🖤

491 59 34
                                    




Terhitung dua minggu sudah Jennie menghabiskan waktu istirahatnya di rumah. Namjoon membatasi semua pergerakannya seperti kuliah, kerja kelompok ataupun juga kegiatan mengekori Namjoon seperti biasanya. Kini ia tengah berbaring dengan kepala yang berbantalkan paha sang kakak.

"Kak."

"Hm?" Yang lebih tua sedang asyik membaca sebuah buku bertema perjalanan hidup seorang anak sebatangkara yang sukses.

"Aku dengar kakak udah punya pacar ya?"

Cukup terkejut dengan pertanyaan sang adik sebab - ya, secara diam-diam Namjoon memang menjalin sebuah hubungan. Belum bisa dikatakan - kekasih - namun teman wanita nya itu tentu menempati sisi kosong hati Namjoon yang lebih banyak diisi dengan nama sang adik itu sendiri.

"Siapa yang mengatakannya?"

"Jennie tau. Kak, jangan tinggalin Jennie? Atau paling tidak tunggu sampai Jennie berhasil memenangkan hati kak Seok- "

"Ehm- Jennie. Kak Namjoon gak punya kekasih. Dia cuma teman jadi kamu jangan khawatir ya. Kakak gak mungkin ninggalin adik kecil kakak ini sendiri."

"Kak, Jennie mau sembuh."

"Jennie pasti sembuh."

"Jennie mau secepatnya bilang ke kak Seokjin kalau Jennie cinta dan pengen banget nikah sama kak Seokjin. Tapi Jennie takut kak Seokjin tolak Jennie. Jennie bisa mati kalau sampai kak Seokjin tolak cinta Jennie."

Wajahnya muram, sedikit pucat dan seperti tak ada harapan disana. Sejauh ini, Namjoon belum menceritakan perihal status Seokjin yang telah berkeluarga. Sungguh ia tak tau hendak memulai darimana. Adiknya sangat mencintai Seokjin dan Namjoon adalah satu-satunya orang yang tak pernah membuat Jennie kecewa. Entah apa yang akan terjadi jika Namjoon menceritakan kebenaran yang ada. Untuk saat ini, pria yang usianya menginjak dua puluh lima tahun itu akan memikirkan segala cara agar secepatnya dapat menceritakan kebenarannya pada Jennie.

"Jangan ngomong ngelantur. Ayo makan dulu. Udah waktunya minum obat. "

"Kak- Jennie bosan. Besok mau masuk kuliah boleh?"

"Nanti dulu ya. Tunggu sampai pusingnya gak kambuh lagi."

"Tapi kapan?"

"Minggu depan!"

"Kalau gitu kak Namjoon ajak kak Seokjin main kesini ya! Jennie kangen."

Sejenak Namjoon terdiam. Melihat binar harapan di bola mata sang adik membuat Namjoon terpaksa menganggukkan kepalanya. Ah! Namjoon benar-benar orang yang buruk!





















___

"Bekal udah, buku udah, apa lagi ya? Ah- air minum belum."

Dengan perut besarnya, Jungkook bangkit dari kursi belajar milik Seokjin. Berjalan membawa ransel dan perut yang semakin membesar ternyata melelahkan juga. Padahal jaraknya hanya dari kamar sampai ke dapur. Botol minum Seokjin ada di dapur. Jungkook sudah mengisinya dengan air putih tadi.

"Sayang! Aku lupa handuknya!"

Jungkook menggeleng pasrah. Semakin dekat menyandang gelar sebagai ayah, semakin juga Seokjin 'bergantung' pada sang istri. Semakin manja, semakin tak bisa melakukan apapun seorang diri. Jungkook pernah berkonsultasi dengan dokter kandungannya dan ia mendapatkan sebuah jawaban yang mengejutkan. 'Sepertinya psikis ayahnya sedikit terganggu. Timbul rasa iri dengan calon bayi itu tak banyak terjadi pada seorang suami yang akan menjadi seorang ayah. Tapi biasanya, para istri lebih senang dengan sifat manja suami yang seperti ini. Ya- itu tergantung pada pribadi masing-masing. Kalau anda merasa keberatan mungkin bisa dibicarakan baik-baik dengan suaminya.'

Stay With You ✅️Where stories live. Discover now