Jantung Berdebar

233 41 2
                                    

"Raka! Rakaaaaaa!"

Subara berlari kencang, melompati semua yang menghalangi jalannya. Tangan kanannya memegang gulungan kertas, sedang wajahnya terlihat panik. Dia terus berlari membelah hutan. Burung-burung yang sedang hinggap di pohon berterbangan. Ia ingin segera sampai ke tepi sungai, di mana kakaknya, yakni Respati sedang memancing.

Setibanya di tepi sungai, ia melihat Respati telah menoleh ke arahnya. Respati masih duduk bersila, sedang tangannya memegang gagang pancing. "Apakah Arum telah merasukimu? Teriakanmu sungguh luar biasa."

Ia mengatur nafas yang ngos-ngosan. Sungguh lelah berlari dari perbatasan desa sampai ke tepi sungai ini. "Raka, gawat!"

Alis Respati berkerut. "Ada apa? Apa kau dikejar lagi oleh pak kumis baplang? Atau telormu pecah lagi?"

Ingin ia segera berbicara, namun nafasnya masih sangat ngos-ngosan, jantungnya juga berdegup sangat kencang. "I-ini. Baca sendiri saja." Ia memilih memberikan surat yang ia terima ke pada Respati. "Itu surat dari paman Shen Hong."

Dengan santai ia membuka gulungan kertas kemudian membacanya. Setelah membaca hal yang menjadi inti isi surat, mata Respati membelalak.

"Apa!!!" Ternyata dia juga kesurupan Arum. Ikan yang hendak menyantap umpan pun terkena serangan jantung hingga kejang-kejang.

* * * *

Arum dan Raja Zhang tiba di kamar. Namun sesampainya di kamar, tabib dan Lu Lu diusir dari kamar. "Dia hanya berpura-pura sakit. Kalian keluar sekarang."

Setelah Lu Lu dan tabib istana Banfai keluar, Raja Zhang melepaskan kerah belakang Arum. "Aku sudah memperingatkan agar kau tidak menginjakan kaki keluar dari kamar."

Arum cemberut. "Kenapa? Aku kan bosan di kamar terus. Apakah Yang Mulia takut guru Yang Mulia akan membunuh hamba?" Di akhir, Arum tersenyum. Entah mengapa dia senang kalau-kalau Raja Zhang khawatir akan keselamatannya.

"Kau tahu dari mana tentang guruku?" tanya Raja Zhang dengan tajam.

Arum menghela nafas kemudian menghampiri tempat tidur. Dia duduk di sana dengan santai. "Ayahku telah menceritakan semua tentang Anda, Yang Mulia. Di mulai dari Anda yang tidak tahu kenapa membunuh ibu Yang Mulia sendiri, sampai tentang Yang Mulia yang pernah menjalin kasih dengan Putri Xue Xing."

Mata Arum terlihat bersemangat. "Ah, tentang Putri Xue Xing. Bagaimana perasaan Yang Mulia setelah bertemu dengan nya tadi?" Walaupun tampak bersemangat, namun Arum sedang menahan rasa mengganjal di hatinya. Rasanya bernafas pun tidak sampai ke paru-paru.

Kening Raja Zhang berkerut. "Xue Xing?"

Sekarang Arum malah heran. "Memangnya Yang Mulia tidak melihatnya tadi? Dia kan ada di samping Pangeran Gu Thong."

Raja Zhang terdiam sebentar. Entah apa yang saat ini sedang dipikirkan olehnya. "Aku tidak peduli." Kata itulah yang akhirnya keluar.

Arum menghela nafas. Entah mengapa tiba-tiba sekarang ia peka akan ekspresi Raja Zhang. Mungkin menurut orang lain ekspresi Raja Zhang tampak sama saja, dingin, datar, dan tatapannya selalu tajam. Namun ia telah sering memperhatikan wajah Raja Zhang dalam berbagai macam situasi. Ia bisa membaca ekspresi Raja Zhang walaupun cukup sulit dan tidak tahu apakah akurat atau tidak. Dan kini, Raja Zhang sedang merasa kebingungan. Entah apa yang membuat suaminya itu bingung.

"Aku peringatkan sekali lagi, jangan keluar kamar dan jangan juga bergaul dengan Pangeran Gu Thong."

Arum cemberut. "Yang Mulia selalu egois. Lalu untuk apa aku diajak kalau tidak boleh ke mana-mana? Aku bosan."

Sejujurnya Raja Zhang juga merasa bosan. Di sini ia tidak melakukan apa-apa. Bertemu dengan gurunya juga tidak bisa karena gurunya sedang bertapa selama 1 tahun. Sampai akhirnya Raja Zhang memikirkan satu ide. "Aku akan ambilkan buku." Dan ia langsung pergi.

Arum ingin menghentikan Raja Zhang, namun bukan Raja Zhang namanya kalau mendengar apa kata Arum. Pria itu selalu bertindak semaunya. "Aku kan tidak terlalu pandai membaca huruf pinyin."

* * * *

Raja Zhang duduk bersila dengan satu buku yang sedang ia baca di atas meja. Di seberang Raja Zhang, Arum juga melakukan hal yang sama. Bedanya Arum tidak membaca buku ilmu pengetahuan, ia membaca buku cerita dongeng anak. Raja Zhang sengaja memilihkan buku cerita anak karena bisa menebak Arum akan bosan jika membaca buku-buku yang berat. Tanpa Raja Zhang ketahui, membaca buku saja Arum sudah merasa pusing. Membaca buku cerita anak ini Arum seperti anak kecil yang sedang belajar membaca. Membaca satu paragraf saja butuh waktu sepuluh menit.

Dua jam kemudian, Raja Zhang selesai membaca 2 buku. Ia tutup buku tersebut kemudian menggerakkan mata ke depan. Begitu melihat Arum, ternyata bukannya dibaca, buku yang ia bawakan malah menjadi alas kepala gadis itu. Mulutnya menganga kecil sehingga air liur menetes diatas buku.

Raja Zhang menghela nafas. Ia pandangi Arum lama. Ingatannya kembali mengingat apa yang diucapkan oleh Arum dua jam lalu. Arum telah mengetahui semua masa lalunya karena diberitahu oleh Tzu Yang. Lalu mengapa sikap gadis ini biasa saja? Mengapa Arum tidak memandangnya ngeri? Padahal ia telah membunuh ibu kandungnya sendiri, ya walaupun bukan atas kehendaknya, namun tetap saja itu kenyataannya. Bukankah ia sangat keji?

Setelah cukup lama tenggelam dalam pikirannya, Raja Zhang bangkit berdiri. Ia melangkah memutari meja, kini ia berdiri di belakang Arum. Sekali lagi ia menghela nafas. Ia buka jubahnya lalu menyelimuti Arum menggunakan jubahnya.

"Jangan sampai kau masuk angin. Jika kau sakit akan merepotkan sekali."
Setelah itu ia pergi meninggalkan kamar.

Beberapa menit setelah Raja Zhang pergi, Arum terbangun karena lehernya terasa pegal dan sakit. Bahkan saat akan duduk tegak saja ia meringis dan memegangi tengkuknya.

Saat sedang mengelap air liurnya menggunakan punggung tangan, ia menyadari ada sesuatu yang menyelimuti punggungnya, ia pun menoleh. Melihat jubah hitam yang menyelimutinya, ia ingat jubah ini adalah jubah yang tadi dikenakan oleh Raja Zhang. Ia tersenyum.

"Entah mengapa perlakuan kecilnya ini membuat hatiku tergelitik. Dia terkesan manis."

Ia masih ingat tentang Raja Zhang yang membawakan ramuan serta obat pereda nyeri. Ia ingat bagaimana Raja Zhang mengoleskan salep pada perutnya. Ia juga ingat kejadian di dapur, yang mana Raja Zhang mengusap pipinya, dan setelah itu Raja Zhang menyuruh pelayan menyiapkan banyak makan yang ia makan pada malam itu. Juga ia ingat bagaimana Raja Zhang selalu menjenguknya setiap pagi, siang, dan malam. Bahkan ia ingat saat Raja Zhang mengecup bibirnya untuk menerapkan sihir. Tanpa sadar ia memegangi bibirnya sambil menahan senyum. Sebelah tangannya memegang dada.

"Uh, mengapa jantungku berdebar begini."

Queen Of King Zhang's Heart Where stories live. Discover now