15. Ayo Menikah

1.8K 103 21
                                    

Rasanya Lingga belum pernah merasa begitu bodoh seperti saat ini. Dirinya bahkan langsung bergegas melajukan mobil ke bandara di cuaca sedingin ini dan bertanya sampai ke bagian informasi untuk menemukan seorang Kinar Laurasia Mahardika yang ternyata sekarang sedang melambai dengan santainya kepadanya.

Bukan menjadi gelandangan atau paling tidak terlihat raut kebingungan oleh orang yang katanya hilang ini. Justru Kinar dengan santai menunggunya yang kalang kabut di seberang bandara, tepatnya di sebuah kafe dengan dinding kaca yang terlihat hangat.

Sialan sekali!

"Oh, orang yang menjemput saya sudah datang. Terima kasih karena sudah mau menemani mengobrol. Cuacanya cukup dingin, jangan lupa pakai syal nya."

Lingga berusaha untuk tidak berteriak kesal saat mendengar betapa fasihnya Kinar berbahasa Jerman. Kalau seperti ini ceritanya, mau menyasar sungguhan sekalipun tidak perlu sampai dirinya berlarian seperti orang bodoh menuju bagian informasi.

"Terima kasih kembali. Pacar mu keren dan tampan."

Mendengarnya, Kinar hanya mengekeh. "Dia bukan kekasih saya. Hanya teman. Kekasih saya jauh lebih tampan dan keren dibanding dia."

Keduanya berpelukan singkat dan karena memang sepertinya seumuran, Kinar santai saja saat ditawari untuk mengatur jadwal ngopi bersama. Sebelum wajah Lingga semakin merah dan siap meledak, Kinar sudah lebih dulu menenteng tas tangannya dan berdiri berhadapan.

"Ayo pergi."

Lingga mendesah kesal, "kamu terlihat sangat santai untuk ukuran orang yang dikatakan menyasar." Cibiran tersebut hanyalah sebagian dari ungkapan kekesalan Lingga.

"Hmm. Gayaku memang begini."

Keduanya berjalan keluar dan Kinar dengan tenang mengikuti Lingga yang menyeberang. Meski terlihat dingin dan galak, nyatanya Lingga tetap memperhatikan keselamatan Kinar dalam menyeberang.

"Dimana kamu parkir mobilnya? Dingin, tahu." Keluh Kinar karena mereka berjalan cukup jauh dari area bandara.

"Itu karena seseorang membuat kehebohan dengan berbohong. Saya juga tidak mau mengambil parkir sejauh ini cuma untuk dibodihi!"

"Memangnya siapa yang berbohong? Aku beneran menyasar tahu. Ini juga pertama kalinya aku ke Jerman."

Lingga berdecih. Sudah memutuskan untuk tidak mudah percaya kepada Kinar setelah kejadian hari ini. "Memang siapa yang meminta kamu jauh-jauh ke Jerman? Merepotkan."

"Aku juga nggak akan jauh-jauh kesini kalau kamu nggak seenaknya membawa kabur Mas Langit ku!" Kesal juga lama-lama Kinar terus diketusi. "Sekarang cepat antar aku ke tempat Mas langit. Aku mau mengadu kalau asistennya ini kasar dan mulutnya pedas menyebalkan."

Baru Lingga menyadari kebodohanya yang kedua. Setelah terang-terangan bertemu seperti ini, bagaimana caranya dirinya bisa membohongi Kinar?

Akhirnya mereka memasuki mobil dan Lingga langsung menyalakan pemanas. Kinar terus saja memprotes kalau tangannya hampir membeku karena Lingga yang memarkir mobil terlalu jauh. Padahal udara Berlin belum mencapai titik terendahnya dan Kinar sudah sangat cerewet. Terbiasa dengan iklim Indonesia yang tropis memang akan membuat Kinar beradaptasi cukup serius disini.

"Pakai itu," Lingga melemparkan coat berbahan hangat ke pangkuan Kinar dan sebelum mendengar protes tidak pentingnya, cepat dirinya menambahkan. "Itu punya Pak Langit, bukan punya saya."

Senyum Kinar mengembang dan segera memeluk coat berwarna cokelat gelap tersebut. Hangat. "Aku nggak bawa banyak barang, jadi nanti pinjam kartu Mas Langit buat sekalian belanja."

Istri Untuk Mas Langit [END]Where stories live. Discover now