14/14

297 52 28
                                    


Joanna menghadap Jeffrey yang sudah menatapnya tajam. Membuat bulu kuduknya meremang. Sebab Jeffrey memang tidak pernah seperti ini padanya.

"Maaf, tadi aku buru-buru. Jadi tidak sempat pamit padamu. Ponselku juga sejak tadi dalam mode hening, tidak tahu kalau kamu berkali-kali memanggil."

Ucap Joanna dengan tenang. Meksi dalam hati agak ketakutan. Takut Jeffrey semakin marah. Mengingat sebelumnya, pria ini sudah mendiami dirinya.

"Jadi benar kalau kamu ada hubungan dengan Jordan? Kamu pernah suka dia, iya? Kamu pernah memberinya bekal juga, kan?"

Joanna yang mendengar itu mulai menarik nafas panjang. Lalu berjalan memasuki gerbang. Sebab malu jika berdebat di depan dan disaksikan dua satpam.

"Kita bicara di dalam. Jangan bahas ini di luar."

Jeffrey mengekori di belakang. Dengan kedua tangan yang sudah mengepal. Membuat dua satpam yang sejak tadi menguping tampak takut sekarang. Sebab baru kali ini mereka melihat Jeffrey marah pada Joanna. Karena biasanya, Jeffrey hanya akan bertengkar dengan Teressa.

"Jadi benar kalau kamu pernah ada apa-apa dengan Jordan!?"

Tanya Jeffrey saat sudah menaiki tangga. Mengekori Joanna yang tidak kunjung berhenti melangkah. Sebab dia jelas enggan bertengkar di luar kamar. Karena ada penghuni lain yang bisa mendengar.

"JOANNA! JAWAB!"

Suara Jeffrey melengking kencang. Membuat Asih dan dua ART lain langsung menghentikan kegiatan. Lalu mengintip sumber suara dengan langkah pelan. Begitu pula dengan Teressa yang sedang menonton drama di kamar yang pintunya sengaja tidak ditutup rapat. Agar bisa tahu saat ada huru-hara di rumah.

"Kita bisa bicara di kamar. Sabar."

Joanna masih enggan berhenti berjalan. Apalagi menolehkan kepala. Berbeda dengan Jeffrey yang kini semakin naik pitam. Karena merasa diabaikan.

Hingga mereka tiba di kamar Joanna. Kamar yang sebelumnya dikunci dari luar. Sebab Joanna jelas takut Teressa masuk dan melakukan hal yang tidak-tidak di dalam.

Brak...

Jeffrey menutup kasar pintu kamar Joanna. Membuat Teressa yang sudah mengintip di balik pintu kamar yang sedikit terbuka sedikit terlonjak. Sebab kamarnya memang berhadapan dengan kamar Joanna. Dia juga kerap mendengar suara mereka saat bercinta di sana. Karena kamar tamu tidak didesain kedap suara seperti kamar utama dan ruang karaoke di lantai dasar.

"Aku dan Jordan tidak pernah ada hubungan. Tahu sendiri dia bosku di tempat kerja. Aku menjenguknya bersama anak-anak lain juga. Karena dia baru saja kecelakaan dan mengalami patah tulang."

Ucap Joanna sembari melepas jaket denim yang dikenakan. Sebab sejak tadi dia memakai kaos putih dan jeans biru tua yang sewarna dengan jaketnya.

"BOHONG! AKU MELIHAT FOTO KALIAN DI RUMAH SAKIT! KAMU BERDIRI DI SAMPING JORDAN DENGAN SENYUM LEBAR SEKALI! KAMU SENANG, HAH!? BISA BERTEMU LAKI-LAKI YANG PERNAH KAU SUKA? ATAU BAHKAN MASIH KAMU SUKA? TERESSA YANG BILANG KALAU KAMU PERNAH SUKA DAN MEMBERINYA KOTAK BEKAL JUGA!"

Jeffrey begitu marah. Sedangkan Joanna menanggapi dengan santai saja. Sebab dia memang tidak merasa bersalah. Tidak merasa sedang berselingkuh sekarang. Sehingga dia tidak merasa takut pada Jeffrey yang sedang naik pitam.

"Aku foto bersama Jordan dengan yang lain juga. Tidak perlu berlebihan, itu hanya foto grup biasa. Aku memang pernah suka dia, pernah memberinya bekal juga. Tapi itu dulu saat aku masih suka. Itu juga hanya sekali saat kita ada acara seminar di luar bersama."

Penjelasan Joanna sedikit membuat Jeffrey tenang. Meski dalam hati masih gundah. Karena bagaimanapun juga dia tidak suka jika Joanna berdekatan dengan pria lain di luar sana. Apalagi ini Jordan yang pernah wanita itu suka.

"Sudah? Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, silahkan keluar. Aku ingin istirahat."

Emosi Jeffrey yang sempat sedikit teredam kembali datang. Dia marah karena Joanna mengusir dirinya. Padahal ini rumahnya. Dia jelas berhak atas setiap ruangan yang ada di sana.

Baru saja Jeffrey akan kembali bersuara, tiba-tiba saja layar ponsel Joanna yang sudah tergeletak di atas ranjang menyala. Menampilkan pesan dari Jordan yang bertanya apakah wanita itu sudah tiba di rumah.

PRANG...

Jeffrey membanting ponsel Joanna hingga pecah. Meski layarnya masih menyala. Karena ponsel ini cukup tahan banting karena telah diberi pengaman.

"JEFFREY!?"

Joanna langsung memungut ponselnya. Membuat air mata wanita itu luruh perlahan. Sebab ponsel ini sangat berharga.

"JIKA AKU LIHAT KAMU BERHUBUNGAN DENGAN LAKI-LAKI ITU LAGI, AKAN KUDATANGI! AKAN KUBUAT DIA PATAH TULANG LAGI!"

Jeffrey langsung pergi dari kamar. Sebab takut emosinya semakin memuncak dan memukul Joanna. Karena tangannya sudah mulai gatal dan ingin meninju orang.

Joanna masih menangisi ponselnya. Ponsel yang dibeli pada lima tahun sebelumnya.
Ponsel yang dibeli dengan cicilan 12 bulan. Karena dia memang sudah terbiasa hidup hemat meski orang tuanya cukup berada.

"Sukurin!!!"

Ejek Teressa setelah mendengar pertikaian mereka. Dia tersenyum senang. Apalagi saat melihat Joanna yang sedang menangisi ponselnya. Seperti anak kecil yang baru saja kehilangan mainan.

7. 00 AM

Jeffrey baru saja menuruni tangga. Berniat sarapan seperti biasa. Dengan setelan rapi karena dia akan masuk kerja.

"Di mana istriku?"

Tanya Jeffrey pada Asih yang sedang menyiapkan sarapan. Sendirian. Padahal biasnya, dia ditemani Joanna.

"Ibu Joanna keluar, kalau Ibu Teressa belum turun, Pak."

"Ke mana?"

"Tidak tahu, Pak. Mungkin olahraga. Pakai jaket UV soalnya."

"Tumben."

Jeffrey langsung menduduki kursi. Disusul Teressa yang baru saja turun dengan tergesa dan senyum tersungging. Sebab dia tidak sabar untuk mengejek Joanna nanti.

"Kok tidak ada nasi goreng?"

Keluh Teressa saat hanya menemukan menu ayam kecap dan sayur saja. Tidak ada nasi goreng yang setiap pagi tersaji di meja.

"Maaf, Bu. Ibu Joanna tidak masak hari ini. Beliau yang masak nasi goreng setiap hari."

"Kalau begitu buatkan nasi goreng sekarang! Pokoknya setiap pagi harus ada nasi goreng kalau aku di rumah."

"Baik, Bu."

Asih langsung menuju dapur. Bergegas membuat nasi goreng untuk Teressa yang tampak kesal saat itu. Sedangkan Jeffrey hanya diam dan menyantap sarapan tanpa mengatakan apapun. Sebab malas berdebat dengan wanita itu.

Tidak lama kemudian nasi goreng pesanan Teressa datang. Namun saat sekali suap, dia langsung melepehkan makanan. Sebab apa yang dimakan tidak sama seperti yang biasa dimakan setiap sarapan.

"Huek! Kok tidak seperti biasanya? Tidak enak!"

"Maaf, Bu. Biasnya Ibu Joanna yang masak, saya tidak tahu bumbunya apa. Nanti kalau Ibu Joanna pulang saya tanyakan."

"Makan seadanya kan bisa! Jangan suka merepotkan orang!"

Tegur Jeffrey karena merasa Teressa telah keterlaluan. Sebab Asih tampak ketakutan sekarang. Karena Teressa sampai melepehkan makanan.

"Ada apa ini?"

Tanya Joanna yang baru saja tiba. Dia menatap Asih yang sudah berkaca-kaca. Menundukkan kepala juga saat menatapnya.

"Ini dia! Masakkan nasi goreng! Cepat! Aku lapar!"

Perintah Teressa pada Joanna. Membuat Jeffrey langsung menyudahi acara sarapan. Lalu menggebrak meja makan.

Mulai sepi, apakah cerita ini tidak seru lagi???

Tbc...

TWO MOONS [END] Where stories live. Discover now