52. We Lost Again

835 120 90
                                    

HAPPY READING AND ENJOY~
.
.
.
.

Hari menjelang malam dan di sebuah kamar, ada seorang wanita sedang melihat-lihat sebuah album yang berisi foto masa kecil seorang anak. Foto masa kecil yang memperlihatkan sedang bermain pasir, bermain sepeda, bermain piano bahkan foto-foto yang menunjukkan senyum di gambar manapun.

Irina melihat semua itu dalam diam. Irina tidak tahu apa yang menggerakkannya untuk melihat isi album itu padahal ia ingin melihat salah satu berkas dokumen tapi ketika kedua matanya melihat album itu, Irina langsung melupakan tujuan awalnya.

Kedua tangannya terus membolak-balik, sampai dimana anak yang berada di foto itu sudah tumbuh menjadi seorang remaja yang tampan dan selalu ceria. Dari awal mengenakan seragam TK, SD, dan SMP. Dan semuanya terhenti di salah satu foto yang menunjukkan anak itu memegang piala dan sertifikat dengan background piano di belakangnya.

Irina ingat, anaknya itu mendapat juara 1 dalam kompetisi piano nya. Ia membalikkan halaman itu dan tidak ada lagi foto-foto, hanya halaman kosong. Irina memilih menutup album itu. Ia terdiam.

Hatinya berdesir ketika mengingat semua ucapan buruknya ke anaknya sendiri. Padahal dari semua yang ia lihat di foto barusan, anaknya adalah anak yang berbakat. Ada sekiranya 7 atau 9 foto barusan menampilkan anaknya memegang piala dan sertifikat. Irina sangat tahu perkembangan anaknya dulu. Tapi sekarang, Irina tidak yakin apa anaknya masih memainkan piano atau tidak.

Semenjak kematian suaminya, Irina benar-benar berubah. Ia tak lagi memperdulikan anaknya. Apalagi sang anak yang ternyata memiliki penyakit kecemasan. Membuat Irina benar-benar marah dan menelantarkannya. Intinya semenjak itu, Irina jarang dirumah bahkan tak pulang dengan alasan dinas. Padahal ia memang tidak mau satu rumah lagi bersama anaknya.

Entah apa yang membuat Irina bersikap begini.

Tapi hari ini, entah kenapa hatinya tergerak. Hatinya bertanya-tanya, bagaimana keadaan anaknya, apakah ia sudah makan. Terakhir anaknya menghubungi nya lewat chat itu ia bilang sakit, apakah anaknya sudah sembuh?

Irina mengambil handphonenya untuk melihat pesan. Tapi kosong. Anaknya tak mengirim pesan apapun.

Irina merasa kosong sekali, biasanya ia akan mendapat pesan dari anaknya seperti mengingatkannya untuk makan, berhati-hati dan sebagainya. Kedua matanya berkaca-kaca, lalu air matanya mengalir. Irina menangis.

Tangisannya memenuhi kamar tersebut. Membuat seorang laki-laki seumurannya menghampirinya. Melihat Irina yang menangis, ia memilih berjongkok didepannya. Tangannya meraih tangan lembut Irina untuk ia genggam.

"Ada apa?"

Irina langsung memeluk laki-laki itu dan menangis sesegukan disana. Laki-laki itu tak lagi bertanya, ia memilih untuk mengelus punggung Irina sambil sesekali mengelus rambutnya.

"Anak aku, Jer. Tiba-tiba aku kepikiran dia..."

Jerry--laki-laki itu melepaskan pelukan mereka berdua. Ia kembali meraih tangan Irina untuk ia genggam. Sedangkan Irina ia memilih mengusap air matanya menggunakan tangannya satu lagi.

"Aku udah bilang untuk pulang, sayang. Aku juga udah bilang bakal nerima dia apapun kondisinya," kata Jerry dengan lembut.

Irina menggeleng. "Aku ga mau kamu malu.."

12 WARRIORSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang