6. Selingkuh Juga?

2.1K 111 1
                                    

"Suster, pelan-pelan."

Ini untuk kesekian kalinya. Padahal bukan Kinar yang akan dilepaskan jarum infusnya, tetapi justru Kinar yang sejak tadi sibuk berpesan ini itu. Wajahnya juga diliputi kekhawatiran yang sangat.

"Mas nggak apa-apa. Nggak sakit sama sekali." Langit mengulas senyum tipis. Terlihat lebih sehat setelah melepas masker oksigennya. "Jadi, jangan diganggu susternya ya?"

Kinar mencebik, "siapa juga yang ganggu!"

Sementara perawat hanya geleng kepala saja mendengar perdebatan manis tersebut. Yang satunya panikan dan yang lainnya paling tidak senang membuat khawatir. Akhirnya drama panjang pelepasan jarum infus tersebut selesai dilakukan.

"Mas Langit, tadi Dokter Atiana berpesan kalau sebelum hasil laboratorium cek darahnya keluar masih belum boleh meninggalkan rumah sakit."

Tentu saja Atiana tidak akan semudah itu melepaskannya. "Iya, suster. Saya hanya mau berjalan-jalan keluar sebentar."

"Baik, kalau begitu biar saya siapkan kursi rodanya."

Sebenarnya Kinar sudah akan mencegah dan mengatakan bahwa dirinya bisa mencari kursi rodanya sendiri tetapi perawat tersebut sudah lebih dulu berlalu dan kembali dengan kursi roda.

"Karena mungkin masih lemas jadi disarankan jalan-jalannya jangan terlalu jauh."

"Iya suster, saya tahu!" Entah kenapa Kinar sedikit kesal dengan peringatan dari perawat tersebut. Terksan tidak mengindahkannya dan menganggap seolah-olah Kinar tidak bisa menjaga Langit.

Perawat mengangguk kecil dan berlalu pergi. Setelahnya, semakin menjadi saja wajah sebal Kinar yang hanya dibalas kekehan pelan oleh Langit. "Lain kali nggak boleh nggak sopan begitu sama perawat. Niatnya kan baik."

"Iya baik, tapi sok tahu!"

Selimut disingkap dan Langit menurunkan dua kakinya dengan bantuan Kinar. Lengannya merangkul bahu Kinar hati-hati untuk dituntun sedikit bergeser dan duduk pada kursi rodanya. Rasanya cukup lelah padahal hanya berpindah beberapa langkah.

"Sudah nyaman?"

Langit tersenyum dan mengangguk, sengaja menahan tangan Kinar sebelum gadis itu beranjak ke belakang kursi roda. "Kamu jangan terlalu capek,"

"Enggak. Mana ada aku capek, justru Mas Langit yang harusnya banyak istirahatnya."

Memang bukan Kinar namanya kalau langsung menurut saja dinasehati. Setelahnya, baru Kinar mendorong kursi roda Langit keluar dari ruangan. "Aku sudah lihat tadi, taman dibawah bagus. Banyak bunganya juga. Mas Langit pasti suka."

"Hmm. Sumpek juga lama-lama di ruangan terus. Maaf ya, merepotkan."

"Apasih! Merepotkan apanya. Cukup pinjemin aku credit card Mas Langit, semua beres."

Langit terkekeh mendengarnya. Jelas sama sekali tidak keberatan akan hal tersebut. "Nanti minta sama Lingga ya? Mas nggak pegang apa-apa soalnya disini."

"Bercanda padahal," cibir Kinar. Senyumnya terkembang dan matanya yang tersenyum terlihat berbinar.

 Senyumnya terkembang dan matanya yang tersenyum terlihat berbinar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Istri Untuk Mas Langit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang