XXV. Bersama Bunda

8 3 0
                                    

"Assalamualaikum, Bunda..." Karin mengucapkan salam begitu membuka pintu rumahnya.

"Wa'alaikumussalam." terdengar suara yang seperti dari arah dapur. Lalu muncullah Bunda dengan apron berwarna merah maroon, terlihat dengan jelas jika Bunda pasti sedang membuat kue.

Lalu Karin menghampiri Bunda dan menyaliminya. Tak lupa dengan senyuman yang makin mengembang dengan sempurna.

"Aduh, kenapa ini. Sumringah gitu mukanya." ledek Bunda melihat anak gadisnya yang sedari tadi tersenyum lebar.

"Duduk yuk, Bun. Karin mau ngomong." Karin menarik lengan Bunda dan membawanya menuju sofa.

Setelah berhasil mendudukkan Bunda, lalu Karin juga ikut duduk di sebelahnya dengan melepas ransel sekolahnya dan menyimpannya sebentar di atas meja, sebelum nanti akan ia bawa naik ke atas menuju kamarnya.

"Kamu ini kenapa? Serius banget." Bunda menatap anak gadisnya itu dengan pandangan yang bertanya. "Jangan-jangan kamu punya pacar, ya?"

Mendapat tuduhan seperti itu dari Bunda, membuat Karin langsung memanyunkan bibirnya. Tidak lagi menampilkan senyumannya. "Bundaa... Kenapa tanyanya begitu."

"Ya abis, kamu serius begini."

"Emang kalo serius itu harus dengan informasi Karin pacaran."

"Siapa tau aja." ledek Bunda lagi yang semakin menjadi, membuat Karin menghempaskan punggungnya pada sandaran sofa. "Iya, iya. Enggak diledekin lagi. Jadi anak Bunda ini kenapa, bahagia banget keliatannya."

Barulah setelah Bundanya sudah tidak meledek dirinya lagi, Karin kembali menampilkan senyumannya dan duduk menghadap Bunda.

"Bunda tau nggak."

"Ya, enggak. Kan kamu belum ngomong."

"Ishhh..."

Senang sekali Bunda meledek anak gadisnya ini, yang membuat raut wajahnya berubah-ubah.

"Beneran deh, Bunda dengerin."

"Nggak diledek lagi?"

"Enggak. Bunda bakal dengerin sampe Karin selesai cerita." ujar Bunda sambil mengusap surai rambut anak gadisnya.

"Bunda..." panggil Karin mengambil tangan Bunda, yang kemudian ia genggam di atas pangkuannya.

"Iya?" Bunda ikut menampilkan senyumannya yang begitu lebar, persis dengan senyuman milik Karin.

"Tadi ada informasi dari sekolah, kalo bulan depan sekolah kita bakal ikut Olimpiade IPA tingkat Kota." Karin menjeda sejanak ucapannya dan menatap ke arah Bunda yang masih setia mendengarkannya, dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya. "Dan Karin jadi salah satu peserta yang ikut buat Olimpiade tingkat Kota itu, Bun."

Hening selama beberapa detik setelah Karin berhasil menyelesaikan ucapannya. Bunda tampak masih terdiam seolah sedang mencerna ucapan dari anak gadisnya.

Tak lama kemudian, Bunda menjerit dan langsung memeluknya. Menyalurkan betapa bahagianya mendengar kabar ini.

"Bunda kaget, bangga sama anak Bunda yang paling keren ini." ucap Bunda di tengah pelukannya dengan Karin. "Bunda dulu ngidam apa ya, kok dapet anaknya bisa sepinter ini."

"Bunda nih, ngagetin aja. Karin fikir Bunda nggak seneng karena diem aja."

"Lho..." Bunda melepas pelukan mereka demi bisa melihat wajah Karin. "Itu ekspresi kaget Bunda, nih coba periksa wajah Bunda. Ada perasaan nggak seneng yang terlihat?" tanya Bunda.

Karin dengan segera meneliti wajah Bunda dengan patuh. Dan bisa Karin lihat wajah Bundanya yang berseri, memancarkan raut bangga dan bahagia yang menjadi satu.

Ruang WaktuWo Geschichten leben. Entdecke jetzt