19/19

471 53 36
                                    

6. 30 AM

Jeffrey sarapan seperti biasa, bersama dua istrinya yang kini sudah tidak lagi bertengkar. Mengingat Teressa sudah banyak berubah sejak kematian mertuanya. Entah karena sudah benar-benar bertobat, atau justru sedang merencanakan hal licik di belakang.

Namun apapun itu tujuannya, Jeffrey benar-benar merasa senang sekarang. Sebab tidak lagi perlu pusing berkepanjangan jika di rumah. Karena tidak harus meladeni perdebatan tanpa ujung bersama Teressa.

"Aku punya berita bagus untuk kita!"

Ucap Teressa tiba-tiba. Setelah Jeffrey menyudahi sarapan. Begitu pula dengan Joanna yang kini tengah meminum air dinginnya.

"Apa?"

Tanya Jeffrey sembari melirik Joanna yang tampak tidak tertarik akan ucapan Teressa. Meski sebenarnya dia masih sangat peduli pada si teman. Karena hampir setiap hari dia memasak sarapan nasi goreng untuk Teressa. Sebab dia memang sangat suka nasi goreng buatannya.

"Aku hamil!"

Seruan Teressa membuat Joanna langsung menatapnya. Begitu pula dengan Jeffrey yang sejak tadi melirik Joanna. Sebab dia jelas sangat merindukan istrinya yang perhatian padanya.

"Kemarin aku sudah tes, positif semua. Aku hamil sungguhan! Mungkin sudah jalan satu bulan. Hari ini aku berencana ke rumah sakit unyuk periksa. Kamu ada waktu untuk menemani, kan?"

Teressa menatap Jeffrey penuh harap. Dengan senyum yang terus tersungging lebar. Sebab dia jelas berharap banyak pada suaminya. Sengaja mengatakan kehamilan di ruang makan, agar Joanna bisa ikut mendengar juga.

"Ada. Harus ada! Kalau tidak ada meeting penting, antar dia ke rumah sakit. Dia sedang hamil!"

Seru Joanna sebelum bangkit dari kursi. Sembari meraih tas kerja yang sejak tadi berada di atas kursi lain. Kemudian digantung pada pundak kiri.

"Selamat atas kehamilanmu, semoga diperlancar sampai kamu resmi menjadi ibu."

Joanna menatap Teressa dalam. Sebelum akhirnya pergi begitu saja. Tanpa pamit seperti biasa. Dengan mata berkaca-kaca dan perasaan sedih tentu saja. Padahal, seharusnya dia merasa bahagia.

Joanna naik ojek online lagi saat berangkat kerja. Meski supir di rumah sudah menyiapkan mobil untuk mengantar. Namun dia menolak dan meminta agar si supir mengantar Teressa dan Jeffrey ke rumah sakit saja.

Selama perjalanan ke kantor, Joanna menangis tanpa suara. Dengan helm warna hitam dan tulisan Honda yang sudah menutupi kepala. Tidak peduli jika riasan wajahnya luntur sekarang. Karena dia memang hanya memakai sunscreen, bedak tipis dan lipstik saja. Tidak ada riasan mata yang akan luntur jika dia meluruhkan air mata.

7. 30 PM

Joanna masih menatap layar komputer yang ada di meja. Dia fokus menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya diselesaikan minggu depan. Sebab dia enggan pulang cepat. Karena sedang tidak dalam suasana hati yang baik sekarang.

Ya. Joanna masih merasa sakit saat mengingat kehamilan Teressa. Meski seharusnya dia tidak merasa demikian.

"Apa yang kamu kerjakan?"

Tanya Saras, salah satu rekan kerja Joanna. Dia sudah bersiap pulang. Karena sudah dijemput suaminya di luar.

"Ini kerjaan minggu depan, kan? Tidak perlu buru-buru dikerjakan! Kamu rajin sekali, sih? Pak Jordan masih cuti juga, asistennya sudah pulang jam tiga. Jadi tidak perlu rajin-rajin amat. Chill, lah!"

Joanna tersenyum saja. Lalu mengangguk singkat. Sembari menatap Sarah yang mulai keluar ruangan dan melambaikan tangan.

Joanna memutuskan untuk mematikan komputernya. Lalu bersiap meninggalkan kantor sekarang. Sebab agak seram juga jika dia tinggal di kantor sendirian. Mengingat dia adalah orang terakhir yang masih tinggal.

TWO MOONS [END] Where stories live. Discover now