🌸🌸🌸🌸🌸³

2.9K 371 92
                                    

Dua minggu usia Jungwon, bukannya semakin mudah, justru segala sesuatu semakin melelahkan. Baik Jaeyun maupun Sunghoon, sebagai orangtua baru ada banyak hal baru yang selalu mereka hadapi setiap harinya. Terlebih sudah seminggu ini bunda dan ayah Sunghoon kembali ke Daegu, sehingga mau tak mau keduanya harus bisa mengurus Jungwon berdua saja.

Tangis bayi membahana memekakkan telinga saat jarum jam menunjukkan pukul 1 malam. Bukan berarti sang orangtua mengabaikannya, justru Jaeyun tak hentinya menimang, berharap dengan cara itu putranya bisa kembali tenang.

Namun bayi memang terkadang sulit ditebak. Diberi susu tidak mau, popok dalam keadaan bersih, bahkan suhu ruangan pun baik. Jaeyun benar-benar sudah diambang putus asa. Dia benar-benar lelah karena seharian hanya mengurusi Jungwon, apalagi pagi sampai sore Sunghoon bekerja yang otomatis dia sendirian bersama Jungwon.

"Minum susu ya, cup cup."

Tapi bayi itu menolak menyedot susunya. Jaeyun frustasi. Rasa frustasinya sudah tidak bisa dibendung lagi sampai akhirnya dia ikut menangis.

"Kenapa denganmu, Jungwon? Kenapa?! Mama capek seharian. Ini sudah tengah malam, Nak. Ya ampun.."

Jika kalian penasaran Sunghoon dimana, sebenarnya Sunghoon baru saja tidur setelah menyelesaikan pekerjaannya. Begitu dia tidur, Jungwon menangis dan Jaeyun langsung membawanya keluar kamar. Sunghoon ingin membantu, namun Jaeyun melarangnya. Ia tidak tega merepotkan Sunghoon yang sudah pasti juga lelah setelah seharian bekerja.

Namun saat ini Jaeyun benar-benar membutuhkan seseorang untuk membantunya. Ia berada di puncak rasa lelah, rasa-rasanya ia ingin menyumpal mulut Jungwon dan membantingnya supaya diam. Tangisan Jungwon benar-benar mengancam kewarasan Jaeyun.

"Diam Jungwon, diam!" Tentu saja tangis Jungwon makin keras karena bentakan Jaeyun.

"Kemarikan."

Di saat itu akhirnya Sunghoon datang. Kelihatan dia baru saja cuci muka dengan rambut yang masih setengah basah. Tanpa menunggu persetujuan Jaeyun, Sunghoon langsung mengambil alih Jungwon. Ia menggendong bayi itu dengan posisi kepala di bahunya, seolah Jungwon tengah duduk di lengannya.

"Duduklah," titah Sunghoon yang langsung dilaksanakan Jaeyun tanpa protes. Tak bisa dipungkiri kalau memang saat ini Jaeyun butuh duduk karena dia sudah hampir sejam menggendong Jungwon yang tak hentinya menangis.

Sunghoon dengan tenang menimang-nimang putranya yang masih menangis. Ia pun menyalakan TV, memainkan lagu klasik menenangkan. Sembari menepuk-nepuk pelan punggung mungil itu, Sunghoon bergerak kesana kemari menimang putranya. Posisi tubuhnya menghadap Jaeyun, mengamati istrinya yang menangis dengan mata terpejam.

Tak berselang lama, Jungwon memuntahkan isi perutnya yang berupa cairan putih dengan bau basi. Tentu saja muntahannya mengotori baju tidur Sunghoon. Namun pria itu sama sekali tidak risih dan jijik. Ia dengan tenang tetap menepuk-nepuk punggung Jungwon supaya memuntahkan semua yang mengganggu perutnya.

Justru Jaeyunlah yang panik. Ini pertama kalinya Jungwon muntah dan dia tidak tau harus berbuat apa.

"Jungwonie, ya ampun maaf mama tidak tau perutmu sakit."

"Ambil minyak angin untuk Jungwon."

Yang lebih muda dengan segera memasuki kamar mereka untuk datang kembali dengan membawa botol minyak angin bayi. Lantas ia pun membalurkannya di punggung Jungwon lalu diusap dengan gerakan melingkar, berharap anaknya merasa lebih baik.

Syukurlah setelah memuntahkan isi perutnya, tangis Jungwon berangsur-angsur mereda. Bayi itu bahkan tertidur di bahu sang ayah. Dengan hati-hati Jaeyun mengambil alih si kecil untuk menidurkannya di kamar, sementara Sunghoon harus mengganti pakaiannya dulu di kamar mandi ruang kerja.

He is my wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang