24. Can We Be Happy?

1.3K 176 13
                                    

Happy Reading and Enjoy~
.
.
.
.

"Wah, Sergan selamat ya. Kamu udah bisa."

"Yeyy, Abang keren."

Sergan tersenyum begitu hasil dari terapinya mulai terlihat. Setelah hampir seminggu ia giat terapi, akhirnya sendi kakinya bisa digerakkan. Meskipun, ia belum bisa berjalan terlalu jauh. Tapi itu sudah termasuk kemajuan yang pesat kata dokter. Apalagi, ia selalu ditemani oleh Mama dan adiknya setiap ia akan terapi.

"Ditingkatkan lagi, Sergan. Besok kita coba di taman rumah sakit. Kita coba jalan jauh. Jika hasilnya meningkat, kemungkinan dalam 3 hari lagi kamu bisa keluar dari rumah sakit dan bisa beraktivitas seperti biasa."

"Iya, Dok."

Dokter itu lalu ijin pamit sambil membawa berkas-berkasnya. Sementara, Sergan duduk di antara adik dan Mamanya.

"Anak Mama emang keren," puji Naumi sambil mengusap keringat di dahi Sergan.

"Iya. Abang keren banget. Setelah keluar dari sini, Abang harus ikut Salsa sama Mama," kata Salsa bersemangat.

Naumi terdiam. Salsa sangat mengharapkan hal itu. Tapi, apa bisa? Apa Sergan akan diterima?

"Nggak deh. Abang tinggal sama Papa aja," ucap Sergan dengan tersenyum.

Salsa otomatis merengut. "Yahh, kenapa sama Papa? Sama Salsa aja, Bang."

Sergan mencubit pipi adiknya gemes. "Papa mau ditinggal sendirian gitu? Kasian tau kalau Papa gak ada temennya."

"Tapi kan Papa juga sering ninggalin Abang sendirian di rumah," bantah Salsa.

"Ya gapapa. Yang penting, Abang gak ninggalin Papa sendirian," ucap Sergan mengelus rambut Salsa.

'Kalaupun bisa, Abang lebih milih tinggal sama Salsa sama Mama juga. Tapi kecil kemungkinan kalau gue bakal diterima.'

Tak lama, handphone Naumi berdering. Ada yang menelepon. Setelah dilihat ternyata itu suaminya. Naumi rada menjauh dari keduanya dan mengangkat telfon.

"Iya, Mas?"

"Istriku lagi dimana?"

"Jenguk Anak Sulung aku, Mas. Mas udah perjalanan pulang?"

"Hm, iya. Ini dah hampir sampe rumah."

Suaranya jadi berbeda. Tak sesenang tadi.

"Iya, aku pulang sekarang."

"Kamu hati-hati sama Salsa."

"Iya, kamu juga."

"Aku tunggu di rumah."

Tut!

Naumi menghela nafas. Entah kenapa setelah menyebut anak sulungnya tadi, nada suaminya itu berubah. Suaminya tak melarangnya, jika masih ingin menjenguk atau sekedar berbagi kabar dengan Sergan. Tapi, Naumi sendiri yang tidak enak. Takut-takut ia dibilang tak menghargai keluarga barunya. Jadi, Naumi sedikit membatasi antara dirinya dan Sergan. Meskipun, ia sayang sekali dengan Sergan.

12 WARRIORSWhere stories live. Discover now