25. Menuju Pernikahan

1.7K 109 35
                                    

Yang nungguin Mas Langit sama Kin nikah, mana suaranya?

Siap?

Komen yang banyak ya biar semangat up nya hehe...

Selamat membaca.

.
.
.

H-3 Menuju Pernikahan

"Darimana sih, kenapa ponselnya mati?" Kinar langsung memasang wajah cemberut begitu sambungan telepon diangkat. "Video call sekarang!"

Langit bahkan baru sempat mengatakan halo dan langsung diberondong pertanyaan dari Kinar. Sekarang panggilan berubah dan ketika Langit menerimanya, terlihatlah bagaimana wajah cemberut sang calon istri.

"Maaf ya... tadi tidurnya lama. Ini juga baru bangun, tapi mau langsung pulang aja." Langit menunjukan wajahnya. Ingat bahwa Kinar tidak menerima telepon tanpa menyetorkan wajahnya dan itulah yang sekarang sedang Langit lakukan.

"Kok pulang cepat? Mas Langit nggak enak badan lagi? Bu Ratih juga bilang tadi sarapannya sedikit. Kenapa? Apa nggak enak lagi perutnya?"

Sejujurnya Langit bahkan sempat dua kali muntah pagi ini. Akhir-akhir ini pencernaannya memang sedikit tidak bagus. Tapi mengatakannya pada Kinar sekarang hanya akan membuat calon istri keras kepalanya itu nekat mendatanginya lagi seperti kemarin.

"Enggak, cuma memang lagi nggak bisa makan banyak. Perutnya suka jadi begah, nanti malah jadi nggak bisa makan siang." Kilahnya dengan langkah menuju mobil.

Terkadang Langit melupakan fakta kalau Kinar bisa lebih cermat dibandingkan seorang profiler bersertifikasi. "Kok itu bukan di kantor? Mas nggak di kantor ya?"

Percuma juga saat Langit berusaha mengalihkan pandangan menyipit Kinar dari sekeliling yang memang jelas menunjukan bahwa dirinya tidak berada di lingkungan kantor. Sedikit berpikir sebelum akhirnya Langit menggumam, "ada ketemu klien tadi. Cuma sebentar, ini juga sudah mau pulang."

"Kenapa nggak bilang kalau keluar? Sama Lingga, kan?"

Langit membuka pintu mobil dan mendesah lega karena seketika merasa sejuk. "Enggak. Lingga ada proyek di Bekasi hari ini."

Wajah Kinar semakin merengut tidak senang, "supir?"

Untuk yang satu itu, Langit juga menggeleng. "Mas menyetir sendiri. Nggak apa-apa, Mas baik-baik aja kok. Ini beneran sudah mau pulang. Jangan cemberut begitu, katanya mau perawatan sama Mama?"

Memang sebelumnya Kinar sudah info kalau hari ini dirinya akan melakukan perawatan seluruh badan bersama dengan Ivana. Karena Edwin benar-benar serius terkait masalah pingitan tersebut, jadilah dibandingkan mengambil resiko Kinar menyelinap diam-diam menemui Langit maka di datangkannya sekalian staf spa dan salon langganan mereka ke rumah.

Meski Edwin juga sudah mengurus pembayaran, tetapi Langit memang serius saat mengatakan bahwa dirinya akan mengambil tanggung jawab atas diri Kinar termasuk segala hal kebutuhannya. Langit mengembalikan kartu Edwin dengan sopan dan menggantinya dengan menggunakan miliknya.

"Iya, ini lagi mau persiapan massage. Tapi Mas Langit langsung pulang beneran, kan? Jangan kemana-mana lagi... besok juga kan sudah libur ngantornya. Istirahat di rumah, lusa loh menikahnya."

Ini memang hari terakhirnya ke kantor sebelum masa cutinya selama satu minggu ke depan. "Iyaa."

"Ini bikin enak pijatnya, besok aku minta ke rumah ya? Mas Langit juga dipijat aja biar enakan badannya. Wait," lalu terdengar suara Kinar yang langsung memesankan reservasi untuk Langit. Bahkan masih sempatnya Langit mengekeh mendengar Kinar menegaskan harus menugaskan staf lelaki. "Bisa katanya. Besok nggak kemana-mana, kan?"

Istri Untuk Mas Langit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang