11/11

300 36 29
                                    


Dua bulan kemudian.

Joanna dan Jeffrey sudah berpisah kamar. Sejak Jessica datang dan menuntut keadilan. Karena bagaimanapun juga Teressa memiliki hak yang sama dengan Joanna. Sehingga Jeffrey tidak boleh lebih baik pada salah satunya.

Hari-hari Joanna bagai di neraka. Karena harus mendapat kemarahan si mertua yang hampir setiap mendapat aduan dari si menantu kedua. Ya, apalagi kalau bukan Teressa yang memang kerap merasa tidak adil saat di rumah. Sebab Jeffrey lebih mementingkan Joanna saja. Sedangkan dia tidak.

Bahkan, Teressa pernah ditinggal di rumah selama 10 hari lamanya. Karena Jeffrey dan Joanna liburan ke Eropa. Hanya berdua. Saat tahun baru tiba. Tanpa berpamitan.

Apalagi masalah kebutuhan seksual. Teressa jelas tidak pernah disentuh suaminya. Apalagi tidur bersama si pria. Karena menatapnya dengan cinta saja tidak pernah. Apalagi menyentuhnya.

"Morning, Sayang!"

Sapa Jeffrey saat baru saja tiba di ruang makan. Dia mengecup pipi Joanna yang sedang menyiapkan sarapan. Sedangkan Teressa yang baru saja datang hanya bisa menarik nafas panjang karena bosan jika harus melihat kemesraan mereka setiap saat.

"Pagi!"

Joanna langsung menduduki kursi yang ada di samping Jeffrey. Sedangkan Teressa duduk di depan mereka saat ini. Sembari menampilkan senyum sinis. Karena tidak suka akan pemandangan ini.

"Nanti malam jadi ikut aku mendatangi resepsi kolegaku, kan?"

Joanna mengangguk singkat. Membuat Teressa yang tidak tahu apa-apa langsung mendongak. Sebab dia jelas ingin ikut juga. Karena selama ini hanya Joanna yang Jeffrey bawa ke mana-mana.

"Giliranku, lah! Dia sudah ikut terus! Aku kapan!? Jangan pilih kasih masalah ini juga!"

Ucap Teressa tiba-tiba. Membuat Joanna jelas mengabaikan. Dia mulai menyantap sarapan dan menatap depan. Dengan raut biasa saja karena dia memang sudah lelah menanggapi segala drama yang si teman ciptakan.

"Siapa suruh kau mau jadi istri kedua? Konsekuensi, lah! Aku menikahi kamu karena terpaksa! Wajar kalau kau tidak kuanggap!"

Joanna masih fokus sarapan. Enggan ikut dalam pertikaian mereka. Sebab dia malas juga menanggapi Teressa yang memang kerap mempermasalahkan banyak hal.

"JEFFREY! Jaga ucapanmu!"

Tegur Jessica yang baru saja tiba. Dia datang karena karena permintaan Teressa. Karena wanita itu meminta si mertua agar mau menegur Jeffrey yang tidak kunjung mau tidur sekamar dengannya. Padahal dia sudah berkali-kali meminta.

"Pernikahan kalian bukan bercandaan! Kamu harus bisa adil pada mereka! Ini sudah dua bulan, mau sampai kapan kamu enggan sekamar dengan Teressa? Dia istrimu juga!"

Jeffrey menarik nafas panjang. Joanna masih fokus makan. Enggan menatap si mertua. Sebab dia masih sakit hati pada Jessica. Karena telah begitu tega memihak Teressa daripada dirinya.

"Mama lupa kalau aku menikahi dia hanya karena terpaksa? Lagi pula, perjanjian kita waktu itu hanya untuk menikahi dia saja, kan? Tidak untuk tidur sekamar juga."

Jessica menarik nafas panjang. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan anaknya yang begitu menggilai Joanna yang dianggap tidak lebih baik dari Teressa. Baginya.

"Mama curiga kamu diguna-guna wanita itu! Akan kupanggil ustadz untuk merukiyah kamu!"

Jessica mulai mengutak-atik ponselnya. Berniat menghubungi seseorang. Karena dia benar-benar merasa jika anaknya memang sedang diguna-guna

"Silahkan saja!"

Jeffrey melanjutkan sarapan. Setelah melirik Joanna yang masih fokus makan. Dia juga tidak menegur istrinya yang diam saja dan enggan menyapa ibunya. Sebab Joanna memang kerap cerita jika sering dikirim pesan ancaman oleh Jessica. Jelas wajar jika wanita itu marah sekarang.

Jessica mulai keluar dari rumah saat panggilan teleponnya diangkat. Entah dengan siapa. Namun yang jelas, Jeffrey tidak masalah jika dia dirukiyah sekarang. Karena dia memang tidak merasa sedang diguna-guna.

Tidak lama kemudian Jeffrey selesai makan. Dia pamit kerja pada Joanna dan diantar sampai depan. Namun saat tiba di teras, dia tidak menemukan ibunya. Mobilnya juga sudah tidak ada. Pertanda jika dia sudah pergi sekarang. Membuat sepasang suami istri ini merasa lega.

"Nanti bawa banyak camilan ke kamar. Air juga yang banyak. Jangan turun kalau masih ada Mama. Aku khawatir kamu akan semakin diganggu kalau aku tidak ada."

Joanna mengangguk singkat. Lalu melambaikan tangan pada Jeffrey yang sudah memasuki mobil sekarang. Berniat lekas berangkat kerja.

"Aku mau bicara!"

Seru Teressa saat Joanna membalikkan badan. Dia menatap si teman yang sudah melipat kedua tangan di depan dada. Seolah sedang menantang.

"Apa? Aku malas berdebat!"

"Ada apa!? Cepat!"

"Tidak jadi!"

Teressa langsung pergi begitu saja. Meninggalkan Joanna yang agak kebingungan. Namun dia tidak ambil pusing dan langsung menuju kamar. Setelah membawa beberapa makanan ke atas. Sebab dia enggan menghadapi si mertua yang bisa saja kembali datang.

6. 30 PM

Jeffrey baru saja pulang kerja. Dia langsung mandi dan tidak menemui Joanna terlebih dahulu seperti biasa. Sebab mengira jika wanita itu tengah bersiap. Karena mereka memang akan menghadiri acara resepsi sekarang.

Setelah setengah jam bersiap, Jeffrey langsung membuka pintu kamar Joanna. Namun tidak bisa karena terkunci dari dalam. Membuatnya lekas mengetuk kencang.

Tok... Tok.... Tok...

Gedoran pintu Jeffrey membuat Joanna yang sejak siang terpejam mulai membuka mata. Dia langsung menghidupkan lampu kamar dan menatap jam. Lalu lekas membuka pintu karena merasa jika Jeffrey pasti sudah lama menunggu dirinya.

Ceklek...

Pintu kamar terbuka. Menampilkan Joanna yang masih bermata bengkak. Karena baru saja membuka mata. Membuat Jeffrey tampak kecewa dan ingin marah.

"Kamu lupa kalau kita akan ke resepsi hari ini?"

"Tidak! Aku ketiduran, maaf. Sudah jam tujuh, kamu pasti terlambat. Bagaimana ini? Bagaimana kalau kamu datang sendiri? Aku tidak mau kamu terlambat semakin lama lagi."

"Ya, sudah!"

Jeffrey hanya mendengus kesal. Lalu membalikkan badan setelah bersuara. Dia bergegas menuruni tangga dengan perasaan dongkol pada istrinya. Karena dia pasti akan diolok karena tidak datang bersama pasangan. Padahal istrinya ada dua.

Namun saat tiba di depan, Jeffrey melihat Teressa yang sudah siap dengan gaun malam. Seolah tahu jika Joanna tidak bisa ikut serta. Sehingga dia sengaja bersiap untuk menggantikan.

"Kamu yang memuat Joanna terlambat? Apa yang kamu masukkan ke dalam makanan dan minumannya!?"

Jeffrey naik pitam. Membuat Teressa yang awalnya duduk di sofa langsung berdiri tegak. Lalu menatap nyalang suaminya.

"Aku tidak melakukan apa-apa! Sumpah!"

Ucapan Teressa membuat Jeffrey mendengus kesal. Dia tidak percaya. Namun dia enggan berdebat terlalu lama. Membuatnya lekas menuju mobil yang sudah dipanaskan oleh supirnya.

Tanpa diminta, Teressa ikut masuk juga. Dia duduk di kursi belakang bersama Jeffrey yang mulai memejamkan mata. Sebab sebenarnya dia lelah sekarang. Namun dia harus tetap datang memenuhi undangan salah satu kolega pentingnya.

Lihat saja, akan kubuat orang-orang lebih memihakku sekarang!

Batin Teressa saat menatap Jeffrey yang sedang terpejam. Dia masih tampak tampan. Meski mulutnya sedikit terbuka. Menampilkan gigi-giginya.

50 comments for next chapter!

Tbc...

TWO MOONS [END] Where stories live. Discover now