⚠️ 》25. five stage of grief

212 39 47
                                    

warning for this chapter: rape, suicidal thought ️⚠️

warning for this chapter: rape, suicidal thought ️⚠️

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

》Denial

Xuan Liu, tetangga samping kamar Ellena mengernyitkan keningnya khawatir ketika langkahnya melewati kamar gadis Amerika itu ketika ia baru saja kembali dari pasar. Suara tangisan itu tak berhenti dua malam ini. Ada secarik kertas yang mengatakan, "Aku sedang tak baik-baik saja, tapi jangan khawatir aku tidak akan bunuh diri" ditempel di pintu kamar ketika wanita berumur 40an itu ingin mengetuk.

Padahal baru beberapa hari ini gadis itu terlihat baik-baik saja daripada sebelumnya juga terlihat kacau. Apakah semua ini karena pria itu? Yang pernah dia lihat di depan pintu kamarnya juga?

Pagi itu ketika ia mendengar ada orang baru yang menempati kamar kosong di sampingnya, Liu datang untuk memperingati pasal suara tak menyenangkan yang ia dengar semalam di tengah hujan deras.

"Kalian mungkin biasa tinggal di rumah besar yang tak mempunyai tetangga. Tolong jangan berisik malam-malam, banyak orang tua yang tinggal sendirian disini sengaja menghindari anak-anak muda."

Pria itu tak terlihat baik, kulitnya pucat, tapi dia tinggi, dan yang membuat Liu terkejut adalah pria itu orang Asia, sepertinya, tapi entah dari negara mana; dan ternyata sopan.

"Maaf, Bu, sekali lagi kami minta maaf," katanya sambil membungkukkan badannya beberapa kali.

Lalu dua jam kemudian ketika Liu keluar dari flatnya, ia menemukan ada sekantung tas kertas besar berisi bahan makanan. Ada catatan yang ditinggalkan, katanya, "Perempuan berambut merah ini akan tinggal sendirian sementara waktu, aku harap dia punya teman karena dia sedikit pendiam, jadi tolong jika tidak merepotkan, perhatikan dirinya sesekali, Bu. Terima kasih. Selamat Natal."

Xuan Liu menggelengkan kepalanya lalu beranjak pergi dan masuk ke dalam flatnya sendiri.

Sementara Ellena, sudah mengubah ranjangnya menjadi lautan air mata. Ia tersesat. Tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang dan untuk melanjutkan hidupnya. Yang ada di kepalanya hanya keputusasaan.

"Tidak mungkin, kan, Finn, tidak mungkin kau meninggalkanku..."

Figur satu-satunya yang mencetak gambar pria itu dalam warna hitam putih hampir hancur karena basah air matanya, dan kepalannya yang tak sengaja meremat membuat kertas foto itu tak lagi sempurna.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?"

Nyeri sekali jantungnya tak berhenti berdetak tak beraturan sampai hampir membolongi dadanya.

"Yoongi Finn, katakan jika semuanya bohong, kumohon, aku..." Ellena kehilangan kalimatnya. Matanya bengkak, rambutnya acak-acakan, bibirnya berdarah ia gigit, kuku-kukunya terluka. Gadis itu menaruh kepalanya di ranjang yang sudah tak beraturan posisinya, lalu pingsan setelah menangis tak henti selama dua malam.

HuntevereeWhere stories live. Discover now