11. Kebenarannya

1.7K 101 13
                                    

Pukul sebelas malam dan kediaman Mahardika dibuat heboh atas kedatangan Kinar yang membawa serta Langit dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ivana bahkan sudah menunggu di teras depan bersama Dokter Pram yang sudah datang lebih dulu.

"Yaampun, apa ini Kin?"

"Mama jangan tanya dulu," Kinar membantu memegangi punggung Langit yang beralih dalam gendongan Lingga. "Tunggu Mas Langit biar dibawa masuk dulu."

Ivana dengan cepat mengangguk dan beralih menginstruksikan pelayan agar membantu. Langit dibawa ke satu kamar di lantai satu karena terlalu lama untuk mengakses lantai dua dimana kamar pribadinya di kediaman Mahardika berada.

"Baringkan pelan-pelan." Kinar menuntun tubuh Langit yang perlahan diturunkan untuk berbaring. "Mbok, siapkan air hangat!"

Mbok Asri bergegas dan Dokter Pram masuk sudah bersiap dengan tas peralatan medisnya. Piyama Langit disibak dan stetoskop ditekan. Wajah Dokter Pram terlihat serius saat menginstruksikan agar tekanan liter tabung oksigen dinaikan.

"Saturasinya rendah sekali," gumamnya lalu menyiapkan satu suntikan.

"Tunggu," Lingga merangsek masuk untuk menahan dokter pribadi keluarga Mahardika tersebut menginjeksikan obat pada Langit. "Dokter tolong lihat dulu draf riwayat medisnya sebelum melakukannya."

Dokter Pram terlihat tidak sama sekali tersinggung dan dengan profesional meraih komputer tablet milik Lingga. Sementara Ivana bertukar tatap dengan Kinar untuk sekilas.

"Lingga, apa Langit sering seperti ini?" Ivana memutuskan untuk bertanya. Khawatir sekali dengan wajah pucat Langit yang terlihat sangat kesakitan.

Lingga menggeleng, "hanya kadang-kadang saja kalau memaksakan diri."

Kinar menjadi sangat merasa bersalah sekarang. Ini jelas karena kesalahannya. "Apa itu jantungnya yang bermasalah?"

"Jantung?!" Ivana jelas terkejut. "Apa sudah sampai menyerang jantung juga?"

Lingga diam. Sementra Kinar semakin yakin bahwa memang sakitnya Langit ini bukanlah hal remeh seperti apa yang diketahuinya selama ini. Dan mungkin hanya dirinya saja diruangan ini yang tidak tahu apa-apa mengenai keadaan Langit yang sesungguhnya.

"Sepertinya memang harus melakukan penjadwalan tes EKG untuk kelistrikan jantung." Gumaman dari Dokter Pram sekaligus menjawab pertanyaan Kinar dan Ivana. "Jantungnya melemah."

"Astaga... Tuhan." Ivana memegangi dadanya dengan kalut.

"Di file selanjutnya, ada lampiran hasil tes EKG bulan lalu." Lingga memastikan Dokter Pram juga memeriksa salinan rekam medis milik Langit. "Terakhir, saturasi oksigenya memang cukup rendah. Dokter Atiana melakukan terapi oksigen dan selama beberapa hari ini itu cukup meredam sesak napasnya."

"Kalau begitu, kita lihat sampai besok pagi bagaimana perkembangannya. Besok saya akan datang lagi untuk memeriksa." Dokter Pram mengembalikan komputer tablet kepada Lingga sekaligus meminta rekam salinannya.

"Biar saya antarkan Dokter ke depan." Ivana terlihat berusaha mengendalikan diri saat memilih mengantarkan Dokter Pram keluar.

Tinggalah Kinar dan Lingga yang saling diam dengan satu-satunya objek fokus mereka sedang terbaring lemah diatas ranjangnya. Napas Langit perlahan mulai stabil dan dengan bantuan oksigen, bisa dikatakan mereka sudah memberikan pertolongan darurat yang tepat.

"Pak Langit sangat lemah sekarang. Jadi saya baru akan menbawanya pulang besok-"

"Dia nggak akan kemana-mana mulai sekarang." Potong Kinar dengan wajah tenangnya. Lalu menoleh Lingga, "Mas Langit akan tinggal disini."

Istri Untuk Mas Langit [END]Where stories live. Discover now