36. Salah Paham

1.3K 68 11
                                    

Tok... tok... tok...

"Lima menit lagi nggak dibuka juga Mama dobrak ya pintunya!"

Salahkan saja Kinar yang jahil sekali ketika tahu sang mama mengetuk pintu kamarnya justru mengirimkan foto sedang memeluk Langit yang lelap. Mana posisinya sangat provokatif sekali. Jangan salahkan juga Ivana yang tiba-tiba snewen karena melupakan fakta putrinya tidur bersama suaminya sendiri.

"Kinar! Buka sekarang!"

Edwin yang mendengar seruan tersebut mendekat, "kenapa sih Ma pagi-pagi sudah ribut teriak-teriak? Nanti Langitnya juga ikut kaget gimana?"

Barulah Ivana sedikit menurunkan nada suaranya. "Ini loh Pa, anak kesayangan kamu kok ya sudah menikah malah semakin nakal ngerjain Mamanya. Sudah dibilang pagi ini mau ada kenalan Mama yang datang buat pijat Langit malah sengaja dikelonin terus itu menantu Mama."

"Loh, jadi memang pijatnya?"

Ivana ini meskipun termasuk menyenangi ke-modern an tetapi tetap tidak sepenuhnya lepas dari jenis-jenis pengobatan tradisional seperti yang sekarang ini dilakukannya pada Langit. Sudah sejak lama juga sang nyonya Mahardika tersebut memiliki kenalan seorang tukang pijat tradisional.

"Papa ini gimana? Ya jadi dong. Itu loh, Mbok Milah sudah datang. Ready begitu buat mijat Langit tapi ini malah istri pemalasnya aleman begini, ck!"

"Sudah bilang Langitnya tapi?"

Ivana mengibaskan tangan. "Ini juga demi kesehatannya Langit, Pa. Cuma dipijat sebentar, nggak akan sakit juga."

Beruntung tidak sampai harus melakukan ancamannya dan Kinar terlihat membuka pintu kamarnya dengan wajah mengantuk. Ivana geleng kepala dan berdecak tidak habis pikir. "Jam berapa ini baru bangun? Astaga..."

"Lagian Mama ini kenapa sih pagi-pagi sudah gedor-gedor kamar orang? Mas Langit kaget tadi."

Wajah Ivana sedikit terkejut dan merasa bersalah. Mungkin juga salahnya yang terlalu kencang berteriak sampai membuat Langit terkejut. "Makanya kalau disuruh keluar itu jangan banyak alasan. Sekalian jahil banget malah kirim-kirim foto."

Kinar menyengir. Edwin yang merasa kondisi seperti ini memang sudah terlalu biasa akhirnya memilih pergi. Berbeda dengan Ivana yang menerobos masuk meski mendapat gerutuan dari Kinar. Menemukan Langit yang duduk menyandar pada kepala ranjang dengan komputer tablet di tangan. Terlihat lebih sehat dan segar, sepertinya juga sudah mandi.

"Langit, maaf ya Mama tadi teriak-teriak." Ivana melirik Kinar, "Kinar ini ndableg sekali soalnya."

"Nggak apa-apa, Ma. Memang nakal anak Mama ini." Berbanding terbalik dengan kalimatnya yang membela Ivana, tangan Langit justru membuka dan membiarkan Kinar menggelayut di lengannya. "Maaf ya, Ma..."

"Ih, nggak usah minta maaf." Kinar memprotes.

Tangan Ivana berkacak pinggang melihat sikap putrinya yang justru hanya semakin manja saja. Apalagi ditambah dengan keberadaan Langit yang sudah seperti koalisinya karena selalu membelanya apapun keadaannya.

"Pusing Mama lihat kamu," decak Ivana lalu beralih pada Langit. "Lang, turun sama Mama ya? Dibawah sudah ada Mbok Milah yang datang untuk mijat."

"Pijat?" Langit mengernyit dan menoleh Kinar.

Sementara yang ditatap kini menatap Ivana dengan wajah keberatan. "Mas Langit kan masih konsumsi obat, Ma. Masih rutin kontrol sama Dokter Faizal juga. Memangnya perlu sampai dipijat segala?"

"Loh, justru ini penting. Jangan cuma mau yang modern-modern saja. Kadang kita lupa dan terlalu meremehkan, tapi bisa jadi pengobatan tradisional justru lebih baik dari alat-alat canggih dokter dan rumah sakit."

Istri Untuk Mas Langit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang