20/20

348 48 37
                                    

Anyone miss this story?

5. 30 AM

Teressa baru saja bangun tidur. Dia langsung mandi dan begegras turun. Berniat memanas-manasi Joanna yang pasti sedang membuat sarapan untuknya di dapur. Karena dia memang selalu request untuk dibuatkan sarapan nasi goreng plus telur.

"Di mana dia? Hari ini dia tidak membuat sarapan?"

Tanya Teressa pada Asih yang sedang menyiapkan sarapan sendiri. Tanpa Joanna yang setiap pagi pasti sudah menemani. Meski harus kerja dan masuk pagi.

"Ibu Joanna di rumah sakit, Bu."

"Di rumah sakit? Memangnya siapa yang sakit?"

"Ibu Joanna. Sejak semalam."

Teressa langsung mendial nomor Jeffrey. Lalu pergi dari dapur dan kembali memasuki kamar lagi. Berniat bersiap menuju rumah sakit.

Setengah jam kemduian Teressa tiba di rumah sakit. Dia langsung menuju ruang rawat Joanna saat ini. Dengan perasaan khawatir. Karena bagaimanapun juga dia tidak ingin Joanna mati. Sebab niat awalnya hanya ingin merebut Jeffrey. Bukan untuk melihat dia meninggal secepat ini.

"Itu dia!"

Seru Teressa setelah menatap jendela salah satu ruangan. Dia melihat Jeffrey tang sedang duduk di samping ranjang. Sembari mengusap rambut panjang Joanna yang menjuntai bebas. Sebab wanita itu sedang tidur miring menghadap tembok sekarang.

Ceklek...

Teressa berhasil membuka pintu ruangan. Namun Jeffrey sepertinya tidak mendengar. Karena sejak tadi dia fokus berbicara sehingga tidak mempedulikan sekitar.

"Aku tahu kamu pasti sangat marah padaku. Sampai-sampai tidak mau mengatakan jika sedang mengandung anakku. Aku minta maaf. Aku salah. Karena telah membuatmu kecewa. Tapi aku juga tidak bisa terus mengabaikan Teressa. Dia istriku juga. Bukankah kamu pernah memaksaku menikahi dia sebelumnya? Aku kira, kamu sudah rela membagiku dengan dia karena kalian sudah lama berteman. Apalagi saat tahu kamu masih begitu peduli padanya. Mau saja saat disuruh ini itu olehnya. Sampai-sampai membuat sarapan juga kamu lakukan. Aku tahu kamupun juga serba salah. Ah, hubungan ini memang begitu rumit ternyata."

Jeffrey menjeda kalimat. Dia memindahkan tangan dari rambut ke pinggang Joanna. Mengusapnya pelan. Seolah meminta si wanita membalikkan badan dan menghadap dirinya.

"Aku sangat mencintai kamu. Aku tidak mau berpisah denganmu. Aku tidak masalah jika tidak bisa memiliki anak darimu seumur hidup. Asal aku bisa terus bersamamu. Aku juga akan merahasiakan hal ini dari Mama dan semua orang. Supaya mereka tidak memiliki celah untuk menyakiti kamu, Sayang. Kamu tenang saja."

Jeffrey masih mengusap pinggang istrinya. Karena dia tahu jika wanita itu sedang merasa kesakitan. Meski dia tidak mengatakan.

"Aku ingin bercerai. Aku sudah tidak sanggup lagi. Aku pikir, aku bisa melewati semua ini. Sanggup membagi kamu dengan teman baikku sendiri. Tapi ternyata tidak Jeffrey! Jadi, biarkan aku pergi! Jika kamu benar-benar mencintaiku dan tidak ingin aku merasa sakit lagi!"

Hening. Tidak ada suara apapun lagi. Joanna juga tidak kunjung berbalik. Padahal Teressa sudah bersiap untuk pergi. Karena tidak ingin dianggap menguping.

Cukup lama ruangan ini diliputi keheningan. Hingga kaki Teressa mulai kesemutan. Membuatnya lekas mundur dari sana. Sembari menutup pintu dengan perlahan. Karena jarak ranjang dan pintu cukup berjauhan. Sehingga kehadirannya akan sulit ketahuan.

Baru saja Teressa keluar ruangan, tiba-tiba saja dia mendengar isakan. Bukan dari Joanna. Namun suaminya. Membuatnya mulai mengurungkan niat untuk lekas pergi dari sana. Sebab dia jelas ingin tahu kelanjutan perbincangan mereka.

Tetapi kali ini Teressa memutuskan menutup pintu saja. Namun tidak terlalu rapat. Agar bisa mendengar dari luar.

"Aku akan menceraikan Teressa jika kamu mau."

Ucapan Jeffrey membuat mata Teressa memanas. Dia langsung meluruhkan air mata. Tidak menyangka jika Jeffrey sampai hati berkata demikian. Padahal saat memeriksakan kehamilan, dia tampak senang meski tidak menangis haru seperti harapan.

"Gila kamu, hah!? Teressa sedang mengandung anakmu! Tidak! Aku yang akan pergi! Aku akan merelakan kalian hidup bahagia tanpa aku lagi!"

Joanna sudah membalikkan badan. Memaki Jeffrey sembari memenangi perut yang terasa sakit sekarang. Sebab semalam dia memang keguguran.

Iya. Joanna sudah hamil dua bulan. Selama ini dia sengaja menyembunyikan kehamilan karena tidak mau membuat huru hara di rumah. Mengingat Teressa kerap membuat masalah meski jarang ditanggapi olehnya.

"Kita bisa merawat anaknya bersama. Aku akan memberikan berapapun uang yang dia minta. Aku yakin dia pasti setuju juga."

"Tidak, Jeffrey! Aku tidak mau melakukan ini! Lebih baik pergi! Keluar dari sini! Aku tidak mau melihatmu lagi! Kamu jahat sekali!"

Joanna mendorong Jeffrey. Memintanya pergi dari ruangan ini. Membuat Teressa langsung bergegas menjauhi pintu ruangan ini.

Teressa berjalan cepat dan berhenti di taman. Lalu menduduki kursi yang ada di sana. Dia menangis. Menangisi apa yang baru saja didengar.

Karena jelas dia merasa sakit hati. Sebab Jeffrey telah tega berkata seperti tadi. Sampai-sampai mau membuangnya setelah melahirkan bayi ini.

"Kenapa dia begitu tega padaku?"

Teressa bertanya pada dirinya sendiri. Dia menangis kencang sekali. Hingga membuat beberapa orang melihati. Namun tidak ada satupun yang mendekati.

Cerita ini nggak jadi tamat di chapter 20. Karena ternyata panjang banget. Mungkin lima chapter lagi ending dan aku udh nyiapin tiga chapter lagi. Klo part ini rame, bakalan aku update hari ini.

30 comments for next chapter!!!

Tbc...

TWO MOONS [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang