Malam Pertama

286 17 0
                                    

Aku keluar kamar dan melangkah menuju luar. Aku melihat rombongan Pak Arkan sudah sampai. Aku mengitari pandanganku dan mencari keberadaan Pak Arkan, dari kejauhan aku lihat Pak Arkan duduk berhadapan dengan Ayah dan penghulu. Dia juga diapit oleh dua pria yang kurasa adalah Ayah serta adik tirinya.

"Pak Arkan ganteng banget ya. Pantes lo klepek-klepek sama dia," tutur Dinda.

Aku membalasnya dengan sebuah senyuman. Bagaimanapun Dinda benar, Pak Arkan memang sangat ganteng dan sebagai cewek normal, aku tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan.

Aku melihat Pak Arkan berjabat tangan dengan Ayah yang sudah siap melaksanakan ijab kabul dan sebagai calon mempelai wanita, aku harus menunggu proses ijab kabul selesai.

"Saudara Kinan Arkan Dirgantara bin Hammam Dirgantara. Saya nikahkan dan saya kawinkan Anda dengan anak perempuan saya Adiva Putri Ivana dengan maskawin uang dua milliar dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Adiva Putri Ivana binti Ahmad Arfiandi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Aku mendengar Pak Arkan mengucapkan secara lantang dan jelas. Setelah mendengar para saksi mengucapkan kata 'sah', aku berjalan mendekati Pak Arkan.

Aku duduk di samping Pak Arkan dan melontarkan senyuman paling bahagia seumur hidupku.

"Cantik banget permaisuriku," puji Pak Arkan sambil membelai pipiku.

Aku menunduk malu, tidak sanggup menyembunyikan merah merona yang terpancar dari wajahku.

"Nggak mau cium saya nih?" tanya Pak Arkan, dan aku mengabaikannya.

Aku tidak berani memulai duluan. Ditambah statusku yang masih bocil, bisa-bisa Ayah dan Ibuku mengira aku sudah pro dalam hal romantis.

"Yaudah kalo gitu saya yang cium duluan," ucap Pak Arkan.

Tanpa meminta persetujuan dariku, Pak Arkan menarik dagu dan mencium bibirku. Mataku terbelalak dan mematung beberapa saat, aku merasakan sensasi bibir Pak Arkan yang manis. Namun, aku tidak bisa membalas ciuman Pak Arkan karena banyak tamu yang menyaksikan.

Aku menahan dada Pak Arkan dan mendorongnya pelan. Aku memberi isyarat untuk menyudahi ciumannya.

"Bibir kamu manis. Pasti masih perawan," tutur Pak Arkan.

Sial! Lagi-lagi pria tua itu membuat pipiku merona. Kenapa dia harus membahasnya di sini?

"Anak saya memang masih perawan. Dan sekarang saya menyerahkan semua tanggung jawab saya padamu. Jaga Diva baik-baik, sayangi dia dan lindungi dia sebagaimana saya melindunginya."

Ayah berkata dengan penuh bijak. Namun sayang, kata-katanya tidak sesuai dengan perbuatannya. Menjaga dan melindungi aku? Sejak kapan dia melakukannya? Dulu dia meninggalkan aku dan Ibu demi pelakor yang kini entah bagaimana nasibnya.

"Iya, tanpa bapak bilang, saya pasti menjaga Diva. Saya pastikan saya tidak seperti bapak yang meninggalkan anak serta istrinya demi perempuan lain," kata Pak Arkan membuatku tercengang.

Berani sekali Pak Arkan mengatakan hal itu kepada Ayah mertuanya? Tapi keberaniannya itulah yang membuatku semakin terpesona.

Aku melihat kekesalan terpancar dari wajah Ayah tapi Ayah tidak bisa berbuat apapun karena posisinya tidak sederajat dengan Pak Arkan. Ditambah ada Hammam Dirgantara yang kini berstatus sebagai Papa mertuaku.

"Setelah menikah, kalian tinggal di rumah yang sengaja saya beli sebagai hadiah pernikahan kalian." Pak Hammam berkata sambil menatapku.

"Terima kasih, Pak." Aku menunduk sebagai tanda hormat.

Love My Teacher [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang