Chapter: 32

2K 173 13
                                    

Hari ini lebih tenang dari biasanya, meski kepulan asap dari pembakaran mayat tadi malam sempat mencemari lingkungan.

Rakyat sudah menyetujui pengalihan kekuasaan. Saat Husok membeberkan alasan Yun Gi menutupi kebenaran bahwa sebenarnya Yun Gi tidak buta, semua rakyat abai, bahkan mereka seolah tidak peduli dan tidak ingin mendengarnya.

Ternyata, yang rakyat inginkan hanyalah Yun Gi yang naik tahta, tidak peduli dia buta, tidak peduli pangeran itu cacat, yang terpenting mereka hanya ingin memiliki pemimpin yang bisamengayomi mereka.

Kudeta yang Yun Gi lakukan adalah sebuah keputusan besar yang sangat tepat.  Husok bersama Yun Gi disampingnya bahkan sampai berkaca-kaca saat mendengar ucapan tulus dari semua rakyat.

Namun, sepertinya ketenangan itu hanyalah sementara, karena sebuah kabar mengejutkan kembali terdengar.

Saat ingin menyimpan abu dari jasad Jonwo dan Sohyun di istana utara, para pelayan justru dihebohkan dengan seseorang yang gantung diri di ruangan penyimpanan abu.

Ibu Suri Wahan telah meninggal dengan posisi yang mengerikan.

Sementara itu Sang Raja yang baru, dengan istrinya sekarang sedang berada di kolumbarium yang letaknya sedikit jauh dari istana, rumah abu tempat menyimpan abu orang tua Yun Gi,  khusus keluarga Min.

Yun Gi sempat tidak ingin masuk kedalam rumah abu tersebut, matanya memerah mengingat percakapannya dengan Jonwo dahulu. Meski ingatan itu sudah hampir dua puluh tahunan, tapi masih bisa membuatnya bergetar.

"Kenapa malah kembali ke sini, ibumu bisa memarahimu lagi."

Yun Gi yang berusia sepuluh tahun itu menggeleng, wajahnya benar-benar datar, "Aku sedang marah, appa dan eomma sangat menyebalkan."

Jonwo menghela napas, "Itu karena orang tuamu menyayangimu, jika mereka sudah tiada, kau baru akan menyesal."

"Aku akan menyusul mereka, maka aku tidak akan menyesal." Jonwo menyentil kening Yun Gi main-main, "Ah!"

"Anak kecil jangan berpikiran buruk seperti itu."

Yun Gi abai, ia benar-benar keras kepala. Namun sesaat kemudian, ia berujar polos, "Paman, kalau begitu bantu aku. Nanti buatkan aku rumah abu untuk keluarga kita ... rumah abu yang khusus untuk keluarga Min. Saat meninggal nanti, arwah kita bisa berkumpul bersama di rumah itu."

Bagi Yun Gi, perkataannya dahulu begitu polos dan lugu, ia sampai tidak berpikir jika Jonwo meskipun keturunan keluarga Min, ternyata dia tidak dianggap.

Namun, setelah Jonwo naik tahta, ternyata Jonwo malah benar-benar mengabulkan permintaannya untuk membangun sebuah rumah abu di tempat yang indah ini, jauh dari keramaian orang-orang, hingga orang tuannya bisa beristirahat dengan damai.

Raja Goryeo itu menyeka air matanya, ia mudah sekali menangis ketika mengingat paman brengseknya. Ternyata, pamannya tidak main-main saat mengatakan jika ia menyayanginya.

Dengan cepat Zea memeluknya, memberi usapan halus pada punggung kekar sang suami, berusaha menenangkan.

Semalaman suntuk, suaminya banyak sekali menangis, bahkan dadanya di pagi hari masih terasa basah akibat dijadikan tumpuan kepala Yun Gi.

Tangisan yang tertahan, hening dan menyakitkan.

Tangan Zea terulur, menyeka air mata Yun Gi lembut. Ia menggenggam wajah Yun Gi, lantas mengecup kedua mata suaminya bergantian, ia berujar manis, "Suamimu sayang, ayo masuk. Orang tuamu sudah menunggu."

Pasangan suami istri itu kini melakukan ritual penghormatan, beberapa kali Zea mengikuti gerakan suaminya patah-patah, karena sungguh! Ritual ini sedikit berbeda dari yang sering dirinya lakukan di zaman modern.

WANG MIN Where stories live. Discover now