🌸🌸🌸⁴

5.7K 589 96
                                    

Sekembalinya mereka dari Tokyo, keluarga Sunghoon heboh usai mendengar bahwa Jaeyun hamil. Bunda yang paling bersemangat sampai ingin membuat acara perayaan besar-besaran untuk mereka. Untung hanya rencana, karena Sunghoon sangat membenci acara-acara tidak penting yang hanya mengundang keluarga.

Lebih baik waktu yang berharga itu dipakai untuk bekerja. Ya, mereka kembali ke rutinitas semula. Jaeyun tetap masuk kerja bersama Sunghoon. Dia memang masih mengalami morning sickness, namun tidak sampai merasa lemas karena sudah mengonsumsi banyak vitamin kehamilan.

Tapi tetap saja, meski dia sudah mengonsumsi vitamin, kondisi fisiknya menjadi lebih lemah semenjak hamil. Kakinya terasa sakit ketika berdiri terlalu lama selama memimpin rapat direksi. Begitu sampai di ruangan mereka, Jaeyun langsung mendudukkan dirinya di sofa. Memijat sendiri bagian ankle-nya yang nyeri.

Sunghoon yang kembali ke ruangan bersamanya tampak mengernyit. Dia yang sudah duduk di kursi presdir, menatap Jaeyun lurus.

"Kenapa kakimu?"

"Agak sakit karena terlalu lama berdiri, Presdir."

"Aku suamimu, Jaeyun."

Ekspresi Jaeyun langsung berubah. Bibirnya manyun, melirik Sunghoon dan mulai merajuk.

"Kakiku sakit, Hoonie."

"Sakit sekali?"

Jaeyun mengangguk pelan. Bahkan dia sampai melepas sepatu dan kaos kaki supaya bisa memijatnya dengan lebih leluasa.

Sunghoon diam sambil mengamati gerak-gerik istrinya. Sebelum menikah Jaeyun juga pernah memimpin rapat direksi dan dia harus berdiri lebih lama daripada rapat hari ini. Saat itu Jaeyun sama sekali tidak mengeluh. Dia bahkan masih sangat enerjik mengerjakan pekerjaan kantor bahkan semua pekerjaan rumah.

Sekarang semuanya berubah, dan ini hanya karena hamil.

Sunghoon tidak pernah menjadi wanita dan dia juga tidak pernah menanyakan soal kehamilan pada ibunya, bahkan dirinya juga awam soal per-rahim-an. Dia pikir dengan menikahi pria yang punya rahim seperti Jaeyun maka mereka akan terhindar dari keribetan masa pregnancy. Karena menurutnya laki-laki tidak akan menangis, tidak akan mengeluh dengan masalah sepele seperti sakit kaki saat hamil. Sebab sejak dilahirkan laki-laki sudah dituntut untuk menjadi kuat dan tidak boleh emosional.

Namun rupanya ia salah. Dirinya tidak tau bagaimana rasanya hamil, dan jujur sangat sulit sekali berempati dengan keluhan Jaeyun sekarang.

"Belum baikan juga setelah dipijat?"

"Sedikit," jawab Jaeyun tanpa menatap lawan bicaranya. Dia sendiri tidak berharap banyak pada Sunghoon. Meski keduanya sudah pasangan sah, tapi Jaeyun sangsi untuk bersikap manja pada sang suami saat mereka sedang berada di kantor.

Walau Sunghoon saat ini memperbolehkan dia berbicara santai dengan mengabaikan status jabatan mereka, tetap saja Jaeyun tidak bisa total melupakan bahwa Sunghoon adalah atasannya di kantor.

"Ya sudah, pijat saja sampai terasa baikan."

Setelah bicara begitu, Sunghoon pun kembali berkutat dengan pekerjaannya di komputer. Total mengabaikan Jaeyun yang tampak memberengut karena Sunghoon sama sekali tidak menawarkan bantuan.

Padahal karena ulah siapa dia seperti ini? Cih, ternyata semua laki-laki sama saja.

"Tapi aku juga laki-laki," gumam Jaeyun kesal.

"Hm?" sahut Sunghoon sambil menatap Jaeyun, mengira bahwa suami kecilnya sedang bicara padanya.

"Tidak," balas Jaeyun singkat sembari memakai kembali alas kakinya.

He is my wifeWhere stories live. Discover now