Acara Wisuda

102 9 0
                                    

Satu minggu kemudian, aku memakai baju toga dan duduk di barisan murid-murid yang juga memakai baju toga. Hari ini adalah hari kelulusan sekaligus perpisahan dengan para guru dan murid satu angkatan. Aku duduk bersampingan dengan Gala yang sibuk bermain video game.

“Buset, La. Santai banget lo jadi orang,” celetukku.

“Hidup mah bawa santai saja. Ngapain pusing memikirkan masa depan, toh papa gue kaya.” Gala jawab santai tanpa melihat ke arahku sedikit pun.

Aku menghela napas dan kembali fokus menonton acara, aku menanti penyerahan penghargaan kepada murid yang berhasil memperoleh nilai tertinggi satu angkatan.

“Acara berikutnya penyerahan penghargaan kepada para siswa dan siswi yang berprestasi. Kepada saudari Adiva Putri Ivana dari kelas dua belas IPA harap naik ke atas panggung,” panggil pembawa acara.

Seketika aku menjadi pusat perhatian, mereka menatapku sambil menepuk tangan. Aku tersenyum dan berjalan menuju atas panggung. Aku bersalaman dengan para guru, lalu berdiri di samping kepala sekolah.

“Selamat atas penghargaannya ya, semoga kamu semakin pintar. Jangan kendor belajarnya,” ujar kepala sekolah.

“Iya, Pak.” Aku mengangguk, kemudian menerima piala dengan senang hati. Setelah itu, aku berfoto bersama kepala sekolah dan para guru.

Setelah berfoto, aku kembali turun dari atas panggung dan berlari menghampiri Pak Arkan yang menungguku di bawah. Ketika berada di dekat Pak Arkan, aku melompat dan terjatuh menubruk tubuhnya. Pak Arkan menangkap tubuhku, lalu mendekap aku dengan erat.

“Selamat atas prestasinya, sayang.” Pak Arkan mengusap rambutku dan menepuk-nepuk punggungku. Aku membalas pelukannya, lalu menatap bola matanya dengan lekat.

“Kamu bangga punya istri kayak aku, kan?” tanyaku.

Dia mengangguk, aku kembali memeluknya dan mengendus aroma tubuhnya yang wangi.

“Mentang-mentang sudah halal, bentar-bentar pelukan.” Tiba-tiba Gala datang bersama mertua dan kedua orang tuaku.

“Bilang saja iri,” sahut Arkan.

Aku terkekeh, lalu melepaskan pelukan Pak Arkan. Aku mendekati Ibu yang sedang menggendong Arva, kemudian aku mengambil Arva dan menggendongnya.

“Utututu, Arva sayang. Arva kangen Ibu ya?” tanyaku sambil mengelus ke tubuh Arva.

Arva terdiam sambil menatap wajahku dengan mata polosnya. Tiba-tiba dia tertawa dan mengucapkan sesuatu yang tidak aku paham bahasanya.

“Kita foto yuk? Buat kenang-kenangan,” ajak Gala.

“Ayo!” seru Pak Arkan.

Kami berjalan menuju lapangan sekolah, lalu kami berdiri bersampingan. Gala memberikan kameranya kepada seorang siswa untuk memfoto kami. Setelah semuanya bergaya, siswa tersebut menekan tombol kamera dan memfoto kami yang terlihat bahagia.

“Sekarang giliran Arkan dan Diva yang foto berdua. Arva biar nenek yang gendong,” tutur Bunda.

Bunda mengambil Arva dari pelukanku, lalu Papa menyerahkan buket bunga padaku.

“Pokoknya kalian harus benar-benar romantis!” seru Papa.

Aku memandang Pak Arkan, dan dia membalas tatapanku. Pak Arkan merangkul pundakku, kemudian kami mengangkat tangan dan membentuk hati.

Di sesi foto kedua, Pak Arkan menggenggam erat tanganku dan memandang wajahku sambil tersenyum. Aku membalas senyumannya dan mendekatkan wajah kami.

“Oke sudah,” katanya.
Siswa itu kembali memberikan kamera dan pergi dari hadapan kami.

Aku dan Pak Arkan masih bergandeng tangan dan berjalan menuju mobil.

“Aduh, dadaku sakit.” Pak Arkan merintih kesakitan, ia mencengkeram dadanya dan menggenggam tanganku dengan kuat. Aku merasakan hawa dingin di sekujur tubuhnya.

“Kamu kenapa?” tanyaku cemas.

Pak Arkan tidak menjawab, tiba-tiba dia kehilangan kesadaran dan terjatuh ke aspal.

“Arkan kenapa?” tanya Gala sambil berlari mendekati kami.

“Dia pingsan,” jawabku.

“Ayo, bawa ke rumah sakit!” titah Papa.

Gala mengangkut tubuh Arkan bersama Papa dan Ayah, mereka membaringkan Arkan di kursi mobil.

Setelah itu, kami masuk dan bergegas menuju rumah sakit terdekat. Gala menancapkan pegas mobilnya dan menerobos lampu merah karena kondisi Arkan begitu gawat dan membutuhkan pertolongan secepatnya.

Love My Teacher [END]Место, где живут истории. Откройте их для себя