3. Membujuk Bagaimana?

2.3K 125 9
                                    

Mobil milik Langit berhenti di halaman depan rumah kediaman keluarga Mahardika. Mereka memang pergi dengan menggunakan mobil Langit dan mobil Kinar yang berada di gedung kantor milik Langit sudah lebih dulu diantarkan pulang oleh supir.

"Pak, langsung pulang saja. Malam ini Mas langit menginap di rumah."

Mendengar kalimat spontan Kinar tersebut, Langit hanya mengekeh pelan. "Ditunggu saja Pak. Saya nggak akan lama."

Kinar berdecak, "kenapa sih nggak mau menginap? Hari ini Papa juga pulang loh, Mas Langit menginap saja, ya?"

"Enggak. Nanti masuk sama salam sebentar saja terus Mas Langit pulang. Nggak enak mengganggu malam-malam. Papa Edwin pulang juga pasti kalian mau family time bertiga."

"Family time apanya?! Memangnya Mas Langit bukan keluarga?" Kinar menegakan punggung sebal, "aku nggak suka ya kalau Mas Langit begitu. Kita ini keluarga. Mas Langit juga bagian dari keluarga Mahardika."

Tahu bahwa perdebatan ini hanya akan memicu kekesalan Kinar, akhirnya Langit mengangguk saja. "Iya, kita keluarga. Sudah jangan marah-marah lagi nanti cantiknya hilang."

Kinar menurunkan tensinya yang sempat naik. Perihal seperti ini memang selalu saja membuatnya kesal. Karena meskipun mereka menyandang nama keluarga yang berbeda, tapi Langit bahkan pernah tinggal dan dirawat oleh keluarganya semasa kecil. Jadi tidak salah kalau Kinar mengatakan mereka juga adalah keluarga.

"Ayo turun." Kinar menarik tangan Langit untuk bergerak mengikutinya turun. Tetapi Langit menahan.

"Sebentar, lepas seatbelt dulu."

Karena sudah kepalang tidak sabar, Kinar memilih membantu Langit melepaskan pelat sabuk pengamannya dan menggandeng Langit untuk turun. Gerakannya sedikit tertatih dan begitu menginjakkan dua kaki, tubuh Langit terhuyung.

"Mas?"

Langit segera menyadarkan diri, mengerakan kepala dan lehernya yang sedikit kaku lalu memasang senyum terbaik. "Cuma kesemutan tadi."

Kinar mengangguk. Keduanya lalu berjalan menuju pintu utama dan Kinar masuk bahkan tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Samar suara tawa terdengar dari ruangan menonton dan kesanalah Kinar membawa Langit.

"Loh, Langit?" Ivana yang pertama menyadari kedatangan keduanya segera bangkit. Membiarkan Kinar dan Langit menyalaminya bergantian. "Jadi seharian ini kamu yang mengajak Kinar jalan? Mama pikir siapa, soalnya pagi-pagi sudah dandan cantik dia."

Langit mengulas senyum, "Mama sehat?"

Sementara Kinar langsung menggeret Langit mendekati Edwin yang juga tersenyum menyambut. "Jadi ini yang buat Kinar seharian kelihatan happy sekali? Kamu jajanin apa dia, Lang?"

"Ish! Papa sama Mama ini kompakan banget sih mau jelek-jelekin aku? Lagipula mana ada aku minta jajanin Mas Langit?" Kinar baru melepaskan lengan Langit dari gamitannya setelah lelaki tersebut duduk di sofa.

Mbok pengurus rumah datang dengan nampan minum juga camilan. Langit juga menyapanya ramah karena memang mengenalnya semasa masih tinggal di rumah ini. "Mbok Asih, masih ingat saya?"

"Ya jelas masih dong. Mas ganteng walaupun lama kuliah di luar negerinya, mana mungkin Mbok Asih lupa." Lalu mulai menawarkan jenis minuman hangat kepada Langit yang ditolak oleh Kinar.

"Buatkan susu hangat saja nanti kalau mau tidur Mbok. Jangan lupa nanti makanan buat Mas Langit dipisahkan, jangan pakai penyedap dan garamnya sedikit saja."

Langit sedikit tidak enak meralatnya, "nggak usah pakai garam, Mbok."

"Loh, sekarang garam juga nggak boleh?" Ivana menyusul duduk dengan air putih hangat. "Kamu juga kurusan, gimana hasil check up terakhirnya?"

Istri Untuk Mas Langit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang