Mendapatkan

43 12 3
                                    

"N-nanti kita buat, yaa."

-

"Dia tetap membutuhkan donor ginjal, Lex. Jika tidak, maka hidupnya akan bergantung pada cuci darah seumur hidup." titah Reno.

Alex menyeruput secangkir kopi hitamnya. "Lalu?"

"Ginjal yang benar-benar cocok untuknya, bukan sembarang ginjal. Jika tidak maka akan membuatnya bertahan dalam hitungan bulan saja."

Alex menatap datar Reno didepannya, jika dirumah sakit mereka selayaknya Dokter dan Pasien, maka dirumah mereka tak lebih dari sepasang saudara.

"Ginjal saya nggak mungkin cocok, karena umur kan? Lalu bagaimana saya mendapatkan nya." ujar Alex, lalu hembusan nafas berat terdengar darinya.

"Biar saya yang mencari, yang saya tahu stok dirumah sakit sedang tidak ada." ucap Reno.

Tak lama setelahnya, Clarissa datang dengan membawa cemilan ringan untuk Reno dan Alex, kemudian ikut duduk disampingnya.

"Kalau dia nggak dapetin donor ginjal nya, dia hanya bergantung pad cuci darah, Ren?" tanyanya.

Reno menganggukkan kepalanya pelan.

°°°

"Aaaaaa Kakkk!!" seru Kiara, tetapi dengan suara yang tak terlalu nyaring.

Langit membuka mulutnya, lalu suapan perlahan masuk kedalam sana. Semangkuk bubur hangat untuk Langit yang ia beli sebelum kemari.

"Enak yaa?" tanyanya. Lalu Langit hanya menganggukkan kepalanya.

Satu persatu suapan sudah lelaki itu makan, dengan sangat hati-hati.

Kiara membantu Langit untuk berdiri dan mengantar nya kedalam toilet. Syukurlah kondisinya semakin hari semakin membaik, meskipun masih terlihat lemah.

Setelah itu, ia membawa Langit menggunakan kursi roda. Sekedar berjalan santai untuk menikmati sore hari. Suasana rumah sakit yang begitu asri, dengan rimbunnya pepohonan disetiap sudut, dan taman bunga yang terlihat sangat mengagumkan ditengahnya, lalu dikelilingi dengan pancuran air kecil yang membulat.

Senja pun datang menyapa seluruh penghuni bumi. Cahaya hangat juga indah dirasakan secara bersamaan.

"Kita disini aja yaa, Kak." ucapnya.

Kiara menghentikan langkahnya tepat didepan taman bunga itu.

"Cantik kan Kak? Gue juga betah deh lama-lama disini, hmmm atau nggak nanti kalau gue udah nikah, gue mau buat taman pribadi yang isinya penuh bunga berwarna ungu!!" ucapnya dengan penuh harapan, menatap satu persatu bunga yang ada disana, lalu memetiknya satu tangkai.

Langit yang masih tak mampu membuka suaranya, hanya menatap tulus gadis didepannya. Kemudian, tangan itu terulur untuk mengusap pucuk kepala gadisnya.

Kiara menoleh kearahnya. "Ada apa?"

Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya, lalu menyelipkan anak rambut kedalam telinga nya.

"N-nanti kita buat, yaa." ucap Langit dengan sangat pelan-pelan. Gadis itu mendongakkan kepalanya tak percaya, menatap lekat wajah tampan didepannya.

Mereka kemudian duduk berdua sembari menikmati senja yang datang. Sinaran yang semulanya panas berangsur menjadi hangat. Dengan cahaya jingga yang mengagumkan diujung barat.

°°°

"Langit beneran butuh donor ginjal yaa? Gue pikir dia udah sehatan karena udah sadar." ujar Keno.

𝐋𝐀𝐍𝐆𝐈𝐓 [ Revisi! ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang