Eclair [1]

1.1K 81 8
                                    

_____________________________

Happy Reading!
_____________________________

Malam yang gelap di musim semi, di taman hiburan Rainbowvale pusat kota Hunterstrict, ada sebuah kedai kecil dengan tirai ungu berumbai-umbai yang melingkupinya. Di dalamnya, dikatakan kau bisa mengetahui takdirmu dan masa depan yang akan kau hadapi hanya dengan melihat sorot mata dan struktur wajah.

Begitu kau melihat tempatnya, ada tarikan magnetis yang membuatmu ingin memasuki tempat itu. Seolah-olah seseorang sedang membisikimu untuk masuk dan menerima takdirmu.

"Kalian anak-anak yang cantik dan menarik... maukah kuberi tahu suatu rahasia tentang masa depan kalian?" Peramal berjubah hitam dengan topi ungu yang duduk bersila di hadapan meja bundar itu memutar dua buah dadu di atas meja.

Ada tujuh orang anak perempuan di kedai itu. Mereka hanya memandang sang peramal dengan bingung.

"Masa depan? Apa aku akan jadi orang kaya di masa depan?" Seorang anak bermata hijau, berambut cokelat panjang, dan berpakaian serba hitam di kanan sang peramal bereaksi. "Aku tidak mau diramal kalau aku tidak menjadi orang kaya."

"Oh Kristal... kau akan jadi orang kaya." Peramal itu terkekeh kecil. Dia mengeluarkan beberapa kartu dari balik jubahnya, mengayunkannya sesekali, lalu menjejerkannya di atas meja.

Dua dari anak perempuan disana berdiri untuk melihat kartu apa yang dikeluarkannya. Mereka sama-sama berambut blonde, hanya saja yang satu bermata biru dan yang satu bermata abu.

"Camilla! Kartu-kartu ini cantik sekali!" Sang mata abu memberitahu sepupunya dengan semringah.

"Oh, jangan bilang kau sangat suka dengan hal-hal seperti ini, Clara!" Anak bermata biru bernama Camilla tadi menggerutu. "Bibi akan memarahimu terus-terusan."

"Hoho," sang peramal tersenyum misterius, "Clara dan Camilla, ayo pilih kartu kalian."

Setelah kedua anak tadi memilih, anak yang tadi hanya duduk diam di kiri sang peramal menarik perhatiannya.

"Angela? Kau tidak memilih kartumu?"

Anak berkulit pucat dengan rambut cokelat dan mata abu itu menipiskan bibir merahnya. "Aku ambil sisanya saja."

"Hei, peramal! Ini tidak masuk akal. Kenapa kau menyuruh kami memilih kartu iblis?" Seorang anak bermata hijau dan berambut ombre dengan raut wajah marah menghampiri peramal tersebut. Garis wajahnya tegas, begitupun sorot matanya. Sang peramal yakin dia akan menjadi hebat di masa depan.

"Thalassa, kau hanya harus percaya. Tidak maukah kau mengintip sedikit tentang masa depanmu?" jawab peramal itu. "Cepat pilih kartumu."

"Menyebalkan sekali!" decak Thalassa. Dia lalu menunjuk dua orang anak yang ada di pojok kedai, dekat dengan rak-rak buku milik sang peramal. Nampaknya, mereka adalah kutu buku disini. "Peramal, kau lihat mereka itu." Thalassa menunjuk ke arah anak dengan tampilan girly –karena rambutnya dikuncir dua dengan pita–, dan anak berkuncir ponytail disana. "Mereka dari tadi mengobrak-abrik bukumu."

"Gosh!" Peramal itu menghampiri kedua anak di pojokan tersebut. "Lucya! Samara! Letakkan buku itu! Jangan pernah sembarangan menyentuh atau membuka apapun jika kalian tidak mau menyesal!"

"Maaf," anak berambut ponytail menunduk sopan. "Samara minta maaf."

Lucya –sang anak berkuncir dua– justru asik membaca salah satu buku yang tadi secara acak diambilnya.

"Lucya, ambil kartumu dan berkumpullah di meja bundar. Sekarang."

Walau berdecak sebal, Lucya menurut.

𝗗𝗼𝘄𝗻 𝗙𝗼𝗿 𝗟𝗼𝘃𝗲Where stories live. Discover now