8/8

354 46 30
                                    


Jeffrey baru saja memasuki kamar. Dia meraih ponsel dan langsung mendial nomor Teressa yang sudah disimpan. Sebab mereka sudah saling bertukar nomor sebelumnya. Mengingat saat membatalkan perjodohan, Jeffrey lakukan lewat pesan.

Halo?

Jeffrey menarik nafas panjang sebelum mulai berbicara. Dia berniat memaki Teressa yang telah begitu tega pada Joanna. Padahal dia yakin jika Teressa bisa mendapatkan pria yang lebih baik di luar sana. Namun entah kenapa dia lebih memilih untuk mengganggu pernikahan teman baiknya.

Ada apa, Jeff? Aku sedang di jalan. Istrimu pasti baru saja mengadu sambil menangis, ya? Dasar cengeng! Hahaha.

Kekehan Teressa terdengar. Membuat Jeffrey semakin naik pitam. Lalu berbicara dengan suara keras hingga membuat Teressa yang sedang berkendara berhenti mendadak.

"BERAPA UANG YANG KAU MINTA!? TIDAK USAH DRAMA!"

Teressa langsung menepikan mobilnya. Lalu tersenyum sinis setalahnya. Padahal tidak ada siapa-siapa di depannya.

Sayangnya bukan uang yang aku inginkan sekarang. Istrimu pasti sudah memberi tahu apa yang kuminta, kan?

"KUNIKAHI? CIH! MIMPI! AKU TIDAK SUDI MENIKAHI WANITA JAHAT DAN LICIK! CEPAT KATAKAN BERAPA YANG KAU MINTA DAN MARI SUDAHI SEMUANYA! ATAU, KAU MAU OM STEVAN MASUK PENJARA KARENA TIDAK BISA MEMBAYAR HUTANG?"

Jeffrey mulai mengeluarkan kartu As. Karena dia memang sengaja mengatakan ini agar Teressa sedikit jera. Meski sebenarnya, hal ini tidak mungkin dilakukan juga. Sebab Joanna pasti akan menentang.

Hahaha! Kau kira aku akan takut? Tidak! Aku justru senang jika Stevan dipenjara! Tukang selingkuh itu pantas menderita!

Jeffrey diam sejenak. Sebab dia tidak menyangka akan menadapat jawaban demikian. Mengingat Joanna tidak pernah cerita jika Stevan pernah atau bahkan masih berselingkuh hingga sekarang. Sampai-sampai Teressa tidak mempedulikan jika dia masuk penjara.

"Ayo bertemu! Kita bicarakan masalah ini baik-baik! Kutunggu di Oslo Kafe dekat pom bensin!"

Jeffrey langsung mematikan panggilan. Lalu meraih jaket dan kunci mobil juga. Sebab dia akan bernegosiasi dengan Teressa secara empat mata.

Karena bagi Jeffrey, setiap masalah pasti bisa diselesaikan dengan uang. Kalaupun tidak bisa, uangnya pasti kurang. Benar, kan?

Teressa yang mendengar itu jelas merasa senang. Dia menyempatkan diri untuk berkaca. Lalu memakai lipstick juga. Agar terlihat lebih cantik di depan calon suaminya.

Karena Teressa memang tidak butuh uang Jeffrey sekarang. Dia hanya ingin membalas dendam. Membuat Joanna sakit hati seperti dirinya. Sekaligus merebut Jeffrey juga. Karena dia mulai percaya diri sekarang. Merasa jika semua pria pasti menyukai wajah dan tubuhnya.

Ketika menuruni tangga, Jeffrey sudah tidak lagi melihat Joanna di tempat semula. Hanya ada tetesan darah di sana. Membuatnya lekas mengedarkan pandangan ke sekitar. Karena takut terjadi apa-apa pada istrinya.

Jeffrey berlari menuruni tangga. Lalu mendekati Joanna yang sedang berada di dapur sekarang. Mendongak dan membuka kulkas. Seperti sedang mencari sesuatu di sana.

"Kamu mimisan?"

Tanya Jeffrey sembari membalikkan badan Joanna. Dia melihat hidung dan tangan istrinya sudah dipenuhi darah. Hingga turun ke dagu dan lehernya juga.

"Ya Tuhan! Kenapa tidak bilang!?"

Jeffrey panik sekarang. Dia membantu Joanna mendongakkan kepala. Lalu merogoh ponsel dari saku celana. Kemudian mendial nomor seseorang yang bisa dimintai bantuan.

Beberapa menit kemudian darah di hidung Joanna berhenti. Jeffrey juga langsung membawa Joanna naik. Menuju kamar karena ingin dibantu bersih-bersih. Meninggalkan ponsel di dapur dan tidak kembali dikantongi.

Jeffrey mengurus Joanna dengan baik. Dia menyiapkan air hangat dan baju ganti. Dia juga membantunya mandi meski berkali-kali dilarang oleh wanita ini.

"Aku bisa sendiri!"

Tolak Joanna saat Jeffrey ingin mengerikan rambutnya. Saat ini dia sudah duduk di kursi rias. Dengan balutan baju tebal. Sebab Jeffrey tidak ingin istrinya sakit karena kedinginan.

"Aku saja!"

Jeffrey mulai mengeringkan rambut panjang Joanna. Dengan telaten seperti biasa. Membuat Joanna menangis diam-diam. Karena merasa ingin menghilang sekarang.

Setelah mengeringkan rambut Joanna, Jeffrey memakaikan vitamin rambut juga. Tidak lupa dia juga menggulung rambut si wanita. Agar tidak berantakan saat dipakai tidur malam.

"Mau aku buatan teh atau jahe hangat?"

Joanna menggeleng pelan. Air matanya sudah diseka sebelum Jeffrey selesai mengeringkan rambutnya. Karena dia tidak ingin kembali berdebat seperti sebelumnya.

Sebab kepala Joanna mulai pusing sekarang. Mual juga karena masuk angin mungkin saja. Sebab dia sempat terguyur hujan cukup lama.

"Aku mau tidur saja."

Joanna langsung menuju ranjang. Merebahkan diri dan memakai selimut tebal. Kemudian memeluk guling yang berada di sisi kanan. Memunggungi Jeffrey yang kini masih berdiri dan menatap dirinya.

Melihat Joanna yang sepertinya sedang butuh istirahat, Jeffrey akhirnya mulai mematikan lampu kamar. Lalu melepas jaket yang sejak tadi masih belum ditanggalkan. Kemudian ikut menaiki ranjang dan memeluk istrinya dari belakang.

"Semuanya akan baik-baik saja. Aku akan melindungi kamu dan keluargamu juga."

Bisik Jeffrey sembari mengusap kepala istrinya. Sesekali dia juga mengecup pipinya. Hingga dia memejamkan mata. Ikut terlelap bersama Joanna yang mulai mendengkur pelan.

Di tempat lain, Teressa merasa kesal karena Jeffrey tidak bisa dihubungi. Tidak kunjung datang dan panggilannya tidak diangkat sama sekali. Padahal sejak tadi berdering.

Setelah dua jam menunggu, Teressa akhirnya memutuskan pergi dari tempat pertemuan. Dia langsung mendatangi rumah si pria. Namun saat sampai gerbang, dia tidak diizinkan masuk oleh satpam yang berjaga.

40 comments for next chapter!!!

Tbc...

TWO MOONS [END] Where stories live. Discover now