Sampai di Negeri China

298 31 2
                                    

Kebun semangka milik Arya tidak terlalu luas, akan tetapi hasil panennya selalu mulus. Di desa ini, hasil panen yang paling mulus adalah hasil panen milik Arya. Bagaimana tidak, hama panen tiga bersaudara itu tidak mengusik kebun kakeknya sedikitpun.

Arya tersenyum, melihat Shen Hong yang banjir keringat, membantu dirinya mengarit rumput liar. Setiap kali melihat Shen Hong, ia memang selalu teringat akan mendiang putranya.

Sedang Shen Hong sendiri fokus merabuti rumput, tidak tahu bahwa dirinya sedang diamati oleh ayah sahabatnya.

"Lusa kamu akan pergi?" Walaupun sudah tahu, namun Arya ingin memastikan sekali lagi. Berat rasanya ditinggal oleh Shen Hong pulang kampung. Selama ini yang menemaninya mengurus tiga cucu nakal adalah Shen Hong.

Tangan Shen Hong berhenti, lalu Shen Hong mengangkat wajah. "Ya, Paman. Katanya kakakku sakit keras. Aku ingin segera menemui dan merawatnya."

"Aku dengar, Arum disarankan untuk meninggalkan tempat ini karena ada sesuatu yang mengikutinya." Shen Hong membahas soal ucapan aki Jara kemarin malam.

Arya mengangguk. "Benar. Aku jadi bimbang. Ramalan aki Jara terbukti benar tentang kematian Gunta, aku khawatir kali ini juga benar. Akan tetapi jika dia ikut bersamamu ... Ah, aku rasa aku tidak bisa merelakannya. Dia baru 17 tahun, mana mungkin dia merantau jauh ke negeri China."

Shen Hong tersenyum, jika saja tangannya tidak kotor, sudah pastilah ia ingin mengusap bahu ayah sahabatnya yang sudah ia anggap sebagai ayah sendiri. "Ada aku, Paman. Aku akan menjaga Arum seperti biasa. Dia sudah aku anggap seperti anakku sendiri, aku sangat menyayangi nya. Jika memang itu yang terbaik untuk Arum, maka harus kita lakukan. Ingat Paman, Arum adalah anak istimewa kita. Jangan sampai terjadi sesuatu padanya."

Arya menghela nafas. "Baiklah. Akan aku pikirkan baik-baik."

"Lalu bagaimana dengan kondisi Subara?" Tidak hanya peduli pada Arum, Shen Hong juga peduli dan sayang pada kakak-kakak Arum. "Apakah sudah membaik?"

Mengingat kejadian kemarin malam, Arya geleng-geleng kepala. "Hah itu kelakuan Arum. Ya, sudah membaik, tapi masih harus diperban."

* * * *

Setelah berpikir panjang, akhirnya Arya merelakan Arum ikut dengan Shen Hong, lagi pula, Shen Hong akan berada di kampung halaman sampai kakaknya sembuh. Setelah kakaknya sembuh, Shen Hong akan pulang ke Nusantara, oleh sebab itu ia tidak perlu khawatir tentang kapan Arum akan kembali. Lagi pulang, jika dalam satu tahun Arum tidak kembali, maka dua kakaknya akan menyusul. Selama tinggal di negeri China, sepenuhnya ia menyerahkan Arum pada Shen Hong.

Beberapa minggu kemudian. Setelah menyeberangi gunung, sungai, laut dan samudera, akhirnya siang ini, Arum dan Shen Hong sampai di kampung halaman Shen Hong. Ternyata Shen Hong tinggal di sebuah desa yang cukup maju, cukup berbeda jauh dengan desa Surya yang kecil namun damai dan tentram (sebelum lahir Arum).

Sepanjang perjalanan menuju rumah Shen Hong, Arum memperhatikan sekitar. Jika di desa Surya satu rumah memiliki pekarangan yang sangat luas, di sini antara rumah satu dengan rumah lainnya berdekatan. Hanya rumah-rumah mewah saja yang memiliki pekarangan luas serta dikelilingi oleh dinding beton yang kokoh.

Arum menikmati pemandangan indah desa ini walaupun ia harus memikul buntalan kain pakaian dan perbekalannya.

Tidak hanya Arum yang melihat ke sekeliling, tapi sekeliling juga memandangi Arum. Setiap orang yang berpapasan dengan Shen Hong dan Arum, mata mereka akan melirik Arum. Bahkan setelah mereka melewati pun, mereka sempat-sempatnya menoleh lagi kebelakang demi memperhatikan Arum.

"Paman, mengapa mereka memandangi aku seperti itu?" bisik Arum yang merasa tidak nyaman dipandangi oleh semua orang.

Shen Hong balas melirik orang-orang kemudian mendekatkan wajahnya pada telinga Arum. "Karena kau berbeda dari kami. Abaikan saja, aku juga dulu seperti itu saat pertama kali pergi ke Nusantara."

Queen Of King Zhang's Heart Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora