28. ginger back and back to town

135 39 24
                                    

Lebih daripada satu tiket pesawat kembali ke Everee, Ellena berhutang hidup dengan wanita imigran dari Tiongkok tersebut. Rasanya tidak bisa menunggu terlalu lama lagi dirinya untuk bertahan sendirian di Edinburgh dengan semua yang terjadi dari awal, dan entah kiriman malaikat darimana, flat yang sengaja ia sewa karena harganya paling murah dan tak berisi mahasiswa-mahasiswa itu terdapat satu wanita dengan hati yang sangat baik menolong orang asing seperti dirinya dari waktu ke waktu.

Ellena tak berhenti menangis tanpa suara sepanjang perjalanannya kembali ke Everee di kelas ekonomi itu. Tidak tahu apa yang akan terjadi disana, melihat mayat Yoongi dan makin ingin mati, tapi dia tahu setidaknya tidak akan sendirian di Everee.

Gadis itu berjalan keluar dari gate kedatangan, mengambil koper, lalu seperti apa yang ia yakini sebelumnya bahwa Everee tak membiarkannya sendirian, Madeline dan Anne ada disana menunggunya datang. Langkah yang sebelumnya lemas terseok kini bergerak lebih cepat, Ellena berlari lalu memeluk Madeline erat, menangis sejadi-jadinya di pundak perempuan itu.

Madeline mengusap punggung Elle, maniknya melirik dengan kasihan kepada Anne yang ikut memeluk gadis itu. Mereka diam-diam sudah mengambil keberangkatan pesawat untuk kembali ke Edinburgh 5 jam lagi, kini terlebih dahulu membawa Elle untuk istirahat di rumah karena gadis itu terlalu lelah pastinya dengan seluruh beban yang dibawanya.

"Ellena, nanti kita bicara, sekarang kau harus makan, minum, dan istirahat, oke?" ucap Madeline, mengusap-usap kepala gadis yang dari kecil sudah ia lihat. Meringkuk di atas ranjang pasien di ruang kesehatan rumah Hunt setelah Seokjin mengecek kondisinya.

"Aku tidak butuh istirahat, Maddy, aku ingin melihatnya," gumam Elle, menggigit bibir dalamnya menahan tangis. "Bisa kau ceritakan kronologisnya sekarang?"

Madeline tersenyum kecil, ia mengusap wajahnya yang basah dan melihat matanya yang bengkak karena menangis. "Aku akan menceritakannya padamu setelah kau makan dan minum, dan merapikan dirimu." Lalu perempuan itu ingin memutar tubuhnya untuk pergi sebelum Ellena beranjak duduk di ranjang pasien dan setengah menjerit memanggilnya,

"It's not something funny, Maddy, someone died and I miss him, I want to see him so fucking much!"

Madeline melesat mendekatinya lalu memeluk gadis itu yang menangis lagi. "Eat, Ellena!" katanya dengan perasaan sakit yang sama yang dirasakan sang puan. "We need you to save him and us. So don't ask anything and just eat, making you feel better, then I'll tell you everything," sahut Madeline merenggangkan pelukan dan menyeka air mata di pipi sang puan, dengan penuh penekanan ia melanjutkan ucapannya, "...and you'll see him soon."

Beberapa detik tenggelam dalam iris merah Madeline dan ia menurut. Kepalanya mengangguk perlahan. "Ya."

Madeline tersenyum kecil, lalu melesat pergi dari ruangan untuk membawakan banyak piring berisi makanan. Cuma Madeline yang menemani, ia tak ingin Ellena merasa tertekan dengan banyak orang beriris merah yang memperhatikannya.

"Like how I can eat on this situation, Maddy," katanya sambil terkekeh kecil, memegang erat garpu sambil memilih menu yang menggugah seleranya di tengah tak sedikitpun ia merasa bernafsu untuk makan. "Someone died," ucapnya yang sudah kesekian kali.

Madeline menggeleng sambil mendorong pelan cangkir berisi cokelat panas. "I said you need to get better. Try this one, so you can back in to mood."

"Maddy—" Itu tidak lucu sekali seperti rasa berdukanya bisa berubah menjadi rasa cokelat.

"I'll tell you everything, Ellena. It's worth to wait until you feel better."

Ellena menghela nafas lalu menyerah dan mencicipi sedikit cokelat panasnya. Dan benar kata Maddy bahwa cokelat itu membuatnya jadi merasa lebih baik, atau memang karena dirinya dehidrasi tak minum apapun selama di pesawat dan hanya menangis memikirkan Yoongi dan seluruh kemalangannya.

HuntevereeWhere stories live. Discover now