Keributan Pagi Hari

137 9 0
                                    

Aku dan Pak Arkan memilih kembali ke rumah, sedangkan Dinda dan Gala akhirnya ikut kami karena mereka tidak mempunyai pilihan lain.

“Ngapain lo lirik-lirik gue? Suka lo sama gue?” tanya Gala memancing keributan.

“Idih, siapa juga yang suka sama lo. Kepedean banget lo jadi cowok!” bantah Dinda.

Dinda menggeser duduknya dan menjauh dari Gala, sedangkan Gala meletakkan tasnya di tengah sebagai pembatas tempatnya dan Dinda.

“Kalau lo lewati batas tas ini berarti lo suka sama gue,” tutur Gala.

Dinda menggeleng geli dan membuang pandangannya ke arah lain. Aku terkekeh melihat kelakuan lucu mereka yang seperti anak kecil.

“Ribut terus kalian berdua, nanti jodoh loh.” Aku menggoda Dinda dan Gala yang saling membuang muka.

“Amit-amit jabang bayi!” jawabnya serempak.

“Waduh, bisa kompak begitu. Jangan-jangan beneran jodoh.” Pak Arkan ikut menimpali.

“Berisik! Mending lo fokus nyetir aja, bang. Nanti kalau tabrakan gimana?” tanya Gala.

“Kalo tabrakan ya mati, pake nanya. Lo mau berharap apa? Langsung ke neraka?” tanya balik Pak Arkan.

Aku dan Gala saling menatap melalui kaca mobil. Aku mengerti pikiran Gala, ia pasti bingung antara mau ketawa atau berhenti bicara karena lawakan Pak Arkan garing, bahkan terbilang dark. Tapi kami berusaha memaklumi karena perbedaan usia di antara kami.

“Bapak jangan mati dulu. Nanti sahabat saya jadi janda,” jawab Dinda.

“Hmm, kalau saya mati ... Diva pasti senang karena bisa nikah lagi,” tutur Pak Arkan.

“Dih, kata siapa? Sembarangan kalau ngomong! Gini-gini aku setia dan anti nikah lagi walaupun jadi janda,” jawabku membantah.

“Cukup! Berantem terus kalian. Kepala gue makin pusing dengarnya.” Gala menjerit menghentikan gurauan kami.

Dia memegang kepala sambil memejamkan mata. Aku dapat melihat aura pusing dari raut wajah Gala, mungkin ada hal buruk yang menimpanya tapi dia enggan bercerita.

***

Sesampainya di rumah, aku memutuskan untuk masuk ke kamar dan membaringkan tubuhku di tempat tidur. Aku membiarkan Pak Arkan melepas rindunya dengan sang adik tiri tercinta. Meskipun Gala adalah adik tirinya, rasa sayang Pak Arkan sangat besar untuk Gala. Hal itu dapat dilihat dari cara Pak Arkan mendidik Gala.

Aku berkali-kali mengubah posisi untuk mencari posisi tiduran yang nyaman. Entah mengapa akhir-akhir ini tubuhku cepat lelah dan perutku terasa penuh, padahal aku hanya makan dua sehari.

Tiba-tiba ponselku berbunyi, menandakan telepon masuk. Aku kembali membuka mata dan mengambil ponselku, kemudian menjawab telepon tersebut.

“Halo, siapa ini?” tanyaku.

“Gue akan mengganggu hidup kalian. Jangan harap bisa bahagia selama masih ada gue di dunia,” katanya.

“Ha? Lo gila ya? Datang-datang ngancem orang, sehat lo? Butuh Baygon ngga? Siapa tau lo mau bunuh diri?” tanyaku panjang lebar.

Dia tidak menjawab dan langsung memutuskan panggilan teleponnya. Aku menghela napas dan meletakkan ponselku kembali.

“Dasar orang aneh,” batinku.

Aku berusaha memejamkan mata dan tertidur lelap. Aku sangat lelah setelah seharian berkeliling mal dan hampir diculik oleh orang asing.

**

Love My Teacher [END]Where stories live. Discover now