Huang Shong Berdebar

212 34 2
                                    

Surprise!! Sely update lagi nih kak. Hehehe, selamat membaca!

Prajurit yang gagah berani masih setia berdiri di benteng istana tanpa kenal lelah bahkan sampai pagi menjemput. Mereka memantau dan selalu siaga, tidak ada seorangpun yang akan lolos dari pantauan mereka, ya terkecuali pria Putih yang bisa menghindar kapan saja.

Cahaya pagi masih remang-remang, obor masih menyala di sepanjang tembok benteng. Pada saat itulah salah seorang penjaga melihat burung elang datang, di kakinya membawa segulung kertas berlapis kain merah yang digulung dan diikat. Burung tersebut menjatuhkan gulungan kertas tersebut tepat di tangan prajurit yang siap menadah. Prajurit itu sudah tahu bahwa itu pasti surat dari kerajaan Banfai. Prajurit itu sangat kenal pada burung elang hitam milik Pangeran Gu Thong.

"Aku akan mengantar ini pada tuan Huang Shong," ucap Prajurit yang mendapatkan surat pada rekannya.

* * * *

Raja Zhang baru selesai mandi. Ia keluar dari kamar mandi menggunakan jubah mandi berwarna hitam. Rambut hitamnya masih basah, ia akan mengeringkannya di kamar.

Sedang mengeringkan rambut, pintu kamar diketuk. Ia sudah bisa menebak siapa yang mengetuk pintu kamarnya. Di muka bumi ini, tidak ada yang berani mengetuk pintu kamarnya selain Huang Shong.

Karena malas berjalan untuk keluar, lebih baik ia membiarkan Huang Shong masuk. "Hm."

Menggunakan kekuatannya, ia membuka kunci kamar.

"Yang Mulia-"

"Masuk!" perintah Raja Zhang, masih fokus mengeringkan rambut.

Huang Shong pun masuk walaupun rasanya sulit sekali melangkahkan kaki ke dalam. Seandainya orang-orang tahu, masuk ke kamar Raja Zhang jauh lebih menyeramkan dari pada masuk ke dalam ruang kerja. Kamar Raja Zhang di istana pribadinya tidak jauh berbeda dengan kamar di istana belakang. Semuanya serba hitam.

"Hormat hamba, Yang Mulia." Huang Shong membungkuk di belakang Raja Zhang yang berdiri di depan cermin.

"Ada apa?" Mata gelap Raja Zhang melirik sekilas pantulan Huang Shong di cermin.

Huang Shong mengangkat gulungan surat dengan sopan, dengan kedua tangan. "Ada surat yang dibawakan oleh burung elangnya Pangeran Gu Thong."

Tangan Raja Zhang berhenti bergerak. Perlahan matanya bergerak menatap Huang Shong. Ekspresinya semakin dingin. Tubuh Huang Shong merinding dibuatnya.

Raja Zhang berbalik. Ia ambil gulungan kertas dari Huang Shong dan langsung membuka gulungan tersebut. Manik gelapnya bergerak membaca tulis tangan yang ditulis langsung oleh Pangeran Gu Thong. Setelah membaca habis, senyum miring terbit dibibir Raja Zhang.

"Undangan yang sangat menggiurkan."

Huang Shong melirik sekilas pada Raja Zhang sebelum akhirnya menunduk lagi. "Maaf Yang Mulia, bolehkah hamba tahu undangan apa itu?"

Raja Zhang menghampiri lilin yang masih menyala. Ia dekatkan ujung kertas berlapis kain merah itu pada ujung api. "Undangan untuk menunjukkan jati diriku." Mata gelap Raja Zhang memantulkan cahaya api. Perlahan kertas tersebut terbakar.

Huang Shong segera mengerti. Apapun acaranya, jelas maksud dari Pangeran Gu Thong adalah ingin menjatuhkan Raja Zhang segera. Selama ini Raja Zhang tidak pernah menghadiri acara besar. Setiap ada undangan acara apapun, Raja Zhang tidak pernah menghadiri, dan istana Banfai pun tidak pernah mengundang Raja Zhang. Semua itu Raja Zhang lakukan untuk menyembunyikan identitasnya. Pasti ada udang di balik batu.

"Hamba akan mengirimkan surat bahwa Anda tidak akan hadir." Huang Shong membungkuk, menebak Raja Zhang tidak akan menghadiri acara tersebut.

Raja Zhang melirik Huang Shong. "Siapa bilang aku tidak akan datang?"

Huang Shong mengangkat kepala, ia terkejut. "Tapi Yang Mulia-"

"Aku akan ikuti permainannya." Raja Zhang berbalik, kembali mengeringkan rambut. "Persiapkan Arum untuk ikut. Dia juga diundang oleh Yang Mulia Pangeran Mahkota Wei Gu Thong."

Huang Shong mengangguk tanpa mempertanyakan lagi keputusan Raja Zhang. "Baik, Yang Mulia."

* * * *

Karena Arum harus ditemani oleh pelayan pribadi, maka Lu Lu harus ikut. Huang Shong kembali ke rumahnya dan segera menuju kamar. Sesampainya di kamar, ia menggeser tempat tidur. Di sanalah ada pintu ke bawah menuju ruang bawah tanah.

Sesampainya di ruang bawah tanah, Huang Shong membuka pintu. Begitu pintu dibuka, ia melihat Lu Lu sedang meringkuk di lantai yang dingin. Ia pun segera membangunkan Lu Lu.

"Hei, bangun." Huang Shong berjongkok, menepuk lengan Lu Lu.

Lu Lu tidak bangun, kembali Huang Shong menepuk lengan Lu Lu, kali ini lebih keras. "Hei, bangun! Kau tidur atau mati?"

Kali ini Huang Shong tidak hanya menepuk, tapi juga mengguncang bahu Lu Lu. Karena Lu Lu tidak kunjung bangun, Huang Shong curiga Lu Lu bukan sedang tidur. Ia segera memeriksa denyut nadi Huang Shong.

"Lemah." Lanjut Huang Shong memeriksa nafas Lu Lu. "Sial! Nafasnya pelan sekali."

Tidak berpikir banyak, Huang Shong segera mengangkat Lu Lu lalu menggendongnya keluar dari ruang bawah tanah.

Tiba di atas, Huang Shong membaringkan Lu Lu. Dia panik bukan main. Dan karena panik, ia linglung harus bagaimana. "Bagaimana ini? Bagaimana ini?"

Huang Shong mondar-mandir tidak jelas sembari melihat Lu Lu yang tidak sadarkan diri. Sampai kemudian ia mematung karena saat ini hanya ada satu cara yang terpikirkan olehnya. "Apakah harus?"

Membawa Lu Lu ke tabib bukanlah pilihan yang tepat, bisa-bisa Raja Zhang tahu bahwa ia tidak menghukum berat Lu Lu. Jadi, haruskah ia melaksanakan apa yang ada di pikirannya?

"Baiklah. Aku melakukan ini karena aku terpaksa. Aku tidak berniat sama sekali."

Huang Shong menghampiri tempat tidur, lalu duduk di tepiannya, tapi kemudian ia ragu lagi. "Haruskah?"

Ia pandangi lagi wajah Lu Lu. Sekarang wajah gadis itu pucat dan terlihat lemah, berbeda jauh dengan saat gadis itu tersenyum polos, wajahnya berseri. "Baiklah. Demi menyelamatkan nyawanya. Aku tidak memiliki niat lain."

Huang Shong tarik nafas dalam-dalam, tangan kanannya mengangkat sedikit tengkuk Lu Lu. Dengan jantung yang berdebaran, Huang Shong menunduk, mendekatkan wajahnya pada wajah Lu Lu, lalu ia memberikan Lu Lu nafas buatan.

Sembari menghembuskan udara pada Lu Lu, jantung Huang Shong seakan mau pecah, wajahnya bersemu merah, ini kali pertama dalam seumur hidup ia melakukan ini. Jangankan mencium, berdekatan dengan wanita saja ia tidak pernah. Tapi kemudian ia menggeleng dalam hati.

'Tidak. Ini bukan sebuah ciuman. Ini bantuan pernafasan.'

Beberapa detik kemudian, Lu Lu menarik nafas dalam-dalam. Saat itulah Huang Shong menarik diri. Begitu menarik diri, ia langsung menutup mulutnya dengan telapak tangan. Tidak lama kemudian ia mengelap bibirnya dengan kasar.

Ia menggeleng. 'Lupakan. Lupakan!'

"Uhukh!" Lu Lu terbatuk. Tidak lama kemudian Lu Lu membuka mata perlahan. Saat matanya melihat ke sekitar, ia melihat Huang Shong duduk di sampingnya.

"Tuan?"

Huang Shong melirik sekilas sebelum berdiri tegak. "A-aku akan pergi mengambil air." Huang Shong pergi dengan terburu-buru.

Ciee,, ada yg salting guys. Hehe

Queen Of King Zhang's Heart Where stories live. Discover now