Chapter 14 - Bertengkar

299 60 32
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Seluruh kesamaan nama, alur, tempat, dan kejadian tidak berhubungan dengan kehidupan nyata dan murni imajinasi penulis.

 Seluruh kesamaan nama, alur, tempat, dan kejadian tidak berhubungan dengan kehidupan nyata dan murni imajinasi penulis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

〰️

"Ada apa ini ribut-ribut?"

Masih dengan suasana tegang yang terjadi, ketiganya kompak menoleh saat suara Rio datang dan menginterupsi. Pria tua itu berjalan santai menuju lokasi yang menjadi keributan dirumahnya. Masih dengan setelan jas yang rapi namun dengan dasi yang sudah longgar, Rio mendekat sambil membuka jasnya.

Ketiganya masih saja bungkam dan sibuk dengan pikirannya masing-masing sampai tiba-tiba.. Gytha yang berdiri secara mendadak dari tempat duduknya merasa oleng karena rasa pening yang muncul. Rio sontak kaget dan langsung berlari dengan cepat untuk menopang gadis itu.

Melewati Lytha yang juga sebenarnya sedang merasakan sakit pada dadanya. Lytha meremas dadanya kencang saat melihat Ethan yang juga ikut mendekati Gytha guna memeriksa kondisi gadis itu.

"Ethan, cepat bawakan air. Biar paman yang menopangnya."

"Baik, paman."

"Sudah kubilang untuk tidak berlama-lama dibawah sinar matahari. Kau itu masih.."

Begitulah samar-samar percakapan yang di dengar dari mereka yang masih sibuk berusaha membantu Gytha. Sedangkan Lytha menatap nanar dari jauh dengan pandangan yang berkunang-kunang dan rasa sesak yang semakin menyiksa.

Pah, aku juga sakit.

Ingin rasanya Lytha berteriak dengan kencang seperti itu. Melihat Gytha yang selalu mendapatkan perhatian, rasa sayang, dan juga segala hal membuat Lytha semakin membenci dirinya sendiri.

Iya, dia benci dirinya sendiri yang selalu iri pada adiknya yang sakit.

Lytha menunduk dalam sambil meremas dadanya kencang dan berusaha menahan isakkan, saat itu ia tiba-tiba ingat dengan janjinya dulu saat ibu dan ayahnya yang pulang dalam keadaan sangat acak-acakan.

Keduanya menangis bersama diruang tamu saat Gytha sedang dalam masa kritis. Waktu itu, ibunya yang dalam kondisi apapun biasanya akan menyempatkan diri untuk menemui atau menyapa Lytha kecil bahkan sampai mengabaikan gadis itu sangking kalutnya.

Lytha yang ketika itu berumur 6 tahun hanya bisa bersembunyi disela-sela tangga, melihat ibunya— satu-satunya orang yang ia anggap menyayanginya sedang bersedih dan berpikir kalau Gytha sampai kenapa-kenapa, mungkin ia tidak pernah melihat senyum ibunya lagi.

Makanya saat itu ia berdoa melalui tangan kecilnya dengan sepenuh hati. Lytha memberanikan diri berlari menuju Nancy, memeluk wanita itu yang juga balik membalas pelukan kecil tersebut.

Tolong biarkan Gytha hidup. Jika Gytha hidup, aku akan menyerah atas semua kebahagiaanku.

Air mata Lytha meleleh perlahan mengingat memori tersebut. Mungkin itu hal pertama dan terakhir tuhan mendengar doanya. Ia benci mengakui bahwa hal yang selama ini terjadi pada hidupnya mungkin karena doanya sendiri.

Secret of Twins [END]Where stories live. Discover now