Flower in Darkness [1]

382 41 2
                                    

[Inspired by: EXO - Black Pearl]

_____________________________

Happy Reading!
_____________________________

"Do you really exist? You seem far from reality."


Ada sebuah rumor lama yang tak lenyap meski ditelan waktu hingga berabad-abad lamanya.

Tentang Red Moon, sang laut gagah yang memisahkan daratan Evez dengan Laux.

Ada kalanya, para nelayan selalu mendengar suara nyanyian merdu di laut tatkala bulan masih menyambangi bumi dan garis imajiner antara keduanya hampir membutakan keyakinan orang-orang yang melihat.

Mereka percaya bahwa dalam keheningan laut yang gelap itu, ada sosok yang sedang bersembunyi sedemikian rupa untuk menjalani hidup yang penuh kutukan. Siapa yang mendengarnya bernyanyi, bersiap-siaplah untuk mati.

Rumor ini terus berhembus kencang hingga ke pesisir pantai Hadamara di kota Ricantre, daratan Evez, dan juga pantai Torewama di kota Saint Halley, daratan Laux.

"Kalau kau melihat seseorang muncul dari dalam air, abaikan saja. Dia bukan manusia." Begitulah para leluhur berkata.
"Mereka itu sangat pandai dalam hal meniru dan mengelabui. Jangan pernah menyimpan apapun tentang mereka."

Meski rumor ini tak lekang oleh waktu, Red Moon yang dijadikan sebagai pusat pertambangan minyak itu tetap ramai. Rumor tak menyurutkan niat siapapun untuk mengeruk keuntungan dari tempat itu.

"Apalagi jika mereka sudah bernyanyi dan berkomunikasi. Kemungkinan besar-"



"Hai, Ayah. Kenapa ada disini?"

Seorang pria dengan jaket kulit cokelat yang sejak tadi memandangi sebuah lukisan megah di ruangan basement pribadinya menoleh ke belakang, menemukan figur seorang gadis berusia 22 tahun tengah berjalan mendekatinya sembari melipat tangan di depan dada.

George Sea, pria berumur 47 tahun itu mengulas senyum tipis. "Tidak ada apapun, Jeslyn. Ayah hanya... mengenang masa lalu."

Sang putri berperawakan tinggi langsing itu maju mendekati ayahnya. "Kapan Ayah akan mencari Ibu? Aku... merindukannya...."

George hanya diam. Netra birunya masih memandang lukisan di hadapannya tanpa goyah.

Manik abu Jeslyn kemudian ikut menyelisik lukisan besar yang menggantung di dinding depan mereka. "Aku tidak tahu kalau Ayah pandai melukis. Indah sekali.... Mataku seperti disihir oleh lukisan ini."

"Sangat indah, bukan?" tanya George pelan.

Pandangan Jeslyn turun mengamati sebuah kotak kaca kecil transparan yang diletakkan di atas meja kayu bundar, tepat di bawah lukisan tersebut.

"Kenapa Ayah menyimpan rambut palsu di dalam kotak itu? Dan...." Jeslyn mendongak, kembali memandang lukisan. "Rambut itu mirip sekali dengan rambut sosok yang ada di lukisan Ayah."

Senyum masih terpatri di bibir George. "Itu karena dia sangat mempesona. Menawan. Cantik sekali...."

Tanpa sepengetahuan Jeslyn, pria itu melanjutkan dalam hati.

𝗗𝗼𝘄𝗻 𝗙𝗼𝗿 𝗟𝗼𝘃𝗲Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang