terkejut hanya bisa diam, sementara empat gadis yang ada di kanan-kirinya saling tertawa kencang seakan-akan yang teman mereka ucap barusan itu hal yang lucu.

Aira tak habis pikir dengan mulut anak-anak zaman sekarang.

"Huh ...," Aira menghela napas. Meski dia sakit hati akan perkataan kakak kelasnya, tapi Aira tak mau nangis.

Balas dendam harus dilakukan dengan elegan supaya nikmat. Aira pernah mendengar kalimat begitu dari seorang wanita cantik.

"Ya ... early sex mungkin sudah jadi hal yang wajar untuk anak-anak muda jaman sekarang, tapi kalau nanya sampai sejauh itu sama pasangan yang salah satu orangnya juga bukan temen Kakak, kayaknya itu agak aneh, ya ...."

Aira bakal membalas, seenggaknya untuk melindungi reputasinya sebagai 'pacar Saka Sagara'.

Tentu saja keempat gadis itu akan terkejut setelah mendengar balasan tajam dari Aira. Tapi mereka tak langsung menunjukkan amarah.

"Untuk ukuran adik kelas, lo cukup berani juga, ya~" ujar si ketua selangkah lebih maju ke depan Aira.

Aira tak mundur, lebih tepatnya berusaha untuk tak mundur atau ia akan kelihatan gentar dan mudah dikalahkan.

"Apa sumber keberanian lo? Saka Sagara?"

"Iya. Mungkin karena aku punya cowo yang Kakak gak punya."

Si ketua mengangkat satu alisnya, kelihatan seperti tertantang akan ucapan menohok Aira. Dia juga sepertinya berusaha menahan amarah supaya tak berbuat malu di depan sekolah.

"Tapi sekarang, cowo gue ada di sini, dan cowo lo gak ada-ups," gadis itu tertawa mengejek, bersikap seakan dia sudah menang melawan kata-kata Aira.

"Saka itu jarang banget, loh masuk sekolah, bahkan setelah dia punya pacar pun-kayaknya dia lebih suka bolos daripada elo. Jadi, kalau sumber keberanianlo itu Saka, semoga aja lo masih punya sisa keberanian sebagai orang yang dengan beraninya udah bikin gue nahan kesel ...."

"Atau kalau mau dapet tiket belajar dengan tenang kayak siswa biasa, lo bisa kok bayar pake hubungan lo sama Saka," yang satu bungkam, satu lagi buka suara. Aira rasanya harus berusaha bersabar lebih lagi dalam menghadapi gadis-gadis itu.

"Lo tau maksudnya, kan? Break up. P U T U S!"

Jujur saja, Aira benar-benar berharap Sephia akan datang. Setidaknya, dia ingin mulut pedas Sephia membungkam sejenak para gadis di hadapannya.

Tapi apa boleh buat. Aira tak bisa terus mengandalkan Sephia, apalagi masalah seperti ini adalah hal yang sudah Sephia peringati sebelumnya.

Baiklah, Aira akan membalas sekali lagi.

"Aku bakal putus sama kak Saka, kok ...," kata Aira, sedikit membuat orang-orang di depannya berharap, "tapi itu pun kalau kak Saka mau. Juga ... keputusan buat udahan harusnya diurus sama orang yang pacaran loh, Kak ... sama pihak-pihak yang punya hubungan."

Setelah itu, Aira tanpa pamit langsung pergi dari hadapan empat kakak kelasnya. Sementara orang-orang itu mulai bergunjing satu sama lain.

"Songong banget baru jadi pacarnya Saka doang!"

"Kayak Saka beneran suka aja sama dia! Gue sih masih gak percaya kalau mereka pacaran."

"Bohongan gak sih ...? Atau cewenya yang ngemis-ngemis biar bisa jadi pacarnya Saka?"

"Hihi ... kalo beneran begitu, bisa kita panggang tuh omongannya yang kelewat berani barusan. Kuy parkiran!"

Suara mereka makin sayup dan hilang, tapi saat ini pikiran Aira agak kacau. Sekuat apa pun dia, ini baru pertama kali dirinya berdiri di situasi seperti tadi. Aira yang sudah bersiap-siap untuk kemungkinan terburuk, nyatanya tetap goyah sewaktu dihadapkan langsung, padahal Aira tahu yang tadi itu belum apa-apa.

Aira tak langsung pergi ke halte untuk menunggu taksi, dia belum memesannya. Gadis itu hanya berdiri dengan tatapan yang mengedar tak jelas mau berlabuh ke mana.

Tak lama dari sana, satu motor berhenti di depanya. Kawahsakti hijau dengan suara knalpot berisiknya yang meski sudah disita sekolah berulang kali, tapi tetap saja kembali dengan sehat ke pangkuan sang empu.

"Eh, ada cewe cantik, nih ... sendirian aje, Neng?" ucap Alfin setelah melepas helm-nya, berbicara dengan aksen betawi yang biasa dia dengar di TV.

Entah kenapa, Aira merasa senang karena Alfin mendatanginya. Rasanya seperti ada sedikit pengalihan dari kacaunya perasaan dia saat ini.

"Gak pulang sama cowo lo, Ai?" tanya Alfin lagi.

Aira menggeleng. "Saka gak masuk sekolah."

"Mau pulang bareng gue, gak?" Aira senyum, "itupun kalau dibolehin sama kak Saka, sih ...."

Rasanya aneh. Aira tiba-tiba saja senang karena Alfin menawarinya untuk pulang bersama, padahal sebelumnya selalu Aira tolak karena tahu ujung-ujungnya pasti akan diajak kencan.

Tapi kali ini, Aira tersenyum lebar, saking senangnya sampai dia ingin menangis.

Gadis itu tak punya pilihan lain selain bersandar di punggung Alfin sewaktu air matanya hampir lolos, sebelum ketahuan. Aira bahkan belum menjawab tawarannya dan belum naik ke motor, tiba-tiba saja bertindak begitu. Alfin tentu saja kaget ... senang juga.

"Hehe, Ai ... gue tau lo tuh sebenernya demen sama gue, tapi gak di sini juga dong, Ai. Entar temennya pacar lo liat, bisa abis gue." Begitu kata Alfin dengan entengnya, padahal dia tak tahu kalau Aira sedang berusaha keras menyembunyikan air matanya dari Alfin.

Aira tertawa, "Haha, kepedean banget lo anaknya pak Sukma."

"Nama bapak gue bukan Sukma, ye!"

"Serius? Gue kira kayak Bintang Anugerah Hadi anaknya pak Hadi."

"Enak aja ... haha."

"Haha."

Aira masih berusaha untuk tertawa, meski canggung dan sumbang terdengarnya.

"Ai ...."

"Apa, Fin?"

"Lo nangis, ya?"

Bersambung.


THE VIVID LINE OF YOU : Park SeonghwaWhere stories live. Discover now