34 : Kencan Sama Tian

61 11 1
                                    

Hari minggu tiba, saatnya Aira bersiap untuk hal yang sudah direncanakan; pergi berdua dengan Tian.

Meski demikian, Aira tidak merasa bersemangat sama sekali. Mungkin karena dia dan Tian yang memang belum seberapa akrab, ataupun karena perasaan tidak enak karena pergi dengan pemuda lain yang bukan ‘pacar’-nya.

“Padahal Saka juga bukan pacar gue, tapi rasanya gue kayak lagi selingkuh dari dia,” gumam Aira, sembari menyisir rambut lurus hitamnya yang tidak ingin dia ikat hari ini. “Tian bilang kalau kita mau main ke mall aja, jadi nggak iket rambut juga nggak masalah, kan?”

Aira memperhatikan sekali lagi penampilannya. Mungkin hal yang membuatnya bersemangat dari agenda hari ini adalah; bahwa dia terlihat sangat cantik dengan penampilan manis yang memadukan baju kodok selutut berwarna merah muda dan kaos putih yang sederhana tapi tak mengurangi sisi manisnya.

Aira tersenyum pada refleksi dirinya di cermin. “Cantik banget gue,” memuji diri sendiri. Setelah itu, barulah ia bersiap turun untuk menemui Tian yang sudah menunggunya di ruang tamu.

Gadis itu sempat melatih senyumnya sebelum kembali berhadapan dengan Tian. Sebab hari di mana dia melihat Tian pertama kali adalah hari terakhir kali dia melihat pemuda itu. Rasanya pasti akan canggung lagi jika berhadapan langsung, meski mereka juga bertukar kabar lewat ponsel, tapi tetap saja Aira akan terpaku sesaat dan tidak tahu harus berbuat apa di hadapan Tian.

Apalagi jika dia muncul dengan penampilan sesempurna itu.

“Hai, Ai. Ketemu lagi kita.”

Tian menyapa, tersenyum pada Aira yang terpaku memperhatikan penampilannya. Kaos hitam berpadu celana slim fit berwarana senada, menambah kesan kaki jenjangnya yang sempurna. Jaket denim yang dia pakai membuatnya terkesan segar tapi tetap elegan. Aira seperti melihat gambaran model-model Asia Timur yang sedang digandrungi banyak gadis di seluruh penjuru dunia bukan hanya dari fisiknya, tapi juga cara berpakaiannya.

“H-hai, Tian ….”

Aira tanpa sadar tersenyum. Kebahagiaan para gadis seusianya itu tidak jauh-jauh dari uang dan pemuda tampan. Bagaimana Aira tidak tersenyum jika minggu paginya disapa oleh pemandangan seindah Tian? Apalagi saat ini Tian menatap rambutnya ala-ala member boyband Korea.

“Ibu udah nyapa elo, kan?” tanya Aira saat ia sudah berada tepat di hadapan Tian.

“Udah. Tapi dia pamit pergi duluan tadi.”

“Oh, gitu. Lo nunggu lama?”

“Gue baru dateng.”

“Oh ….”

Aira diam saja sejak Tian pun tak mengatakan sesuatu setelahnya. Bukan karena canggung, tapi Tian ingin diberi waktu sejenak untuk mengagumi sosok ayu di hadapannya sebelum mulutnya bisa benar-benar berkata.

“Lo cantik banget.”

Aira sempat membelalakkan mata sekilas, tapi langsung ia alihkan tatapan tersipu itu karena dia malu.

“Lo juga keren hari ini.”

“Gue mah keren setiap hari.”

“Boleh juga lo!”

“Ayo berangkat?”

Aira mengangguk. Saatnya dia memulai ‘kencan’ pertamanya dengan Tian meski sempat diselingi rasa gugup. Setidaknya setelah melihat Tian, Aira tidak merasa jika hari ini semembosankan yang ia duga.

“Ayo.”

Tian dan Aira berangkat menuju tempat tujuan, perjalanan berlangsung menyenangkan karena Tian banyak mengajak Aira bicara dan membahas hal seru. Aira tidak menduga sebelumnya, ternyata Tian pemuda yang seolah memiliki banyak hal untuk dibahas dan menghidupkan suasana. Sampai tak terasa beberapa menit perjalanan dan mereka tiba di mall yang menjadi destinasi mereka hari ini.

“Mau sarapan dulu?” tanya Tian, “lo udah sarapan?”

“Hm … udah, sih. Pake roti.”

“Kalau gitu ayo cari makanan berat buat sarapan lagi, biar nggak lemes.”

“Yuk.”

Tian dan Aira berjalan beriringan menuju sebuah restoran ramen, memesan dua porsi dan menyantapnya berhadapan seperti benar-benar berkencan.

“Gue kira elo nggak mau jalan sama gue, lho,” ujar Tian, di sela sarapan mereka.

Aira mengerjap. “Kenapa?”

“Ya karena gue pikir elo cewe yang pemalu, jadi susah diajak jalan.”

“Elo juga mau jalan sama gue ….”

“Masa iya gue nggak mau jalan sama cewe yang gue suka?”

“Uhuk!” Aira terbatuk kecil, untunglah tak sampai tersedak dan mempermalukan diri sendiri di awal kencan ini. “Elo … ngomong begitu lagi,” ujarnya, tertawa canggung.

“Emang kenapa? Kayak lagi ngegombal, kah, kedengarannya?”

“Hm … lebih kayak becandaan aja, sih, cuma main-main doang, kan?”

“Kalau gue serius, gimana?”

Aira terdiam saat Tian menaruh alat makannya dan memilih menatap Aira lekat-lekat, sembari menunggu jawaban sang gadis. Terang saja itu membuat Aira jadi gugup, ditatap sedekat ini dengan wajah setampan itu.

“Ti-Tian … jangan bikin gue baper!” ucap Aira, berusaha memperingati.

Why not? Gue bisa tanggung jawab, kok.”

Aira mengalihkan wajahnya, tersenyum kecut. Tidak Saka, tidak Tian; keduanya senang sekali asal bicara tanpa mempertimbangkan bagaimana rapuhnya perasaan seorang gadis seperti Aira. Apa mereka tidak berpikir jika Aira bisa saja jatuh hati karena ucapan manis yang mungkin hanya asal mereka ucapkan?

“Bahaya nggak, sih, ini?” gumam Aira.

“Apa? Apa yang bahaya?”

Aira kembali menatap Tian dan menggeleng. “Nggak ada. BTW, gue udah selesai makannya.”

“Gue juga. Mau langsung keliling?”

“Bayar dulu, nggak, sih?”

Tian tertawa kecil, manis sekali. “Ya iyalah gue bayar, sayang … masa langsung pergi?” Manis juga mulutnya yang asal memanggil ‘sayang’. “Tunggu di luar aja, gue bayar makanannya dulu.”

“Makasih. Nanti split bills, ya?”

“Nggak usah. Gue masih sanggup bayarin makan lo.”

“Sombong amat,” guyon Aira.

Tian tidak menanggapi dan Aira mengikuti ucapannya untuk menunggu di luar.

Setelah sarapan, Tian mengajak Aira untuk berkeliling Mall; mencari hal menarik untuk dilakukan berdua. Mereka pergi ke toko buku, mencari komik yang Tian gemari. Aira jadi tahu jika Tian sangat suka membaca komik terlebih lagi manga. Ya, hal seperti itu memang digemari anak muda zaman sekarang, kan?

Setelahnya mereka pergi menuju toko kosmetik, sejak Aira berkata dia perlu membeli beberapa kosmetik dan sejenisnya.

“Gak masalah, kan, kalau lama?” tanya Aira, “soalnya cewe suka lama kalau udah sampe ke tempat begini, dan gue juga begitu.”

Tian mengangkat bahunya santai. “Nggak masalah. Gue juga mau liat-liat.”

Aira menatap si pemuda dengan raut sedikit tercengang. “Mau liat-liat? Elo ngerti beginian juga?”

“Gue juga pake beberapa kosmetik atau produk perawatan kulit yang katanya cuma buat cewe itu, lho. Yang punya kulit ‘kan bukan kaum cewe doang, lagian hal seperti ini harusnya bersifat unisex, nggak, sih? Semua gender boleh pake.” Aira hanya melihat Tian yang berbicara lebih panjang, dengan raut serius yang menekankan ucapannya. Aira tersenyum, Tian melihatnya. “Tapi gue nggak dandan berlebihan sampe keliatan kayak cewe, kok!”

“Haha!” Tapi Aira malah tertawa makin kencang. “Iya, gue tau; gue bisa liat sebaik apa elo gunain hal-hal begini buat ngerawat muka lo.” Aira mengacungkan dua jempolnya, lalu melanjutkan perburuannya—diikuti Tian di dekatnya.

“Mau beli lipbalm?” tanya Tian, menarik atensi Aira yang semula terlihat bingung.

“Iya. Lipbalm gue di rumah kayaknya nggak cocok, bibir gue rasanya agak gatel setelah pake.”

“Lo pake merk apa?”

Aira menunjuk merk yang dia pakai yang juga terpampang di etalase toko itu.

“Oh … pake yang ini aja.” Tian menunjuk merk yang dia sarankan. “Harga membawa kualitas.”

“Lo pake itu?”

“Iya. Ringan, nggak kerasa eneg kalau nggak sengaja masuk mulut, dan yang pasti—gak bikin iritasi.”

Aira mengangguk, tapi masih terlihat ragu. “Beneran, nggak, nih? Nanti beda lagi efeknya kalau gue pake.”

“Nggak tau juga, sih … tapi lo liat bibir gue,” Aira menoleh, tapi dia cukup terkejut saat Tian mendekatkan wajahnya—ini terlalu dekat, Aira jadi sedikit kurang fokus.
























Author's note :

Aduh Tian di kepala author tuh emang ganteng banget gilak. Tapi karena Author jadiin villain, sayang banget nggak berani spill face claim😭🙏
Author spill dikit deh ya idol yang mukanya author pinjem buat Tian.

Idol kelahiran 1998 dan dia visual juga di grupnya, sama kayak Hwaseong:)

Kalo mau lebih spesifik, tanggal dan bulan lahirnya sama kayak saya:)

JIAHAHA SELAMAT MENEBAK JEBROT

THE VIVID LINE OF YOU : Park SeonghwaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ