Arum Tidak Kenal Takut

249 31 2
                                    

Sambil duduk santai di atas singgasana, Raja Zhang memperhatikan semua gadis dengan baik dan teliti. Di bawah singgasana berdiri kasim yang mengatur jalannya acara pemilihan, dan di seberang Kasim ada Huang Shong yang mengawal acara. Sedang di sisi bagian kiri ruangan berdiri para gadis yang telah memperkenalkan diri dan juga menunjukkan bakat mereka. Sampai kemudian giliran gadis ke enam.

"Selanjutnya, Li Jing Ji." Kasim membaca daftar nama para gadis. Dalam kertas yang ada di tangannya, ada sebuah nama yang dilingkari, nama itu tidak lain adalah nama Arum Gentini Danura.

Sebelum maju keluar dari kain penghalang, lebih dulu Jing Ji menghapus air mata. Dan sebelum pergi, Jing Ji menoleh pada Arum yang berada di balik kain penghalang lain.

"Terima kasih karena kau telah berusaha menyelamatkan aku. Maaf karena aku dan pamanku, kau berakhir di sini. Tapi tenang saja, setelah ini kau akan pulang ke rumah dengan imbalan yang sangat besar." Jing Ji tersebut lembut dan tulus. "Sekali lagi terima kasih."

Arum mengangguk ringan. Dalam hati dia merasa gugup sekaligus sudah merasa yakin bahwa Jing Ji akan terpilih.

Kain penghalang merah muda disibakkan oleh gadis yang ada di baliknya. Tatapan Raja Zhang segera fokus ke arah sana. Begitu melihat Jing Ji, ada senyum kecil yang mengembang. Jing Ji jauh lebih cantik dari wanita yang lain. Tidak hanya wajah, bentuk tubuh juga sesuai dengan tipenya selama ini.

Sedang Jing Ji, sejak tadi ia menunduk saat berjalan maju, kemudian berhenti di tengah-tengah aula. Sebelum membungkuk dia melirik sekilas pada singgasana. Dan betapa terkejutnya ia melihat alangkah tampannya Raja Zhang ini. Ketampanan Raja Zhang memang selalu dibicarakan dikalangan masyarakat, akan tetapi ia tidak tahu bahwa tampannya akan diluar nalar seperti ini.

Jing Ji langsung gugup, jantungnya berdebar kencang. Yang paling membuat ia gugup adalah mata Raja Zhang yang gelap dan menarik. Tanpa sadar ia malah ingin menjadi gadis yang terpilih.

"Hormat hamba, Yang Mulia Raja Zhang. Hamba adalah putri tunggal dari pasangan Li Du Tang dan Mi Ding Yu, Li Jing Ji. Umur hamba 19 tahun." Jing Ji berbicara dengan teramat sangat lembut, sesuai dengan rupanya yang cantik dan anggun.

Raja Zhang mengamati Jing Ji dari ujung rambut hingga ujung kepala. Sempurna, ini adalah gadis yang paling cantik, yang pernah ia pilih. Walaupun tertarik pada Jing Ji, wajah Raja Zhang tidak menunjukkan demikian. Wajahnya tetap datar dan dingin, membuat siapapun pasti mengira bahwa Raja Zhang menganggap Jing Ji adalah musuh.

"Tunjukkan bakat yang kau miliki."

Arum yang sedang menunduk merapikan rok hanfu seketika mengangkat kepala. Baru kali ini Raja Zhang mengeluarkan suara, dan sialnya suara itu begitu dalam, berat, menawan, sekaligus membuat merinding.

'Kan dia tertarik pada Jing Ji. Paman Shen Hong, maafkan aku yang tidak bisa berbuat apa-apa.'

"Hamba sering memainkan seruling. Hamba akan menunjukkan penampilan yang terbaik untuk Anda. Izinkan hamba untuk menunjukkannya pada Anda, Yang Mulia."

Alis Arum sedikit mengerut. Mengapa suara Jing Ji terdengar semangat dan lebih santai dari sebelumnya? Jika dipikir-pikir, semua gadis yang maju pada akhirnya terdengar ingin sekali dipilih oleh Raja Zhang. Mereka menunjukkan apa yang mereka bisa semaksimal mungkin.

Beberapa saat hening, akhirnya terdengar suara alunan seruling yang sangat merdu dan menyentuh hati. Bahkan Arum sendiri sampai terpukau.

'Wah, alunan seruling yang sangat merdu. Seandainya saat menggiring domba aku bisa memainkan seruling seperti ini, pasti dombaku akan gemuk-gemuk.'

Teringat sekilas olehnya saat dia ditugaskan menggiring domba milik Shen Hong. Pada saat itu ia ingin meniru gaya kakeknya saat menemani domba makan rumput di padang rumput. Ia meminjam seruling kakeknya dan meniupnya. Bukannya makan dengan tenang, domba-dombanya malah kocar-kacir dan akhirnya menghilang.

Beberapa menit kemudian, berakhirlah sesi menunjukkan bakat. Jing Ji pun diminta berdiri di barisan bersama dengan gadis lainnya. Kini tibalah saatnya untuk Arum maju.

"Gadis terakhir, Arum."

Tatapan Raja Zhang beralih pada kain penghalang berwarna kuning. Sekarang ia tahu bahwa gadis yang telah menyerang prajuritnya bernama Arum. Nama yang unik, berbeda dengan nama dari negeri ini. Sekarang ia merasa penasaran dengan sosok Arum. Apakah dia kekar sehingga bisa membuat prajuritnya pingsan? Atau kakinya panjang karena katanya lari Arum sangat cepat.

Di balik kain penghalang, Arum menghela nafas. Dia pun menyibakkan kain penghalang dan maju.

Mata Raja Zhang langsung berfokus pada gadis mungil yang keluar dari kain penghalang. Kulitnya tidak terlalu putih, rambutnya tidak terlalu panjang yakni hanya sepinggang, matanya bulat lebar bak bersinar, kelopak matanya indah, alisnya tebal, dan bentuk bibirnya seperti buah plum.

Hmm di matanya, gadis bernama Arum itu seperti sebuah boneka imut. Sulit dipercaya jika gadis mungil itu yang mengetapel prajurit dan mengecohnya.

Arum berdiri di tengah-tengah aula. Sama seperti Jing Ji, Arum sempat mencuri pandang ke singgasana. Begitu dia melihat sosok Raja Zhang.

Noel bichi naerinda .... Syalalalalala ....

Seketika Arum terpesona oleh ketampanan pria yang duduk di singgasana. Baru kali ini Arum melihat pria setampan itu. Selain tampan, pria ini juga terlihat gagah, berkharisma, dan penuh dengan aura yang sulit dijelaskan. Ia pikir Raja Zhang sudah berumur, tapi nyatanya masih terlihat muda. Tapi ....

Syalalo lo lo low (kasetnya kembali rusak)

Arum kembali tersadar akan siapa pria yang duduk di atas singgasana itu. Dia menggeleng sambil memejamkan mata. Membuat alis Raja Zhang berkerut samar melihat tingkahnya.

'Sadar Aruuuum. Dia pria kejam.'

"Kau tidak suka melihatku?" Suara dingin dan berat Raja Zhang kembali keluar. Kasim sudah ketar-ketir saja. Begitu juga dengan Huang Shong. Jangan sampai kejadian di kedai minum waktu itu terjadi di sini.

Arum menggeleng, dia tersenyum sangat lebar hingga terlihat semua deretan giginya. "Tidak Yang Mulia. Hamba sangaaat senang. Haha."

Raja Zhang tidak menanggapi lagi.

Kasim berdeham, maksud dia mengingatkan Arum untuk segera memberi hormat. Namun sayang, Arum otaknya tidak terlalu pintar tidak mengerti. Sampai pada akhirnya Kasim harus menegur dengan jelas.

"Nona, mengapa kau tidak memberikan hormat pada Yang Mulia?"

Arum baru teringat dengan apa yang diajarkan oleh guru etika tadi siang. Dia menepuk keningnya. "Duh, hampir lupa. Yang Mulia sih pakai tegur hamba segala." Masih sempat dan sangat berani Arum menyalahkan Raja Zhang atas apa yang dia perbuat.

Huang Shong dan Kasim terperangah. Setelahnya dalam hati mereka berdoa semoga malam ini tidak ada darah yang memercik.

Raja Zhang menahan kekehan sinisnya. "Kau menyalahkan aku?"

Arum menggeleng. "Tidak juga, Yang Mulia. Salah hamba juga yang mudah lupa."

Seharusnya Arum bersujud memohon ampun pada Raja Zhang, bukan malah berbicara santai seperti itu. Sepertinya Arum benar-benar ingin mati.

Raja Zhang menghela nafas. Raja Zhang menyandarkan punggung pada sandaran kursi singgasana, lalu menyilangkan kaki. Raja Zhang tekan ujung lidahnya pada pipi kanan bagian dalam. Ia bingung harus berbuat apa pada Arum. Di bunuh begitu saja sepertinya kurang seru. Tapi kalau dibiarkan hidup, sepertinya akan membuat ia pusing.

Akhirnya Raja Zhang memilih membiarkan Arum memperkenalkan diri terlebih dahulu. "Perkenalkan dirimu."

Kasim dan Huang Shong saling lirik. Benarkah Raja Zhang tidak murka dengan sikap Arum?

Arum menuruti karena ia memang harus melewati sesi ini. "Hamba adalah putri dari pasangan Gunta Danura dan Asnah Ningsih, Arum Gentini Danura. Umur hamba 17 tahun. Asal negeri hamba ... Orang-orang menyebutnya Nusantara."

Raja Zhang tidak tahu di mana itu Nusantara, akan tetapi ya sudahlah. Sepertinya Arum memang berasal dari negeri yang jauh.

"Tunjukkan bakatmu!" perintah Raja Zhang, tidak menunggu Kasim yang memerintah.

Arum mengangkat wajah dan menyeringai. Hehe.

Tunggu episode selanjutnya ya Guys.

Queen Of King Zhang's Heart Donde viven las historias. Descúbrelo ahora