🌸🌸🌸🌸³

4.8K 506 68
                                    

Sunghoon tidak salah kalau Jaeyun akan menyukai Museum Nexon. Di sana banyak komputer jadul yang menyediakan game-game yang sama jadulnya. Sunghoon tidak pernah melihat Jaeyun bermain game, tapi siapa laki-laki yang tidak suka bermain game di dunia ini?

Jaeyun dengan semangat mencoba satu persatu game yang ada, meski pada akhirnya dia kalah juga. Sunghoon yang merasa kasihan pun membantunya. Ia tersenyum dan memuji sang istri saat berhasil menang karena panduannya.

"Lapar?" tanyanya setelah mereka puas dengan semua game yang ada. Kini mereka berjalan bergandengan untuk melihat-lihat sisi museum yang lain.

Jaeyun mengangguk sambil mengelus perutnya. "Hm, lapar."

"Ada restoran galbitang yang enak di dekat sini, mau?"

Jaeyun mendongak lalu mengangguk semangat. "Mau."

"Kaja."

Mereka pun keluar dari museum dan hanya butuh berjalan beberapa meter saja hingga sampai di restoran galbitang yang dimaksud Sunghoon. Meski sudah cukup lama tak pergi ke Jeju, tapi rupanya restoran itu masih ada.

Mereka memesan beberapa menu lunch termasuk galbitang. Sunghoon memesan beer, sementara Jaeyun karena sedang hamil jadi harus rela hanya minum air putih.

Pria manis itu tak hentinya menatap iri pada Sunghoon yang tengah menikmati beer-nya.

"Mau?" tawar Sunghoon tiba-tiba, seraya mengangkat kaleng birnya.

Jaeyun langsung mengangguk semangat. Dia berusaha meraih kaleng itu, tapi dengan cepat Sunghoon menjauhkannya.

"No, kau sedang hamil. Harus puasa minum minuman beralkohol dulu."

Jaeyun kembali merengut. Ia berdecak kesal lalu menyesap air minumnya. "Tidak adil, kenapa orang hamil banyak pantangannya? Bir kan alkoholnya hampir nol persen, apa salahnya sih minum sedikit?"

Sunghoon menggeleng tegas. "Aku tidak mau mengambil risiko. Bahaya untuk Jungwon nanti."

"Hanya Jungwon yang kau pikirkan? Hyung sama sekali tidak memikirkan aku."

"Justru aku memikirkan kalian berdua. Jungwon kenapa-napa, kau juga akan kena imbasnya. Aku tidak mau ambil risiko kehilangan salah satu dari kalian, apalagi kalian berdua. Tidak, aku tidak mau membayangkannya."

Jaeyun hanya bisa memberengut. Ucapan Sunghoon memang ada benarnya, tapi yang namanya orang sedang hamil pasti akan terbawa perasaan. Jungwon, Jungwon, Jungwon terus. Bahkan anak itu belum lahir Sunghoon sudah memanggil namanya berulang kali. Jadi selama ini Sunghoon hanya peduli padanya karena hamil Jungwon? Menyedihkan sekali nasibmu, Jaeyun.

Sepanjang jam makan siang, Jaeyun hanya diam saja. Dia hanya menjawab singkat tiap kali diajak bicara Sunghoon. Meski galbitangnya memang seenak yang Sunghoon bilang, reaksi Jaeyun datar-datar saja. Walaupun dia makan begitu lahap sampai semua mangkuk dan piringnya bersih.

Usai makan siang, mereka melanjutkan perjalanan sesuai agenda yang dibuat Jaeyun. Tujuan mereka berikutnya adalah Museum Nasional Jeju yang jalurnya searah dengan villa milik keluarga Sunghoon.

Selama perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam, Jaeyun terus bergeming di kursinya. Total mengabaikan Sunghoon yang tak hentinya melirik dirinya melalui cermin di atas dashboard mobil.

"Kenapa, Jaeyun?" tegur Sunghoon akhirnya. Dia sebenarnya muak dengan keheningan yang tercipta di antara mereka.

"Tidak apa-apa," balas Jaeyun acuh sambil mengatur posisi kepalanya senyaman mungkin pada sandaran kursi.

"Kalau ada apa-apa itu bilang, jangan beri aku silent treatment."

Jaeyun mengulum bibirnya. Menyadari bahwa yang dilakukannya ini salah, tapi di satu sisi dia tak mau mengakui karena itu sama saja dengan mencoreng harga dirinya.

He is my wifeWhere stories live. Discover now