Rindu Kesedihan

147 13 0
                                    

Keesokan harinya.
Aku terbangun dari tidur, merasakan tangan hangat Pak Arkan yang melingkar di pinggangku. Aku membalikkan badan dan menatap Pak Arkan yang sedang tertidur pulas.

“Lagi tidur aja ganteng. Pantes banyak yang suka,” kataku sambil tersenyum.

Aku mengusap rambut Pak Arkan dan melingkarkan tangan di perutnya. Aku bersandar di dada bidangnya dan mengendus aroma badannya.

Pak Arkan bergerak dan membuka mata perlahan. Dia menatapku dengan mata merah khas baru bangun tidur, kemudian dia mengelus pipiku sambil tersenyum kecil.

“Kamu kok udah bangun? Ini masih pagi loh dan sekarang sekolah libur,” kata Pak Arkan dengan setengah sadar.

“Aku sengaja bangun lebih awal buat lihat kegantengan suami aku yang dicintai banyak wanita,” jawabku.

“Aku emang dicintai banyak wanita tapi cuman kamu satu-satunya wanita yang aku cinta,” sahut Pak Arkan.

Dia mendekatkan wajahnya, lalu menyatukan bibir kami. Aku membalas ciumannya sambil mengusap punggungnya yang gagah perkasa.

“Hari ini kita ke mal. Aku mau beli sesuatu buat kamu,” ucap Pak Arkan.

“Beli apa?” tanyaku penasaran.

“Nanti juga tahu,” jawab Pak Arkan.

“Ih! Aku penasarannya sekarang,” kataku merengek.

“Iya sayang, sekarang kita mandi yuk. Kamu mau aku mandiin?” tanya Pak Arkan, kemudian tersenyum goda.

“Hmm, boleh.” Aku menjawab sambil memalingkan muka, berusaha menutupi pipiku yang merona.

“Ayo, kita mandi!” seru Pak Arkan.

Dia beranjak dari kasur, kemudian membopong tubuhku dan berjalan memasuki kamar mandi. Dia mengunci pintu kamar mandi, lalu menurunkan aku di atas bak mandi.

“Kamu yakin mau mandi sekarang? Emang ngga dingin?” tanyaku.

“Kan ada air hangat, sayang.”

Dia membuka baju, menampakkan perut kotaknya yang kekar. Aku menelan saliva saat melihatnya menurunkan celana yang tentu menampakkan Gatot perkasa miliknya.

“Kenapa sayang? Kamu mau?” tanyanya seolah membaca pikiranku.

“Apa sih, aku lagi hamil!” jawabku tegas.

“Loh, emang kenapa? Meskipun lagi hamil tetap boleh kok,” sahutnya.

Aku kehabisan kata-kata karena tidak mungkin aku menolak ajakannya. Pria seperti Pak Arkan mempunyai seribu cara untuk mendapat keinginannya. Sekalipun aku menolak, pasti dia akan tetap melakukannya karena tahu aku tidak mungkin melawan.

Dia berjalan mendekati diriku, kemudian dia berdiri di hadapanku dan mulai meraba tubuhku. Aku diam dan pasrah dengan permainannya.

Satu jam berlalu, kami sudah selesai melakukan aktivitas yang cukup melelahkan. Aku membaringkan tubuhku di kasur, sedangkan Pak Arkan berada di luar menyiapkan mobil yang akan kami pakai berbelanja.

Tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku mengambil ponsel, kemudian menjawab telepon dari nomor bertuliskan Dinda.

“Kenapa?” tanyaku tanpa basa-basi.

“Lo lagi di mana?” tanya Dinda dari seberang telepon.

“Gue lagi rebahan di kamar,” jawabku.

“Lari pagi yuk. Udah lama kita ngga lari kayaknya gue makin gendut nih gara-gara makan terus,” ajak Dinda.

Love My Teacher [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora