24/24

464 55 10
                                    


Satu tahun kemudian.

Jeffrey banyak berubah pasca memiliki anak. Dia tidak lagi bersikap pilih kasih pada Joanna dan Teressa. Keduanya dianggap sama. Sama-sama istri yang akan terus dipenuhi segala kebutuhannya. Baik lahir maupun batinnya.

Iya. Jeffrey dan Joanna tidak berpisah. Karena pasca kecelakaan, Joanna dinyatakan lumpuh dan sempat mengalami depresi berbulan-bulan.

Bercerai jelas bukan opsi yang baik sekarang, ditambah Jeffrey enggan melakukan juga. Karena selain masih cinta, ini juga karena dia merasa bersalah. Dia ingin bertanggung jawab akan Joanna selama nafasnya masih ada.

"Mau ke mana?"

Tanya Teressa yang baru saja keluar dari kamar mandi. Sebab semalam pria itu tidur bersamanya di kamar ini. Sehingga dia bingung saat Jeffrey bangun pagi-pagi. Padahal ini masih jam lima lebih sedikit.

"Ada kerjaan yang lupa aku periksa semalam."

Bohong Jeffrey pada Teressa. Lalu mengecup pelan pipi Jendra yng masih tidur di tengah-tengah ranjang. Sembari menyesap jari mungilnya.

Jeffrey langsung kembali ke kamar. Dia lekas mandi dan berganti pakaian. Lalu memasuki kamar Joanna yang ternyata tidak dikunci dari dalam

"Loh, kok sudah mandi?"

Jeffrey mendekati Joanna yang sedang memakai handuk saja. Ditemani Asih yang sedang membantu memasang bra. Karena hari ini Joanna ada terapi. Sehingga dia ingin datang pagi-pagi. Sebab ingin menghindari orang-orang yang akan menghadiri acara ulang tahun Jendra siang nanti.

"Aku saja, Mbak."

"Baik, Pak."

Asih langsung keluar kamar. Membuat Jeffrey menggantikan tugas Asih yang sebelumnya membantu untuk memasang kaitan bra. Dengan senyum yang mulai mengembang.

"Aku sudah mengganti jadwal terapi yang seharusnya lusa jadi hari ini."

"Kenapa?"

Tanya Jeffrey yang sudah berhasil memasang bra pada istrinya sendiri. Lalu disusul dengan celana dalam dan dress lengan panjang warna merah hati. Tidak lupa dengan safety pants yang sewarna dengan dress ini.

"Nanti ada acara ulang tahun Jendra. Akan ada banyak saudara yang datang. Apa kamu tidak ingin menyapa mereka?"

Joanna masih enggan menjawab. Enggan menanggapi pertanyaan Jeffrey yang tentu saja jawabannya tidak. Karena dia tidak mau dikasihani mereka. Apalagi kalau sampai dihina karena cacat.

"Aku mau cepat sembuh. Memangnya salah kalau ingin mempercepat terapiku?"

Jeffrey menggeleng cepat. Lalu meraih sisir dari merja rias. Dipakai untuk merapikan rambut sepundak istrinya yang baru saja dipotong pada satu bulan sebelumnya.

"Tidak salah. Ya, sudah. Kalau begitu aku antar. Pagi jam berapa jadwalnya? Sekarang?"

"Iya. Jam tujuh."

Jeffrey mengangguk singkat. Lalu lanjut membantu Joanna bersiap. Meski dia tahu jika Joanna mampu melakukan hal-hal seperti ini sendirian. Namun dia tetap ingin membantunya, agar wanita itu merasakan kasih sayang dan tidak lagi merasa rendah. Apalagi merasa tidak diinginkan dan berujung ingin mengakhiri hidup seperti pada beberapa bulan awal pasca kecelakaan.

"Tapi aku mau diantar Pak Hanan dan Mbak Asih saja. Sekalian mau jalan-jalan di mall juga. Kamu tidak mungkin ikut karena acara ulang tahun Jendra akan dimulai jam sebelas."

"Ya, sudah. Kalau begitu aku antar terapi saja. Nanti dari rumah sakit aku naik taksi. Lalu kamu dan Mbak Asih langsung ke mall pakai mobil."

Joanna mengangguk. Karena merasa jika itu bukan hal yang buruk. Sebab paling tidak, dia bisa selamat dari acara itu.

11. 30 AM

Teressa terus saja menatap pintu yang sudah terbuka lebar. Dia tampak ingin menangis sekarang. Karena Jeffrey tidak kunjung tiba. Padahal, seluruh tamu undangan sudah datang.

"Ini kapan dimulainya? Jeffrey juga di mana orangnya?"

Tanya salah satu saudara. Membuat Teressa semakin merasa terdesak. Lalu memberikan Jendra yang masih ada dalam gendongan pada Ariana. Sebab dia ingin menelepon Jeffrey di luar.

"Halo! Kamu di mana!? Kita sudah menunggu setengah jam!"

Sabar. Ini aku masih di jalan. Tadi macet jadi aku naik ojek sekarang. Sebentar lagi sampai rumah.

"Setengah jam yang lalu kamu juga bilang seperti itu! Kamu benar-benar keterlaluan! Demi wanita cacat itu kamu sampai tega melalaikan ulang tahun Jendra!"

Jada mulutmu! Jangan lagi berkata seperti itu! Sudah, matikan! Aku sudah dekat! Siapkan bajunya di depan! Supaya aku bisa langsung ganti sebelum masuk rumah!

Telepon Jeffrey matikan. Sedangkan Teressa yang sudah menangis langsung menjauhkan ponsel dari telinga. Lalu meminta salah satu ART untuk membawakan baju kembaran Jeffrey yang telah disiapkan.

Di tempat lain, Joanna tampak senang saat mengelilingi mall bersama Asih. Ya. Meski harus menahan urat malu karena terus saja dilihati. Karena dia memakai kursi roda saat ini.

"Mau ke sana, Bu?"

"Boleh."

Asih mulai membawa Joanna menuju toko tas yang sejak tadi dipandang. Dia langsung memilih beberapa tas yang sejak kemarin diincar. Karena akhir-akhir ini dia memang sangat suka belanja.

Bahkan, setiap sudut kamarnya sudah penuh dengan berbagai kotak barang-barang barunya. Sebab ini adalah satu-satunya hal yang bisa membuatnya tetap merasa waras di tengah kelumpuhan.

"Bagus yang mana, Mbak?"

"Bagus semua, Bu."

"Ya sudah, aku beli dua-duanya."

Asih tampak salah tingkah. Agak menyesal juga. Karena tidak memilih salah satu saja. Sebab dia tahu jika Joanna pasti akan dimarahi Jessica jika ketahuan belanja barang mahal lagi sekarang.

Mengingat minggu lalu, Joanna baru saja membeli tas seharga satu miliar dan membuat Teressa sedikit iri meski dia bisa membeli juga. Sehingga dia memutuskan untuk mengadu pada Jessica guna menegur Joanna. Sebab Jeffrey tidak pernah mempermasalahkan hobi baru istri pertamanya.

"Tapi, Bu, nanti kalau ketahuan Ibu Jessica lagi bagaimana? Minggu lalu———"

"Halah! Tidak apa-apa, tidak pakai uangnya juga."

Asih hanya menyengir saja. Agak takut juga. Sebab Joanna memang sudah agak keterlaluan di matanya. Karena hampir setiap minggu pasti membeli barang yang tidak tahu akan dipakai kapan. Mengingat selama satu tahun ini Joanna hanya di rumah dan sesekali ke rumah sakit untuk terapi saja.

Ke mall juga hanya sebulan sekali kalau sempat. Sebab dia lebih suka belanja online karena tidak perlu menahan malu dilihati orang. Mengingat keadaannya yang sekarang cukup memprihatinkan dan kerap menarik perhatian orang.

2. 30 PM

Kembali ke rumah. Acara ulang tahun Jendra berjalan lancar. Meski agak terlambat dimulai karena Jeffrey harus mengantar Joanna di rumah sakit untuk terapi mingguan.

"Kalian serasi sekali. Andaikan tidak ada Joanna, kalian pasti akan menjadi keluarga paling sempurna di muka bumi."

Bisik Ariana pada anaknya. Dia sangat senang saat melihat Teressa bersanding di samping Jeffrey bersama Jendra. Tanpa Joanna.

Teressa hanya tersenyum saja. Lalu memeluk wanita itu singkat. Sebelum akhirnya menyalami beberapa orang yang mulai berpamitan. Sebab acara memang sudah selesai sekarang.

Namun saat para tamu akan keluar, tiba-tiba saja ada pria berjas rapi datang. Dia membawa beberapa goodie bag besar dari brand-brand ternama. Membuat beberapa orang merasa takjub karena mengira jika Jeffrey yang sengaja memesan ini untuk Teressa. Sebagai hadiah karena telah melahirkan anaknya pada satu tahun sebelumnya.

Namun sayang, rasa takjub itu langsung berubah setelah tahu jika penerima barang-barang ini adalah Joanna. Bukan Teressa si pemilik acara. Sehingga hal ini jelas membuat mood Teressa hancur berantakan. Karena sudah pasti dia akan menjadi bahan gunjingan dan dikasihani sekarang. Sebab harus berbagi suami dan harta dengan Joanna.

Tbc...

TWO MOONS [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang