24 : Tian

48 9 4
                                    

Seorang wanita dewasa masuk dengan kepala tertunduk, membawa berita kedatangan tamu yang dinantikannya sejak tadi.

"Suruh masuk. Anter ibunya ke tempat mama," titah pemuda itu, lalu melirik seorang pemuda yang duduk di depannya.

Pembantu itu keluar setelah memahami perintahnya.

"Lo yakin info yang lo punya itu akurat?" tanya pemuda itu pada temannya yang kini ikut tersenyum.

"Gue yakin. Mata-mata gue orangnya bukan kaleng-kaleng."

"Serius, nih? Kebetulan banget, ya?"

Pemuda dengan rambut agak panjang di hadapannya turut tertawa. "Kebetulan yang berpihak sama lo. Gunain dengan baik."

Setelah itu, pemuda berambut agak panjang beranjak dari sana. Ia sempat berpapasan dengan Aira di depan pintu dan hanya tersenyum penuh keramahan sebelum meninggalkan tempat itu.

Aira sedikit terkejut dan bingung. Tapi ia tetap membalas senyumnya meski sedikit canggung, lalu gadis itu melangkah masuk ketika pintu dibuka oleh pembantu yang memandu jalannya.

Wah ... seorang tuan muda yang dikelilingi harta dan para pelayan yang siap melayaninya.

Ketika Aira memasuki ruangan anak dari teman ibunya itu, ia disambut dengan seorang pemuda yang bahkan tidak berdiri untuk menyambut kedatangannya.

"Hai," sapa pemuda itu, mengalihkan atensi Aira padanya.

"Hai ...."

"Aira Mandala Keins?"

"Iya."

"Silakan duduk."

Pemuda itu kembali menatap ke layar ponselnya, jarinya sibuk bergerak di atas layar seperti sedang berbalas pesan kilat dengan seseorang.

Tidak lama dari sana, masuklah beberapa pelayan yang datang sembari membawakan kudapan ringan dan makanan manis untuk disuguhkan pada Aira. Aira terkejut dan terkesima melihat ramainya meja yang ada di hadapannya kini.

"Silakan nikmati makanannya, gue tinggal sibuk sebentar," ujar pemuda tampan itu tanpa menatap Aira. Aira hanya mengangguk dan tersenyum canggung meski ia agak merasa tidak nyaman.

Aira dibiarkan duduk diam saja, tanpa diajak bicara atau tahu apa hal yang harus dia lakukan di tempat asing ini. Sesekali gadis itu melirik ke arah pemuda di sampingnya yang masih sibuk sendiri, sampai-sampai ia merasa lelah dan mengembuskan napas jenuh dengan kuat.

Suara yang tak sengaja ia keluarkan itu membuat sang pemuda melirik ke arah Aira. Ada beberapa detik pemuda itu hanya memperhatikan Aira, sebelum ia meletakkan ponselnya dan mendekati Aira.

"Jadi ... mau ngobrol sama gue?" tanya pemuda itu, seketika mengalihkan atensi Aira.

Dia bingung. "Ya ... kalau lo gak sibuk," jawab Aira dengan canggung. "Sebenernya gue gak tau tujuan utama ibu gue nyuruh buat ketemu elo. Gue cuma ikut aja," lanjut Aira; memperjelas.

Tapi pemuda itu malah tertawa, suara tawanya yang lembut mengingatkan Aira dengan seseorang.

"Jadi elo ke sini karena suruhan ibu lo, ya?" tanya pemuda itu.

"Iya ... memangnya elo enggak? Maksud gue, elo ketemuan sama gue karena suruhan ibu lo juga yang temen kerja ibu gue."

"Iya, sih. Ibu gue bilangnya gue harus berusaha deket sama lo."

Aira mengerutkan bibirnya; bingung. "Kenapa kita harus deket?"

"Gak tau. Ya mungkin niatnya cuma silaturahmi doang. Memangnya elo gak mau sebates berteman sama gue?"

THE VIVID LINE OF YOU : Park SeonghwaWhere stories live. Discover now