Semua Ingin Arum

257 37 6
                                    

Hari menginjak malam, makan malam diantar ke dalam kamar Arum oleh Lu Lu. Sedangkan Raja Zhang, entah kemana pria itu, sepertinya pergi bersama dengan Huang Shong. Setelah makan malam, Arum mengobrol santai dengan Arum. Ia tidak tahu bahwa dugaannya tentang Raja Zhang yang sedang bersama Huang Shong ternyata salah.

Ternyata Raja Zhang pergi ke halaman belakang penginapan untuk menemui seseorang yang tiba-tiba datang. Di bawah pohon, seorang pria berjubah hitam tengah berdiri membelakangi Raja Zhang. Kedua tangan pria itu berpangku di belakang punggung. Merasakan kehadiran Raja Zhang, pria itu menoleh perlahan.

Janggutnya panjang sedada, matanya sipit dan kulit wajahnya sudah banyak keriput. Melihat Raja Zhang berdiri di hadapannya, senyum pria itu mengembang walaupun giginya sudah tidak utuh.

"Apakah wajah istrimu begitu cantik sehingga aku tidak boleh melihat? Apakah kau pikir aku akan jatuh cinta padanya?"

Niatnya ingin mengamati istri Raja Zhang diam-diam, namun siapa sangka bahwa Raja Zhang telah berjaga di istana belakang, bahkan Raja Zhang telah memasang penghalang gaib agar ia tidak bisa melihat ke dalam penginapan istana. Sepertinya muridnya ini tengah menyembunyikan sesuatu.

"Jika untuk ku tunjukkan, sudah aku bawa dia kehadapanmu sebelum hari pernikahan." Ekspresi wajah Raja Zhang tetap dingin dan datar walaupun sedang berhadapan dengan gurunya sekalipun.

Tao Fang tertawa mendengar itu. Suara tawa tuanya sangat menyeramkan apalagi di dengar pada malam hari. Namun sekeras apapun ia tertawa, orang lain tidak akan mendengarnya. "Kau tidak meminta izinku terlebih dahulu sebelum menikah dengan istrimu. Kau melupakan aku."

Raja Zhang menghela nafas. Memang salahnya yang tidak berbicara terlebih dahulu pada gurunya. Namun sumpah demi apapun ia memang benar-benar lupa, bukan berniat melupakan. Entah mengapa sejak Arum datang ke kehidupannya, fokusnya hanya berlingkup pada gadis itu. Ya walaupun fokus ingin membunuhnya dan menaklukkan gadis itu.

"Aku lupa, maafkan aku." Hanya pada Tao Fang lah Raja Zhang mengucapkan kata maaf.

Tao Fang tersenyum, antara marah dan senang sulit dibedakan karena pria tua ini selalu tersenyum. "Tidak masalah jika hanya lupa. Tapi mengapa kau melarangku melihat istrimu? Kau menyembunyikan sesuatu. Aku tahu itu."

Raja Zhang segera menggeleng. "Tidak ada alasan khusus, hanya bukan saatnya."

Alis Tao Fang berkerut, namun dia diam. Jawaban Raja Zhang memang selalu sama jika dalam dua situasi. Pertama iseng semata alias hanya sedang ingin, atau sesang menyembunyikan sesuatu.

"Nanti akan aku perkenalkan dia padamu jika sudah waktunya," lanjut Raja Zhang tegas.

Tao Fang tersenyum miring. "Aku yakin dia istimewa. Aku tidak bisa melihat dia ataupun mencium baunya. Sepertinya dia bukan manusia biasa. Gara-gara dia, tapaku yang baru 7 bulan gagal karena aku tidak bisa fokus. Apa yang sedang kau rencanakan dengan menikahi gadis itu? Aku tidak menyangka kau akan menikah, apalagi menikahi gadis yang kau pilih. Bukankah sudah perjanjian kita, jika sudah mengambil darahnya, tubuh gadis-gadis pilihan itu akan kau serahkan padaku. Kau tidak sedang mengkhianatiku, kan?"

Raja Zhang berdecih. "Aku tidak berpikir ke arah sana. Seharusnya aku yang bertanya, mengapa guru tidak pernah meninggalkan Banfai? Kau tidak sedang mengkhianatiku, kan?"

Tao Fang maju selangkah, lalu menepuk bahu Raja Zhang. "Tidak mungkin aku mengkhianatimu. Memiliki murid yang tidak kenal takut dan ganas sepertimu aku harus memiliki tameng, jika tidak kau bisa menggigitku, kan?"

Raja Zhang diam saja. Ia tahu apa yang dimaksud oleh Tao Fang sebagai tameng.

Beginilah percakapan antara murid dan guru versi Raja Zhang. Pada siapapun Raja Zhang akan berbicara sarkas. Meskipun Tao Fang adalah gurunya, namun kepercayaan Raja Zhang pada manusia telah punah, jadi dia tetap harus berhati-hati.

"Baiklah, karena kau baru saja sampai di Banfai, aku akan membiarkanmu istirahat." Tao Fang melambaikan tangan dan menghilang begitu saja seperti hal yang sering dilakukan oleh Raja Zhang.

Sepeninggalan gurunya, Raja Zhang memikirkan sesuatu. "Guru bilang paman Tzu Yang kemungkinan sudah meninggal, tapi ternyata paman Tzu Yang masih hidup. Dia tidak menua, itu tandanya dia telah mencapai ilmu tertingginya. Satu yang membuat aku sangat bingung."

Raja Zhang teringat akan tatapan Tzu Yang beberapa hari lalu. "Mengapa paman Tzu Yang tidak segera menemui aku ataupun guru setelah kembali? Dan mengapa tatapannya seperti tidak senang padaku? Padahal dulu yang paling menyayangiku adalah dia."

Sedangkan di tempat lain, seorang wanita meringkuk di sudut kamar sembari menangis tersedu-sedu. Tubuhnya memar dan sudut bibirnya luka berdarah. Dia adalah Putri Xue Xing. Baginya, kamar mewah nan indah ini sama dengan neraka. Kamar ini meninggalkan trauma yang sangat mendalam, terutama ketika Pangeran Gu Thong masuk ke dalamnya.

"Huft." Pangeran Gu Thong mendudukan diri di bangku panjang kemudian menyilangkan kaki. Setelah melampiaskan amarahnya pada Putri Xue Xing, ia merasa sedikit puas.

Karena Putri Xue Xing terus menangis, Pangeran Gu Thong merasa terganggu, ia menoleh pada Putri Xue Xing yang menangis memeluk lutut di sudut kamar. "Diam atau aku pukuli kau lagi!"

Seketika Putri Xue Xing berhenti menangis. Ia tidak ingin dipukuli lagi.
Begitu hening, Pangeran Gu Thong menyandarkan punggungnya, memejamkan mata untuk merilekskan tubuh dan pikiran. Namun saat memejamkan mata, bayangan wajah Arum juga tingkah anehnya memenuhi pikiran. Pangeran Gu Thong tersenyum.

"Menarik sekali. Pantas saja dia menjadikan gadis itu miliknya."

Pikirannya terus memikirkan Arum. Menurutnya Arum sangat cantik, manis, imut, lucu dan menarik. Mata bulatnya yang paling memikat. Belum pernah ia bertemu dengan gadis seperti Arum. Selama ini ia hanya menemui gadis yang lemah lembut dan anggun, contohnya Putri Xue Xing.

Sampai kemudian ia terpikirkan sesuatu. Kembali ia menegakkan badan dan kepala. Ia menatap Putri Xue Xing yang diam menahan tangis. "Kau tidak ingin menjadi bahan pelampiasan amarahku lagi?"

Putri Xue Xing menatap Pangeran Gu Thong dengan takut. Ia tidak mengerti apa maksud ucapan suaminya itu.

Melihat ekspresi Putri Xue Xing, Pangeran Gu Thong menghela nafas. "Aku serius. Jika benar, aku akan mengabulkannya." Dan sekali lagi ia bertanya. "Kau ingin lepas dari tanganku agar bisa bebas?"

Putri Xue Xing mengangguk walaupun masih takut.

Tiba-tiba saja Pangeran Gu Thong tertawa. "Bagus. Aku akan mengabulkannya, akan tetapi dengan satu syarat."

Putri Xue Xing menatap Pangeran Gu Thong.

"Aku akan melepasmu asal kau membantu aku mendapatkan Arum."

Mendengar ucapan suaminya, Putri Xue Xing terkejut. Ada juga rasa sakit di hatinya. Haruskah wanita yang diinginkan suaminya adalah gadis yang sekarang menjadi istri pria yang ia cintai. Sedikit tidaknya, ia berharap suaminya bisa mencintai dirinya, apalagi sekarang ia sedang mengandung anak suaminya itu.

Queen Of King Zhang's Heart Where stories live. Discover now