Chapter 10 - Diary

280 62 31
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Seluruh kesamaan nama, alur, tempat, dan kejadian tidak berhubungan dengan kehidupan nyata dan murni imajinasi penulis.

 Seluruh kesamaan nama, alur, tempat, dan kejadian tidak berhubungan dengan kehidupan nyata dan murni imajinasi penulis

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

〰️



"Dasar bodoh!"

Suara seruaan itu membuat Lytha sedikit meringis lalu menutup telinganya guna menghindari omelan dan suara paman Antony yang sudah melebihi speaker.

Lytha menoleh menatap Antony sebal, lalu melotot tidak suka dan langsung dibalas tatapan yang lebih tajam dari pria itu. Seraya berkacak pinggang, ia mendekat kearah ranjang UKS yang Lytha tiduri.

"Dasar, sinting! Kalau kau mau mati, berdiri saja di tengah rel kereta dan tunggu sampai kau ditabrak hingga hancur atau kau bisa terjun ke jurang. Ah, dua blok dari sini ada danau yang berisi buaya.. terjun saja kesana!"

Lytha menatap Antony dengan pandangan sulit diartikan. Jadi Antony berharap ia mati? atau menasehatinya? Lytha bingung jadinya.

"Lakukan apapun yang ingin kau lakukan agar mati. Lakukan apapun dasar bodoh! Aku tidak peduli.. lakukan saja sana!" Ada jeda sejenak dalam kalimatnya, "Tapi tidak dengan berlomba lari di saat kau didiagnosa penyakit jantung!"

"-Fuck." Lanjutnya dengan nafas terengah-engah. Lytha tersenyum geli, ada perasaan hangat dalam dirinya saat mengetahui ada seseorang yang khawatir akan kondisinya.

"Apa paman barusan mengumpat?!"

Antony tersadar lalu menggeram kesal, "Sial, Berapa kali aku mengumpat. Dasar Brengsek kau Antony, mati saja sana!"

Lytha tertawa mendengarnya dan langsung membuat Antony mendelik kearah gadis itu. Ia lantas mengulurkan tangannya kemudian menjewer Lytha. Tidak terlalu keras namun mampu membuat Lytha menghentikan tawanya dan meringis pelan.

"Dasar gadis brandal. Sudah ke sekian kalinya kau hampir mati dan sekarang kau malah tertawa?!"

Lytha menyingkirkan tangan Antony seraya merengut sebal, "Aku saja tidak masalah, kenapa paman repot!"

Antony terkejut, matanya memanas seketika. Ia memukul kepala Lytha pelan dengan kesal.

"Jika tidak ada alasan kau untuk hidup, setidaknya lakukan untuk paman. Jaga hidupmu untuk paman."

Lytha tertawa canggung, matanya menatap tak tentu arah agar tidak menangis. Dalam hati ia bersyukur mempunyai seseorang yang mengkhawatirkannya seperti ini. Dia bersyukur punya Antony.

Antony terdiam melihat Lytha yang terlihat berusaha untuk tidak menangis. Selalu saja seperti itu dan berpura-pura kuat. Pria itu kemudian meminta Lytha untuk beristirahat yang tidak lama kemudian gadis itu sudah tertidur lelap.

Saat melihat wajah Lytha, Antony tiba-tiba saja teringat wajah Nancy- ibunya Lytha. Dibandingkan dengan Gytha, Lytha sepertinya lebih banyak memiliki fitur wajah kemiripan dengan ibunya. Karena mereka kembar tidak identik, tentunya Gytha lebih banyak mewarisi wajah ayahnya.

Secret of Twins [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora