16/16

428 48 28
                                    


Jeffrey baru saja tiba di rumah sakit. Dia menatap ibunya yang sudah menangis. Menangisi suaminya yang kini telah terbujur kaku karena serangan jantung yang baru saja dialami. Saat pulang kerja hari ini.

"Papamu Jeffrey! Dia sudah pergi!"

Jeffrey yang mendengar itu langsung lemas. Dia mendekati ayahnya yang sudah terbujur kaku di atas brankar. Sedangkan Jessica mulai memeluknya dari belakang. Ingin mencari kekuatan dari si anak yang baru saja datang.

Namun sepertinya, Jeffrey tidak kunjung sadar. Sebab dia masih mematung sekarang. Menyentuh tangan ayahnya yang sudah tidak lagi bernyawa.

"Pa? Papa bercanda, kan? Baru saja Papa pinjam power bank sebelum pulang. Kenapa Papa tega meninggalkan kita begitu cepat?"

Lirih Jeffrey sebelum jatuh terududuk di samping brankar. Kakinya lemas. Sehingga tidak lagi bisa menopang badan. Membuat Jessica langsung merengkuh badan anaknya. Sama-sama menangisi kepala keluarga di hidup mereka.

Joanna dan Teressa hanya bisa diam di tempat. Air mata mereka sama-sama sudah membasahi wajah. Meski mereka tidak terlalu dekat dengan si mertua.

Namun saat melihat Jeffrey yang tampak begitu terluka, mereka jelas ikut merasa sakit juga. Karena keduanya memang sama-sama mencintai si pria. Jeffrey Iskandar, pria yang kini sudah menjadi suami mereka.

8

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

8. 30 AM

Sandi sudah dimakamkan dan Jeffrey baru saja tiba di rumah. Dengan kepala pusing dan mata merah. Sebab dia tidak tidur semalaman. Karena harus mengurus segala keperluan pemakaman.

Jeffrey menggendong Jessica yang baru saja pingsan. Akan dibawa ke kamar karena sejak semalam dia tidak tidur juga. Karena menangisi suaminya.

Joanna ingin mengekori di belakang seperti Teressa, namun tangannya ditarik Ariana tiba-tiba. Memintanya segera ke dapur untuk membantu-bantu di sana.

Joanna yang tidak mau berdebat tentu hanya menurut saja. Karena tidak ingin menciptakan keributan di hari meninggalnya si mertua.

Setibanya di dapur, Joanna melihat ibunya yang sedang mengupas bawang. Tidak ada saudara Jeffrey yang berada di sana. Karena mereka masih di depan dan enggan membantu memasak bersama para ART di rumah.

"Ibu kenapa di sini? Tidak ikut ke makam tadi?"

"Tidak sempat. Ibu lupa bawa baju ganti kemarin. Gara-gara buru-buru kemari. Ya sudah, Ibu di sini saja. Bantu-bantu memasak."

Joanna menarik nafas panjang. Lalu mengusap pundak ibunya. Kemudian ikut mengupas bawang. Meski kedua matanya terasa berat. Sebab dia juga tidak tidur sejak semalam.

Di kamar, Jeffrey dibantu Teressa untuk membaringkan Jessica di atas ranjang. Di sana ada Jira juga. Adik tunggal Jessica yang baru saja tiba karena tinggal di Singapura dan semalam tidak dapat tiket penerbangan.

"Kamu juga istirahat, Jeff. Mamamu akan Tante jaga di sini. Tamu yang datang juga tidak terlalu banyak. Nanti Ommu yang handle di luar."

"Terima kasih, Tante."

Jeffrey langsung keluar kamar orang tuanya. Lalu memasuki kamar yang dulu menjadi kamarnya. Di sana juga masih ada banyak barangnya. Karena akan dipakai tidur saat menginap.

"Kamu istirahat saja di kamar sebelah. Aku ingin sendiri sekarang."

Ucap Jeffrey saat Teressa mengekori dirinya. Dia malas berdebat sekarang. Karena seluruh energinya habis tidak tersisa.

Teressa diam saja. Namun langkah kakinya malai mendekati Jeffrey yang sedang menunggungi dirinya. Sembari melepas kancing kemeja. Karena dia akan membersihkan badan. Sebab dia memang ikut turun di liang lahat juga.

"Sabar, ya? Aku mungkin tidak bisa relate dengan perasaanmu sekarang. Tapi aku bisa sedikit tahu bagaimana rasanya kehilangan sosok ayah. Saat Papaku ketahuan punya selingkuhan. Duniaku terasa hancur berantakan. Tapi hidup harus tetap berjalan. Semuanya akan baik-baik saja. Kamu akan terbiasa dan Mama Jessica akan merelakan Papa perlahan. Asal jangan buat dia kesepian. Kita bisa pindah ke rumah ini atau bisa juga sebaliknya."

Jeffrey agak merasa terhibur akan ucapan Teressa. Dia juga menyetujui apa yang baru saja disarankan. Hingga tanpa sadar senyumnya mengembang.

Teressa yang melihat itu dari kaca tentu tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Dia langsung melepas pelukan dan menghadap suaminya. Menangkup wajahnya dan memulai ciuman. Sebab selama ini mereka memang tidak pernah melakukannya. Karena kerap bertengkar setiap bertatap muka.

Jeffrey diam saja. Dia hanya menatap lurus ke depan. Tanpa ekspresi apa-apa. Karena senyumnya sudah pudar setelah mendapat lumatan di bibir tiba-tiba

Hingga Teressa ikut melepas kancing kemeja. Lalu turun ke celana. Kemudian jongkok di depan sana. Guna melakukan sesuatu yang bisa menyenangkan hati suaminya.

Diam-diam Joanna mengintip dari celah pintu kamar yang tidak tertutup rapat. Nafasnya tersenggal dan air matanya sudah turun perlahan. Hingga rasa mual kembali terasa dan membuatnya lekas pergi dari sana. Berniat memuntahkan isi perut yang fajar tadi hanya diisi air putih saja.

50 comments for next chapter!!!

Tbc...

TWO MOONS [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang