XV. Obrolan Malam

4 3 0
                                    

Sepulang dari sekolah tadi sore, Karin belum mengganti seragam sekolahnya yang masih melekat di tubuhnya. Entahlah, kegiatan di sekolah hari ini amat sangat menguras tenaganya. Belum lagi dengan remedial di pelajaran olahraga.

Sedang nyamannya merebahkan diri di atas kasur empuknya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu kamarnya dari arah luar.

"Karin." Itu suara Bunda.

"Masuk, Bun. Pintunya nggak Karin kunci." sahut Karin yang mulai bangun dari posisi rebahannya.

Tak lama, muncullah sosok Bunda yang mulai masuk ke dalam kamar anak perempuannya.

"Bunda rapih banget bajunya. Mau kemana?" Karin yang melihat penampilan Bunda berbeda dari biasanya pun tak tahan untuk bertanya. Padahal jam sudah menunjukan waktu maghrib, langit di luar juga mulai terlihat gelap, pertanda malam akan segera datang. Jadi, mau kemana Bundanya di waktu malam seperti ini?

Mendengar pertanyaan dari anaknya, langsung saja Bunda ikut bergabung dengan Karin yang duduk di atas kasurnya. "Bunda mau ke rumah temen sebentar. Anter pesanan kue, buat acara malam ini dirumahnya." ucap Bunda sambil tersenyum lembut.

Terdengar helaan napas berat dari mulut Karin. Tak jarang, Bundanya itu memang sering mengantar pesanan kue di waktu malam. Karena Karin yang harus sekolah dari pagi hingga sore, jadi tidak bisa membantu Bunda. Hal itulah yang selalu membuat Karin merasa bersalah, karena pasti hal itu sangat melelahkan apabila dikerjakan seorang diri.

Bunda hanya membuat kue jika ada pesanan saja, yang biasanya pesanan itu berasal dari teman dekatnya atau beberapa kenalan dari teman-teman yang mengenal Bunda. Jadi, Bunda hanya akan sibuk dengan beberapa pesanan yang datang itu.

Karin selalu mengingatkan untuk lebih baik Bunda beristirahat saja, toh, sudah ada Ayah mereka yang mencari nafkah walau memang jarang sekali bisa pulang ke rumah.

Tapi hal itu selalu di tolak oleh Bunda, dengan alasan agar Bunda tidak merasa bosan apabila anaknya sedang berada di sekolah. Makanya, jika mendapat pesanan seperti ini Bunda akan sangat antusias dan tidak menolak apabila harus diantar juga ke rumah si pemesan.

Karena biasanya, apabila pesanannya sudah siap maka Bunda akan mengabari untuk bisa segera diambil di rumahnya. Tetapi hari ini, sepertinya, tidak bisa. Harus diantar sendiri oleh Bunda. Seperti yang sudah Bunda katakan tadi, bahwa pesanan ini untuk acara nanti malam, jadi kemungkinan si pemesan juga sedang sibuk menyiapkan acara sehingga tidak bisa untuk mengambilnya langsung.

"Tapi ini udah mau maghrib, Bunda. Gak bisa besok pagi aja." tolak Karin yang mengkhawatirkan keadaan Bunda. Melihat dari raut wajah Bunda yang sudah sangat lelah, tapi tetap memancarkan senyumannya seolah baik-baik saja.

Hal itu yang kadang Karin kagumi dari Bundanya.

Masih dengan senyuman lembutnya, tangan Bunda terangkat untuk mengelus surai kecoklatan milik Karin. "Gak apa-apa, Bunda bisa sendiri. Habis sholat maghrib nanti Bunda mau langsung berangkat. Udah ditunggu."

Mengabaikan rasa lelah yang Karin pikir ini bukan apa-apa, karena melihat Bundanya yang mungkin lebih merasa lelah daripada dirinya. Membuat Karin langsung bangun dari tempat tidurnya.

"Oke. Karin antar, tapi mau ganti baju dulu, cuci muka sebentar, terus ambil wudhu biar sekalian sholat maghrib."

"Tapi..."

"Bunda juga sholat maghrib dulu." Karin memotong ucapan Bundanya dan langsung melenggang masuk ke dalam kamar mandi yang memang terdapat di dalam kamarnya.

Melihat itu, membuat Bunda hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Anak itu. Pasti cape banget, kelihatan belum ganti baju dari pulang tadi."

Ruang WaktuWhere stories live. Discover now