XXIII. Upacara dan Informasi

7 3 0
                                    

Hari Senin adalah hari yang bagi sebagian orang menjadi hari paling menegangkan. Dimana setelah berlibur di akhir pekan, kini harus memulai bangun pagi kembali untuk melanjutkan kegiatan.

Ada yang bekerja melawan kemacetan, ada yang bersekolah melawan teriknya sinar mentari ketika berdiri lama untuk mengikuti upacara.

Seperti pada Senin pagi ini, di SMA Generasi Bangsa, tepatnya di lapangan sekolah mereka sudah ada beberapa murid yang berbaris atau sekedar mondar-mandir mencari dimana letak barisan kelasnya. Ada juga yang masih ribut di dalam kelas, entah mencari dasi, topi atau atribut lainnya yang belum siap.

Karin dan Adel sudah berjalan menuruni anak tangga untuk menuju ke lapangan, di belakangnya terdapat murid laki-laki sekelasnya.

"Aduh tiba-tiba pusing," celetuk Adam sambil memegangi kepalanya dan meringis pelan. "Gue izin ke UKS ya."

Mendengar ringisan Adam, kompak saja mereka semua menghentikan langkahnya dan menatap serius ke arahnya. Seolah-olah sedang meneliti apakah benar atau hanya bersandiwara.

"Nggak ada, gue tau lo cuma cari alesan aja." Gusti dengan tegasnya menolak keinginan Adam untuk kabur ke UKS dengan alasannya yaitu sakit kepala.

"Lo mah tega, sakit beneran ini."

"Bohong."

"Udah buruan, nggak usah rewel." ucap Adel yang juga mengetahui jika Adam hanya mencari-cari alasan saja.

"Iya cuma sebentar aja, upacara tuh 15 menit." kali ini suara Retha terdengar yang juga ikut menimbrung obrolan mereka.

"Itu 15 menit baru muqodimah aja." gerutu Adam lagi, masih bersikeras untuk tidak mengikuti upacara.

"Udah ayo buru, nanti diliat Bu Inne kelas kita masih sepi barisannya." ajak Gusti langsung kepada teman-temannya yang lain, agar segera bergegas menuju lapangan.

"Jangan pura-pura pingsan lo." tegur Erlangga kepada Adam seperti sudah mengetahui rencana selanjutnya, yang kemudian berlalu pergi menyusul Gusti.

Lalu muncul senyuman miring yang tercipta di bibir Adam setelah mendengar ucapan Erlangga, "Ide bagus tuh."

"Nggak usah aneh-aneh, Dam." ucap Karin memberi peringatan kepada Adam.

"Tau, tinggalin aja nanti di lapangan." Adel yang masih mendengarnya ikut berkomentar.

"Gini amat nggak punya pendukung." ucap Adam yang terdengar lesu karena sudah tidak diberi dukungan  sekarang ditinggal pula. Dengan cepat Adam mengejar langkah Arya yang masih berada di depannya. "Lo dukung gue kan, bro?" tanyanya sambil merangkul pundak Arya.

"Nggak usah cari bala bantuan." Adel dengan tega langsung melepas rangkulan tangan Adam di pundaknya Arya dan segera menggeretnya untuk ke lapangan.

Sementara Karin yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berniat untuk menyusul temannya itu. Namun, ketika matanya menatap ke arah Arya yang kini berada di sampingnya. Karin melihat jika nametag laki-laki tersebut belum terpasang dengan benar, sehingga menyebabkan posisinya miring.

"Sebentar, Ar." panggil Karin sembari menahan lengan Arya yang sudah hendak melangkah. Membuat Arya menghentikan langkahnya dan menatap ke arah Karin.

Tanpa banyak ucapan lagi, Karin berpindah tempat menjadi berdiri di depan laki-laki tersebut dan mengulurkan kedua tangannya.

"Maaf, ya."

Mendengar permintaan maaf tersebut, membuat kening Arya berkerut. Tidak mengerti dengan maksudnya, ditambah lagi Karin yang meraih bagian depan seragam sekolahnya itu.

Ruang WaktuWhere stories live. Discover now