9/9

346 43 51
                                    

5. 30 PM

Jeffrey baru saja membuka mata. Dia melihat Joanna yang masih meringkuk di sampingnya. Sembari memeluk dan menyembunyikan wajah di dadanya.

Senyum Jeffrey tersungging pelan saat sadar. Dia ikut mengeratkan pelukan. Meski sebenarnya dia harus kerja. Karena dia memang hanya diberi libur sebentar saja. Sebab jatah bulan madu akan diambil bulan depan. Saat akhir tahun agar lebih panjang.

"Morning, Sayang..."

Jeffrey mengusap punggung istrinya. Lalu mengecup kepala si wanita. Membuat rasa hangat mulai menjalar pada kulitnya.

Demam. Iya. Jeffrey sadar jika Joanna demam. Karena suhu tubuhnya lebih panas dari biasa. Membuatnya lekas melepas pelukan dan menatap wajah istrinya dari dekat.

"Kamu demam, Sayang?"

Tanya Jeffrey panik. Dia langsung menempelkan tangan pada leher, pipi dan dahi. Membuat Joanna mengangguk kecil. Karena sejak tadi dia memang sudah terjaga namun tidak bisa bangun karena kepalanya terasa berat sekali.

"Apa yang kamu rasakan? Aku panggil dokter, ya?"

Joanna menggeleng pelan. Lalu menarik pinggang Jeffrey agar bisa kembali dipeluk seperti sebelumnya. Sebab yang dibutuhkan sekarang hanya suaminya.

Jeffrey yang melihat itu jelas merasa tersentuh sekarang. Meski sedih karena Joanna kesakitan, dia juga tidak menampik rasa senang di hatinya. Saat Joanna memeluknya ketika sedang demam. Karena itu berarti, dia memang sangat berarti baginya.

Jeffrey kembali memeluk Joanna. Mengusap punggungnya pelan. Berharap rasa sakit yang wanita itu rasakan lekas hilang. Meski agak mustahil karena istrinya sedang butuh makan dan obat. Bukan hanya pelukan.

Setengah jam kemudian Joanna kembali terlelap. Jeffrey bergegas bangun dan mencari keberadaan ponselnya. Namun tidak ada karena tertinggal di dapur kemarin malam.

Jeffrey lekas mandi dan berniat membawa Joanna ke rumah sakit saja. Karena ada rumah sakit yang sangat dekat dengan rumah. Sehingga dia lebih memilih untuk membawa istrinya ke sana saja daripada menunggu dokter datang.

Setalah beberapa menit bersiap, Jeffrey mulai mengantongi dompetnya. Lalu menggendong Joanna yang masih terbalut selimut tebal. Membuat suhu panas kian terperangkap di sana. Hingga suhu tubuhnya tidak kunjung menjadi normal.

Saat menuruni tangga, beberapa ART mulai menatapnya penasaran. Khawatir juga. Karena tidak biasanya Joanna digendong suaminya.

Saat mereka akan bertanya, Jeffrey memberi gesture untuk bungkam. Sebab dia tidak ingin membangunkan Joanna. Selagi wanita itu masih belum terjaga.

Asih yang paham keadaan langsung mengekori di belakang. Dia juga membawakan ponsel Jeffrey yang tertinggal di dapur semalam. Tidak lupa membukakan pintu mobil juga.

"Terima kasih. Tolong siapkan sup atau apapapun itu yang baik untuk orang sakit."

"Baik, Pak."

Jeffrey mengangguk singkat. Dia sudah menghidupkan mesin sekarang. Membuat Joanna yang memang sudah terjaga namun masih lemas mulai membuka mata. Lalu menatap Jeffrey yang mulai menjalankan mobil menuju gerbang.

"Kita ke rumah sakit, ya? Sabar, Sayang. Kamu akan baik-baik saja."

Jeffrey menyempatkan diri untuk mengecup dahi Joanna. Saat menunggu gerbang terbuka. Membuat Teressa yang sejak semalam menunggu di depan langsung merasa terbakar. Sebab cemburu tentu saja.

"Sialan! Aku menunggu di sini semalaman! Mereka malah asyik bermesraan!"

Maki Teressa sembari mencengkram stir kemudi. Dia tampak marah sekali. Sebab dia memang sengaja bermalam di mobil. Agar bisa mencegat Jeffrey pada esok hari. Namun justru pemandangan seperti ini yang didapati.

TWO MOONS [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang