Dikira Akan Dicium

254 33 5
                                    


"Hamba-"

Tapi tiba-tiba Raja Zhang mengangkat tangannya. "Tidak perlu. Aku sudah tahu bakatmu. Kau bisa mengetapel seseorang menggunakan batu besar."

Arum mengerucutkan bibirnya. Padahal bukan itu yang ingin ia tunjukkan. Ia memiliki bakat yang jarang orang ketahui dan kedua kakak juga kakeknya sangat mengakui bakat tersembunyinya itu. Ia baru saja mau pamer, tapi Raja Zhang sudah lebih dulu memotong.

Raja Zhang melirik Kasim. Kasim membungkuk pada Raja Zhang lalu kembali menghadap Arum. "Baiklah. Sesi menunjukkan bakat sudah selesai dan peserta sudah tidak ada lagi. Sekarang, saatnya Yang Mulia Raja memilih satu gadis di antara kalian semua."

Arum bergeser ke kanan, memberikan ruang pada gadis-gadis yang akan berbaris. Setelah semua gadis berbaris, semuanya tersenyum manis sambil menundukkan mata, terkecuali Arum yang biasa saja.

Tidak perlu memandangi semua gadis satu-persatu, pandangan Raja Zhang langsung tertuju pada Jing Ji dan Arum secara bergantian. Tampaknya Raja Zhang sedang menimbang-nimbang sesuai. Sampai akhirnya Raja Zhang menunjuk seseorang.

"Kau."

Arah tunjuk Raja Zhang mengarah pada Jing Ji. Jing Ji mengangkat wajah sebentar kemudian menunduk dan tersenyum. Sepertinya dia merasa senang terpilih. Sedangkan gadis lainnya tampak kecewa karena tidak terpilih.

Arum menatap Jing Ji. 'Tuh kan benar. Dia yang terpilih. Bagaimana ini?' Arum mengkhawatirkan Jing Ji.

"Dan kau."

Semuanya menoleh pada Arum, termasuk Jing Ji. Sedang Huang Shong dan Kasim terkejut. Ada apa ini? Mengapa Raja Zhang memilih dua gadis?

Arum molotot lebar. Ia tidak terima karena terpilih. "Loh? Mengapa Yang Mulia memilih dua? Kan biasanya Yang Mulia hanya memilih satu."

Baru kali ini ada gadis yang menolak setelah terpilih. Sebelumnya, walaupun para gadis awalnya terpaksa ikut ke istana, namun saat melihat Raja Zhang, semuanya langsung benar-benar bersaing untuk merebut perhatian Raja Zhang. Dan mereka yang terpilih akan sangat senang seperti Jing Ji sekarang ini.

Raja Zhang tersenyum miring. "Benar. Aku hanya memilih gadis itu." Raja Zhang menunjuk Jing Ji. Tapi kemudian Raja Zhang menunjuk Arum lagi. "Dan kau. Kau akan aku pilih tahun depan, setelah tubuhmu berkembang sedikit."

Arum refleks melihat tubuhnya sendiri saat tubuhnya disinggung. Dalam hati Arum bersyukur memiliki tubuh yang kerempeng dan rata. Ternyata semuanya ada hikmahnya. Ia terselamatkan karena tubuhnya ini. Dan jika ada pemilihan lagi tahun depan, ia pasti sudah pulang ke Nusantara. Haha, ia selamat.

Kasim membungkuk. "Izinkan hamba menyudahi acara ini, Yang Mulia."

Raja Zhang mengangguk. "Hm."

Kasim berdiri menghadap ke pintu utama. "Bawa semua gadis ke kamarnya, besok antar mereka pulang."

* * * *

Semua gadis digiring kembali ke istana selir, termasuk Arum. Berbeda dengan yang lain, Jing Ji dikawal oleh dua pengawal, pertanda bahwa dialah gadis yang telah dipilih. Melihat Arum bergabung bersama enam gadis lainnya, pria putih di atas benteng istana sana menghela nafas lega.

"Huft. Syukurlah."

Arum dimasukkan kembali ke kamarnya. Arum merasa sangat lega karena tidak terpilih. Akan tetapi masih ada yang menggangu pikirannya, yakni Jing Ji. Walaupun baru sebentar mengenal Jing Ji, namun bagi Arum Jing Ji adalah keluarga karena Jing Ji keponakan Shen Hong. Ia tidak ingin Jing Ji kenapa-kenapa.

Namun karena mengantuk, Arum memutuskan untuk tidur. Urusan memikirkan cara membantu Jing Ji bisa ia pikirkan esok hari, setelah badannya fresh sehingga otaknya yang beku sedikit encer.

Arum membaringkan tubuhnya begitu saja di atas tempat tidur yang yang luas tanpa memakai selimut.

Setelah Arum benar-benar terlelap, tiba-tiba selimut yang ada di kaki naik secara gaib dan menyelimuti tubuh Arum.

Di atas tembok benteng, pria putih tengah berselonjor kaki dengan santai, satu tangannya menopang dagu, matanya memandangi Arum dari kejauhan. Setelah selimut menyelimuti Arum, ia tarik kembali tangannya yang tadi ia gerakkan.

"Selamat malam, anak banteng. Tidurlah yang nyenyak, mimpilah yang indah."

Sedang di kamar lain, tepatnya kamar Jing Ji, Jing Ji yang hendak tidur kembali terjaga karena mendengar suara Huang Shong memanggil.

"Yang Mulia Raja akan masuk!" seru Huang Shong.

Jantung Jing Ji berdebar sangat cepat, pipinya langsung bersemu merah. Segera ia merapikan diri dari pakaian hingga rambutnya. Setelah itu ia berdiri, menanti Raja Zhang yang masuk.

Seperti biasa, kehadiran Raja Zhang selalu datang bersamaan dengan aura yang kuat. Mata gelapnya membuat siapapun tidak tahan sehingga harus segera menundukkan mata. Raja Zhang muncul dari balik pintu, lalu berjalan masuk. Pintu pun kembali ditutup oleh Huang Shong.

Jing Ji membungkuk. "Hormat hamba, Yang Mulia."

Raja Zhang terus berjalan hingga berhenti satu langkah di depan Jing Ji. Jing Ji semakin gugup saja karena Raja Zhang tidak melakukan apapun ataupun berbicara sesuatu. Yang bisa ia lakukan adalah menunduk, menatap kaki Raja Zhang yang berdiri tegak.

"Kau tahu." Tiba-tiba Raja Zhang mengambil dagu Jing Ji menggunakan jari telunjuknya. Jing Ji dibuat mendongak menatap dirinya. "Setelah menjadi milikku, tidak ada yang bisa meloloskan diri."

Jing Ji gugup bukan main. Bersitatap dengan Raja Zhang dari jarak sedekat ini sungguh membuat jantungnya seakan mau meledak. Mata Raja Zhang selalu menjadi poin utama di wajahnya yang tampan. Raja Zhang memilih tatapan yang tajam, dalam, dingin, serta memikat. Jika sudah bersitatap seperti ini, rasanya akan lumpuh.

Kaki Jing Ji melemas. Sebelum Jing Ji merosot, tangan Raja Zhang segera merengkuh pinggang dengan sebelah tangan. Tidaklah sulit menahan tubuh Jing Ji yang ramping ini.

"Bersabarlah, aku harus menunggu waktu yang tepat." Raja Zhang berbicara dengan suara yang dalam.

Tubuh Jing Ji semakin melemas.

Tiba-tiba terbit senyuman Raja Zhang. Senyum itu lebih terkesan sinis namun tetap memikat. Dengan mata yang masih bersitatap, Raja Zhang mendekatkan wajahnya pada wajah Jing Ji, dan jari Raja Zhang menarik dagu Jing Ji.

Jing Ji memejamkan mata, jantungnya berdegup lebih kencang. Namun tiba-tiba ia merasakan wajahnya ditiup dan ....

Tubuh Jing Ji lemas sepenuhnya, Jing Ji sudah tidak sadarkan diri. Senyum Raja Zhang segera menghilang, kemudian dengan kasar melempar tubuh Jing Ji ke tempat tidur. Raja Zhang mundur satu langkah dan memandang Jing Ji dengan sinis.

"Kau pikir apa? Aku akan menciummu? Cih."

Raja Zhang menoleh ke arah pintu. "Bawa dia ke istana belakang!"

Huang Shong membuka pintu kamar lalu membungkuk. "Siap laksanakan, Yang Mulia!"

* * * *

Keesokan harinya, pagi menjelang siang ini semua gadis dipulangkan. Kali ini kereta yang mengantar kepulangan mereka lebih banyak karena sebagian kereta kuda berisi hadiah berupa emas, perhiasan, baju, dan lain-lain.

Kereta kuda Arum berada di tengah-tengah. Prajurit yang mengawal pulangnya mereka hanya berada di depan. Sesampainya di gerbang, tiba-tiba kereta kuda paling depan rodanya rusak, sehingga mereka semua berhenti.

Merasa kereta berhenti, Arum mengintip ke luar lewat jendela. "Apa yang terjadi?"

Melihat para prajurit sibuk melihat roda kereta kuda terdepan, Arum tahu bahwa perjalanan mereka sedang terhambat.

Arum pun menengadah ke langit. "Ya Tuhan, apakah ini yang namanya petunjuk bahwa Engkau menginginkan hamba menolong Jing Ji?"

Terdiam beberapa saat, Arum mengangguk sendiri. "Baiklah, perintah Engkau hamba laksanakan segera."

Arum ingat tadi saat akan masuk kereta, dua orang penjaga tengah berbincang. Dari obrolan mereka Arum tahu bahwa Jing Ji sudah dipindah ke istana belakang tadi malam. Arum berpikir sekarang ia tidak memiliki banyak waktu. Ia harus segera turun dari kereta kuda dan menyelamatkan Jing Ji.

Apakah Arum bisa menyelamatkan Jing Ji Guys?

Queen Of King Zhang's Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang