6/6

431 48 18
                                    

8. 30 PM

Joanna baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya basah karena baru saja bersuci. Karena sudah datang bulan selama satu minggu ini. Sehingga kemarin, mereka belum sempat melakukan itu karena terhalang masa haid.

Jeffrey yang sejak tadi menunggu di tepi ranjang tidak berhenti tersenyum saat ini. Dia tidak munafik, jelas dia menantikan malam ini. Malam saat dia bercinta dengan istrinya untuk yang pertama kali. Karena selama pacaran mereka belum pernah melakukan ini.

"Aku keringkan rambut dulu, ya? Nanti kasurnya basah."

Jeffrey mengangguk singkat. Dia juga bangkit dari ranjang. Ingin membantu Joanna mengerikan rambut panjangnya.

Dengan sigap, Jeffrey mulai meraih hair dryer yang ada di atas meja rias. Lalu mencolokkan kabel pada stop kontak. Kemudian meminta istrinya duduk di kursi sekarang. Karena dia yang akan bekerja.

"Duduk sini! Biar aku yang keringkan!"

Joanna terkekeh pelan. Lalu duduk di kursi rias. Menatap cermin yang menampilkan suaminya tersenyum lebar.

Jeffrey mengerikan rambut Joanna dengan pelan. Dia benar-benar sangat telaten dalam mengerjakan tugas. Meski tahu jika nanti rambut ini akan kembali basah. Entah terkena keringat atau justru karena mandi besar part dua.

"Aku sebenarnya penasaran."

Ucap Joanna tiba-tiba. Membuat Jeffrey lekas menatapnya. Dari cermin yang ada di depan.

"Soal apa?"

"Soal kamu yang tiba-tiba ingin menikah denganku. Padahal hubungan kita masi tergolong baru. Maksudnya, belum ada satu tahun. Kamu tidak takut?"

Jeffrey terkekeh pelan sebelum menjawab. Karena merasa lucu saja. Sebab Joanna baru berani bertanya sekarang. Padahal dia sudah menyiapkan jawaban sejak lama.

"Kenapa harus takut? Memangnya kamu hantu?"

"Bukan begitu, kamu mah! Aku serius!"

Joanna merajuk. Dia tampak merenggut. Membuat Jeffrey gemas dan mulai menunduk. Lalu mengecup pipi wanita itu.

"Klise namanya kalau aku mengatakan karena kamu berbeda dengan wanita-wanita yang pernah kukencani sebelumnya. Karena pada dasarnya semua manusia memang berbeda, anak kembar identik saja masih memiliki perbedaan. Apalagi yang bukan. Aku menikahi kamu karena memang merasa kamu orangnya. Aku nyaman saat kita bersama dan aku rasa kita memang cocok bersama. Banyak hal yang sudah kita bicarakan sebelumnya. Masalah keluarga, finansial, kesehatan dan bahkan seks juga. Aku merasa bisa menerima itu semua dan kamu juga sebaliknya, kan? Lalu apa lagi yang ditunggu sekarang?"

Joanna tersenyum lega. Karena jawaban Jeffrey cukup masuk akal baginya dan tidak menyakitinya juga. Padahal, dia sudah mempersiapkan diri jika saja jawaban Jeffrey mengecewakan.

Iya. Karena Joanna mengira jika Jeffrey ingin cepat-cepat menikahinya karena desakan orang tuanya. Lebih parahnya lagi karena tidak mau repot dijodoh-jodohkan lagi oleh mereka. Namun ternyata, jawaban menyenangkan yang didapat.

"Sudah kering, nih! Selanjutnya pakai vitamin!"

Jeffrey meletakkan hair dryer di atas meja. Lalu menyemprotkan vitamin pada rambut istrinya. Membuat Joanna tersenyum semakin lebar. Karena merasa jika Jeffrey benar-benar memperhatikan dirinya. Sampai paham akan hal seperti ini juga. Padahal, sejak tadi dia hanya diam dan menggenggam botol vitamin rambut saja.

"Sudah, selesai!"

Joanna langsung bangkit dari duduknya. Lalu menangkup kedua wajah Jeffrey sekarang. Memberi kecupan pada wajahnya. Kemudian turun di bibirnya. Melumatnya pelan meski agak terasa nyeri karena bibir bawahnya masih luka. Akibat terkelupas sebelumnya.

Jeffrey yang mendapat lampu hijau tentu saja tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Dia mulai membalas lumatan dan membawa Joanna menuju ranjang.

Melucuti pakaian dan melakukan kegiatan yang seharunya mereka lakukan semalam. Namun harus tertunda karena Joanna datang bulan. Sehingga baru malam ini mereka bisa melakukan.

2. 30 AM

Joanna belum terpejam. Pikirannya masih berkelana di luar sana. Memikirkan Teressa yang mengatakan ingin Jeffrey menikahi dirinya, secara tiba-tiba.

Membuat Joanna jelas merasa murka dan berujung tidak membalas pesan terakhirnya. Bahkan, dia juga memblokir nomornya. Karena merasa jika Teressa sudah keterlaluan. Sebab jika dia benar-benar teman baiknya, dia tidak akan sampai hati berkata demikian.

Jika dia benar-benar temanku, dia tidak akan menyakitiku.

Batin Joanna sembari memeluk Jeffrey. Pria ini sudah tidur lelap sekali. Mungkin lelah karena satu minggu kemarin sibuk mempersiapkan pernikahan dan yang lain.

"Terima kasih, Sayang."

Bisik Joanna sembari mengecup bibir Jeffrey. Membuat pria ini tersenyum kecil. Seolah masih terjaga padahal dia hanya bermimpi sedang mendapat kecupan oleh si istri.

Joanna berusaha memejamkan mata. Sembari memeluk suaminya. Hingga pagi tiba.

9. 00 AM

Joanna baru saja membuka mata. Dia melihat jika kamarnya masih gelap. Tidak ada penerangan. Jeffrey juga sudah tidak ada di sampingnya. Membuat Joanna lekas bangkit dan mencarinya.

"Jeff? Jeffrey?"

Tanya Joanna setelah menghidupkan lampu kamar. Lalu memasuki kamar mandi berharap Jeffrey ada di sana. Namun sayang, di sana tidak ada siapa-siapa.

Ceklek...

Pintu kamar tiba-tiba saja terbuka. Joanna langsung menatap siapa yang datang. Berharap dia suaminya.

"Sudah bangun ternyata. Pas sekali sarapannya sudah matang."

Jeffrey tersenyum cerah. Membuat Joanna ikut menyunggingkan senyumnya. Lalu berjalan mendekat.

"Kok tidak bangunkan aku? Kamu bangun jam berapa?"

"Jam lima. Aku sudah bangunkan, tapi kamu tidak mau bangun. Ya, sudah. Aku biarkan saja. Bagaimana tidurnya? Nyenyak? Kamu tidak mimpi yang aneh-aneh, kan?"

Joanna menggeleng pelan. Dia mulai terkekeh juga. Sebab semalam, mereka memang sempat berbincang tentang hantu-hantuan. Karena ini rumah baru yang mungkin saja sudah ada penunggunya sebelum mereka.

"Mau mandi sekarang atau sarapan?"

"Aku mandi dulu saja. Kamu sudah lapar?"

"Belum, tadi sudah makan buah. Kamu mandi dulu saja, aku tunggu di luar."

Joanna mengangguk singkat. Lalu bergegas membersihkan badan. Sedangkan Jeffrey mulai merapikan ranjang. Mengganti sprei dan bed cover juga. Dengan senyum yang terus mengembang. Karena masih mengingat kegiatan semalam.

Tidak lama kemudian Joanna selesai. Rambutnya yang basah masih digulung handuk kecil. Lalu duduk di kursi balkon bersama Jeffrey. Sarapan di sana sembari berbincang dan sesekali terkekeh kecil.

"Kenapa kamu bawa sarapan ke atas? Kita bisa sarapan di bawah."

"Mbak sedang bersih-bersih sekarang. Perabotan baru saja datang. Jadi rumah kotor semua. Aku tidak mau istriku makan di tempat yang tidak nyaman."

Joanna tersenyum sembari mengunyah. Dia juga menatap Jeffrey penuh cinta. Dalam hati dia terus bergumam.

Mengatakan jika tidak mungkin dia membagi suaminya dengan wanita lain di luar sana. Meksi itu adalah Teressa. Teman baiknya.

Di tengah sarapan mereka, tiba-tiba saja ada tamu tidak diundang datang. Dia sedang menatap takjub rumah megah yang ada di depannya. Lalu membuka pintu dengan percaya diri seolah dia pemiliknya. Membuat tiga ART yang sedang bersih-bersih mulai menatap bingung dirinya.

30 comments for next chapter!!!

Tbc..

TWO MOONS [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang